PART. 5 MALAM PERTAMA

947 Kata
Wajah Mey melongo. Ini pertama kali Fardan melihat wajah Mey. Wajah Mey mungil. Matanya besar dengan bulu mata lentik dan alis tebal. Hidungnyanya mancung, kulitnya putih bersih. Tidak ada jerawat atau apapun yang merusak pemandangan di wajah Mey. Bibirnya mungil namun terlihat seksi. Merah merona tanpa pemerah. "Lepas handuk mu!" Fardan mengulangi perintahnya. Mey menelan air liurnya. Perasaannya berdebar tak menentu. Dengan perlahan Mey memutar tubuhnya. Mey tidak ingin melepas handuk di bawah tatapan Fardan. "Putar tubuhmu ke sini! Apa yang ingin kau sembunyikan dariku!" Suara Fardan terdengar tegas. Mendengar suara Fardan, Mey langsung memutar tubuhnya lagi. "Maaf." Kepala Mey menunduk. "Kamu sudah janda bukan perawan. Tidak ada yang harus kamu tutupi lagi." "Maaf." Sekali lagi Mey mengucap maaf. Dengan perlahan Mey melepas handuk di kepalanya. Karena merasa Mey terlalu lambat Fardan akhirnya yang melepas seluruh handuk dan melemparkan handuk ke lantai. Fardan terdiam melihat tubuh Mey yang putih bersih. Mey hanya bisa menundukkan kepala. Berikutnya mata Mey melotot lebar karena tiba-tiba Fardan mengangkat tubuhnya dan mencium bibirnya. Ciuman itu hanya sebentar. Fardan menatap wajah Mey yang ia dudukkan di atas meja kerja Mey. Kening Fardan berkerut. Ciuman kedua lebih lembut dari ciuman pertama. Mey tidak tahu harus bagaimana. Kedua tangan Fardan mengusap kedua pahanya. Ciuman semakin dalam. Mata Mey terpejam. Merasakan Fardan begitu lihai dengan ciumannya. Ciuman yang menghanyutkan jiwa Mey dalam keindahan. "Tuan ...." Mey berkata lirih saat Fardan mengecup lehernya. Mey yakin lehernya akan bernoda merah, karena kecupan Fardan terasa kuat. "Tuan ...." Suara Mey gemetar saat telapak tangan Fardan menyentuh miliknya. Tubuh Mey bergetar, ada rasa takut, ada rasa cemas. Tapi Mey sadar tidak bisa mundur lagi. Mey sadar ia harus menghadapi ini. "Tuan!' Mey terpekik saat Fardan membaringkan tubuhnya di atas meja. Dan memegang kedua lututnya. Mey tidak tahu apa yang ingin Fardan lakukan kepadanya. Mey melenguh pelan saat merasakan Fardan mulai menikmati miliknya. "Tuan ...." Mey menjambak rambut Fardan. Tapi Fardan tidak mau berhenti. Tubuh Mey bergerak liar merasakan sensasi yang hadir di dalam dirinya. Kadang Mey merasa seperti tenggelam, karena susah bernafas. Terkadang merasa berada di awan karena rasa asing yang hadir dari sentuhan Fardan. Mey terkejut saat tiba-tiba Fardan membangunkannya. Fardan mencium bibirnya lagi. Ciuman yang sangat dalam. Fardan melingkarkan kedua kaki Mey di pinggangnya. Kemudian mengangkat tubuh mungil Mey tanpa melepaskan ciuman. Fardan membaringkan Mey di atas tempat tidur. Mata Mey terpejam, tidak berani ia buka. Mey sadar sesaat lagi Fardan akan mengambil haknya. Jantung Mey berdebar kuat. Tubuhnya terasa menghangat. Mey membuka mata saat merasa ada sentuhan intens pada miliknya. Fardan yang membungkuk di atasnya menatap wajah Mey. "Ini bukan yang pertama untukmu. Kenapa wajahmu pucat begitu?" Fardan menatap lekat wajah Mey. Mey tidak tahu harus menjawab apa. Mey hanya menggelengkan kepala. Fardan menggenggam kedua tangan Mey dengan kuat, lalu tubuhnya bergerak. Mencari apa yang ia inginkan. Mey menggigit bibirnya. Untuk menahan rasa yang muncul di dalam dirinya. Air mata menetes di kedua sudut matanya. Fardan merasakan sesuatu yang tidak biasa. Fardan menarik mundur dirinya. Mata Fardan melotot melihat apa yang ada di seprai. Bercak merah darah yang ada di sana. Fardan menatap wajah Mey yang terlihat pucat. "Kamu masih perawan?" Tanya Fardan dengan suara keheranan. Mey janda ayah angkatnya, tapi malam ini Fardan baru tahu Mey masih perawan. Mey hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Ya Tuhan." Walau ingin membahas keganjilan ini tapi Fardan ingin menuntaskan apa yang harus diselesaikan. Fardan seperti anak yang mendapatkan mainan baru. Mainan yang masih disegel dengan rapi, belum ada yang menyentuh apalagi memakainya. "Tuan ...." Mey mencengkeram punggung Fardan sebagai efek dari rasa sakitnya. Fardan seperti menguliti seluruh tubuhnya. Mey tidak menyesali apa yang terjadi karena ini sudah menjadi keputusannya. Mey hanya berharap Eva tidak marah kepadanya. Karena yang ia lakukan atas keinginan Bu Farah. Rasa lelah membuat Mey tertidur. Fardan juga tertidur di sebelahnya. * Mey terbangun lalu menatap sekelilingnya. Mey terkejut karena ada Fardan di sampingnya. Mey berpikir sejenak kemudian menyadari kalau mereka tadi malam sudah menikah. Mey berusaha bangun. Tubuhnya terasa sakit semua. Mey menatap seprai dan melihat bercak darah perawan di sana. Mey memang tidak memenuhi janjinya kepada Pak Fahmi agar menikah dengan pria yang ia cintai. Dan mempersembahkan malam pertama yang indah. Namun Mey yakin apa yang dilakukannya bukan kesalahan. Karena ia tidak bisa menolak permintaan Bu Farah. Menjadi istri kontrak putranya. Mey tidak merasa dimanfaatkan meski ini seperti memanfaatkan dirinya. Mey merasa ini sebagai balas Budi terhadap kebaikan Bu Farah kepada mereka selama ini. Perlahan Mey turun dari ranjang. Mey memungut handuk yang ada di lantai. Mey masuk ke dalam kamar mandi. Mey membersihkan diri. Suara adzan subuh terdengar. Mey segera menyelesaikan mandi. Mey mengeringkan rambut, kemudian keluar dari kamar mandi. Mey menatap Fardan yang masih terlelap. Mey mengambil daster dari dalam lemari. Kemudian mengenakannya. Mey bersiap untuk salat subuh. Mey salat subuh sendirian. Setelah itu karena tubuhnya masih merasa sakit, Mey berbaring lagi. Mey memilih berbaring di sofa. Karena takut Fardan menyentuhnya lagi. Sebentar saja, Mey kembali tertidur. "Mey bangun, Sayang!" Mata Mey terbuka. Matanya menyipit saat melihat siapa yang membangunkannya. "Ibu!" Mey menatap sekelilingnya. "Tuan Fardan sudah pulang ke rumahnya. Ayo bangun, sarapan dulu. Ibu bikin katupat Kandangan." Dengan nada lembut Bu Fira meminta Mey untuk bangun. Mey bangun dari berbaring. Mey menatap ke tempat tidur. Tempat tidurnya sudah rapi dan bersih. "Ibu yang membersihkan tempat tidurku?" Tanya Mey. "Saat ibu masuk sudah rapi begitu." "Oh ...." "Apa Fardan yang merapikan?" "Apa dia bisa?" "Dia didikan Bang Fahmi. Aku yakin Fardan bisa segalanya seperti Bang Fahmi." "Oh ...." "Ayo sarapan." "Aku cuci muka dulu." "Ibu keluar duluan ya." "Iya, Bu." Bu Fira keluar dari dalam kamar Mey dengan senyum di bibirnya. Sebuah harapan dari pernikahan Mey dan Fardan tumbuh di dalam hatinya. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN