Happy Reading
Shaka menatap Anita dengan tatapan kesal, tetapi melihat matanya yang memelas membuat pria itu menghela napas.
"Please, Shaka. Aku beneran takut tidur sendirian, kamu nggak mau kan kalau tiba-tiba aku serangan jantung dan tidak ada yang tahu?" ujar Anita dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Mungkin ini bisa jadi kesempatannya untuk menjadikan Shaka seutuhnya. Ya, Anita tahu selama ini Shaka selalu dingin dan tidak tersentuh. Namun, jika dia bisa menggodanya dengan tidur dengannya, pasti Shaka bisa luluh. Itulah yang ada dipikiran Anita.
Shaka sudah sangat mengantuk, dia ingin segera beristirahat dan dia juga malas meladeni Anita.
"Masuklah, kalau mau tidur di sofa saja, jangan sampai naik ke ranjang ku, karena kamu tahu sendiri aku tidak suka," jawab Shaka akhirnya sambil masuk meninggalkan Anita yang masih berdiri di luar pintu.
Sudah menjadi hal biasa setiap penolakan dari Shaka saat Anita selalu ingin tidur bersamanya, bahkan Anita tidak di perbolehkan menginap di rumah Shaka. Namun, tekadnya kali ini kuat. Dia harus bisa membuat Shaka jadi miliknya.
Pernah suatu hari pada saat Anita sedang berada di rumah Shaka, dia akan masuk ke dalam kamar tunangannya itu dan langsung mendapatkan kemarahan yang besar dari Shaka.
Entah apa yang ada di dalam kamar tersebut, Shaka seakan menyembunyikan sesuatu di dalam sana. Tapi Anita tidak masalah, toh besok kalau dia sudah menikah dengan Shaka, kamar itu akan menjadi miliknya.
"Sayang, aku mau bertanya padamu? sebenarnya kenapa kamu tidak memperbolehkan ku naik ke atas ranjangmu? padahal kita ini sudah bertunangan lama?" tanya Anita.
Bukankah wajar jika sepasang kekasih tidur bersama meski mereka hanya berpelukan?
"Tidak apa-apa, bukankah kamu sudah tahu sendiri apa jawabannya, sudah larut malam, cepat tidur sana," ujar Shaka langsung naik ke ranjang dan memejamkan matanya. Pria itu membelakangi Anita.
Akan tetapi, sepertinya wanita itu tidak akan tinggal diam, Anita mencoba duduk di sisi ranjang dan membuka piyama kimononya, menyisakan lingerie seksi di dalamnya. Dengan perlahan wanita itu membaringkan tubuhnya di samping Shaka yang sudah terlelap.
"Huft, sepertinya memang sangat sulit untuk mendapatkan mu, Shaka," gumam Anita melihat punggung pria itu.
Dia mendekatkan tubuhnya, berusaha memeluk Shaka dari belakang, tetapi tidak jadi. Anita takut, dia tidak mau menjadi sasaran kemarahan Shaka nanti.
Akhirnya malam itu Anita bisa tidur seranjang dengan Shaka tanpa melakukan kegiatan apapun.
***
Keesokkan paginya.
Dila menatap horor Dika yang saat ini berada di hadapanya. Ini masih jam 6 dan Dika sudah menggedor pintu kamarnya. Dila tidak peduli dengan muka bantalnya yang tadi tidur lagi setelah subuhan.
"Ayolah sweet, jangan ditekuk gitu donk mukanya, kita jalan-jalan pagi menikmati suasana pagi di sini. Kalau siangan nanti udah nggak bisa, kita sibuk mengurus proyek dengan tuan Shaka dan aku yakin kalau kita pasti tidak bisa menikmati keindahan pulau ini," ujar Dika.
"Tapi bukankah ini terlalu pagi, Dika," ucap Dila masuk ke dalam kamarnya. Urusan dengan Shaka masih jam 8 dan dia tidak ingin diganggu pagi ini. Dila masih lelah dan butuh tidur satu jam lagi untuk bersiap-siap kerja.
"Kalau gitu, kita cari sarapan dulu, gimana?" Dika masih setia di luar kamar Dila, tidak berani masuk karena tahu Dila pasti langsung melototinya.
"Iya-iya, kamu tunggu di lobi aja. Aku mau mandi dulu!"
"Aku tunggu 20 menit, Sweet," teriak Dika dari luar kamar. Kemudian menutup pintu kamar Dila.
Dila mengambil karet gelang dan menguncir rambutnya di cepol ke atas. Dia melirik ponselnya di meja rias dan mengambil ponsel itu, ternyata banyak sekali pesan dari nomer yang tidak dikenal, tetapi Dila sudah bisa menebak siapa pemilik nomer itu.
Ya, siapa lagi kalau bukan Shaka. Semalam pria itu mengirimkan pesan, random sekali mantan suaminya itu. Dila akhirnya membuka pesan dan membacanya.
+623456xxx : Dila, kamu cantik banget sih tadi. Bikin jantungan tahu.
Cih, mati saja sana!
Dila memberengut kesal karena mendapatkan pesan basa basi yang sangat tidak berguna sama sekali.
+623456xxx : Kenapa aku baru sadar jika aku menginginkanmu, Dila.
+623467xxx : Sepertinya aku sudah gila, aku nggak bisa berhenti memikirkan mu.
"Apa kamu sengaja seperti ini Shaka, ingin melambungkanku tinggi ke langit lalu kemudian menjatuhkan ku ke dasar jurang yang paling dalam? Bukankah kamu tidak tertarik padaku sama sekali, lalu apa maksudnya ini, mengirim pesan tidak berguna," gerutu Dila.
Di bawahnya ada beberapa gambar Shaka yang diambil pria itu secara Selfi. Sepertinya dia ada di kamar hotel melihat suasananya.
Shaka mengirimkan gambar dirinya sendiri dengan penampilan yang sangat narsis. Bahkan sampai beberapa gambar yang menurut pria itu paling tampan.
"Maunya apa coba, jangan harap aku akan memuji foto-foto narsis ini!" Dila melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur, kemudian wanita itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ya, semalam Shaka sebelum kedatangan Anita memang sempat mengirimkan chat pada Dila, tetapi tidak ada yg dibuka oleh mantan istrinya.
***
Dika dan Dila sudah jalan-jalan pagi, sarapan di luar hotel dan sudah berganti pakaian karena kini sudah jam 8.
Dila sudah memasang tampang cemberut sedari tadi terhadap Dika dan yang ditatap hanya bisa cengar cengir saja. Mereka sudah ada di tempat yang dijanjikan Shaka semalam, sebuah tempat untuk meeting, tetapi ternyata yang di tunggu-tunggu itu tidak kunjung datang.
"Ini udah lebih dari sepuluh menit kita nunggu. Kalau sampai meleset dari jamnya, kita akan menghabiskan banyak waktu sia-sia di sini," ujar Dila.
"Sebaiknya kita bangunkan saja mereka di kamarnya, aku sudah telepon berkali-kali tapi nomer tuan Shaka tidak aktif," ucap Dika sambil memandang ponselnya.
"Nona Anita juga tidak mengangkat teleponnya, apa sebaiknya kita langsung menuju lokasi pembangunan proyek saja. Kita tinggal mereka?"
"Nanggung banget sweet, masih ada waktu 40 menit lagi, bagaimana kalau kita tunggu sebentar," bujuk Dika.
Sebenarnya dia juga cukup kesal karena ternyata Shaka itu tidak tahu waktu.
"Dari pada kita tunggu tapi tidak tahu kapan mereka akan bangun, lebih baik kamu pergi ke kamarnya dan membangunkan mereka," ucap Dila.
"Kamu saja, ya? Aku mau buang air besar dulu, mules banget nie," ucap Dika yang kemudian berlari ke arah toilet yang ada di tempat itu.
"Dika! Dasar merepotkan!!"
Dila masih menunggu munculnya orang-orang yang sejak tadi dia tunggu. Dika juga sangat lama di kamar mandinya.
Akhirnya Dila memutuskan untuk pergi ke kamar Shaka yang dia tahu ada di lantai yang sama dengan kamarnya. Semalam Shaka mengatakannya di pesan bahkan nomor kamarnya juga, dengan terpaksa Dila mendatangi kamar itu.
***
Dila sudah berada di depan pintu kamar Shaka, sebelum mengetuk pintu wanita itu menghirup napas panjang lalu menghembuskan perlahan.
Tok, tok, tok.
Dila mengetuk pintu kamar dan menunggu Shaka membukakan pintu.
Ceklek.
Pintu terbuka dan menampilkan sosok Anita dengan rambut yang kusut dan juga memakai lingerie seksi. Dila menghela napas, sudah bisa dipastikan bahwa malam tadi mereka menghabiskan waktu semalaman dengan bercinta.
"Cih, apa mereka memanfaatkan waktu hingga tidak bisa bangun pagi harinya?" batin Dila kesal setengah mati. Sungguh Shaka sangat tidak profesional.
"Nona Dila?"
"Maaf nona Anita, kami sudah menunggu kalian sejak tadi. Ini sudah jam 8 lebih, jadi aku harap kalian yang profesional dalam bekerja, jangan sampai keasyikan malah lupa kalau kalian ada janji yang penting, permisi!" ucap Dila berlalu begitu saja.
Shaka yang baru keluar dari dalam kamar mandi dan mendengarkan suara Dila langsung berlari.
"Dila, tunggu!!" Shaka hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya itu langsung keluar dari dalam kamar dan mengejar Dila.
Shaka takut kalau Dila salah paham terhadapnya dan juga Anita. Sial sekali, Anita benar-benar membuat semuanya semakin kacau.
"Dila!"
Dila menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Shaka yang mengejarnya.
"Ada apa Tuan Shaka?" tanya Dila dengan wajah yang datar.
"Dila, ini semua tidak seperti yang kamu lihat dan bayangkan, aku dan Anita tidak melakukan apa pun semalam," ucap Shaka mendekat ke arah Dila sambil menjelaskan sesuatu yang pasti ada di dalam pikiran mantan istrinya itu.
Dila menaikkan sebelah alisnya saat mendengarkan ucapan Shaka.
"Maaf tuan, itu bukan urusanku dan aku tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan," jawab Dila kemudian berbalik pergi meninggalkan Shaka yang masih melongo mendengar jawaban Dila
Bersambung.