Bab 7. Lombok

1047 Kata
Happy Reading Hari ini akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Shaka. Dia akan meninjau proyek pembangunan hotel di Lombok. Saat ini dia sudah bersiap-siap dengan membawa sebuah koper yang tidak lumayan besar. Ferdy yang menjemputnya dan nanti mereka akan pergi bersama. Wajah Shaka sudah sumringah, bibirnya senyum-senyum sendiri membayangkan apa yang akan terjadi nanti di Lombok. Shaka dan Ferdy akhirnya melajukan mobilnya ke bandara. Namun, saat mereka tiba di sana, keduanya terkejut melihat Anita yang sudah di sana dengan wajah bersungut-sungut. Shaka menoleh pada Ferdy dengan tatapan yang tajam. "Bos, aku udah bilang ke dia kalau nggak perlu ikut, tapi kayaknya dia nggak mau, bebal sih, bukan salahku loh, bos," ujar Ferdy harap-harap cemas. Shaka berdecak dan akhirnya keluar dari mobil. Diikuti Ferdy yang juga ikut kesal karena Anita itu memang bebal sekali. Kalau sampai gajinya dipotong, Ferdy akan minta Anita untuk menggantinya. "Yank, pokoknya aku ikut. Biar Ferdy aja yang handle pekerjaan kamu," ujar Anita ketika melihat Shaka mendekat. Wanita itu langsung bergelayut manja di lengan Shaka. Shaka hanya diam saja, kekesalan hatinya sudah memuncak dan dia hanya bisa menahan segala emosi yang bercokol di hati. Dia juga tidak bisa menolak Anita atau bahkan mengusirnya karena wanita itu pasti tidak mau. "Nit, kok kamu ke sini? Kan kemarin udah aku bilang aku yang ikut ke Lombok?" "Nggak, kesepakatannya aku yang ikut." "Tapi bos udah bilang—" "Cukup! Kita nanti ketinggalan pesawat!" seru Shaka. "Tapi tiketnya hanya untuk dua orang, bos?" ujar Ferdy. "Itu tiketku, kamu balik ke kantor saja!" sahut Anita. Shaka hanya bisa menghela napas, seluruh ide yang dia rancang di kepalanya hilang sudah. Akhirnya Ferdy kembali ke kantor dan yang ikut Shaka le Lombok adalah Anita. ***. Dila dan Dika sudah tiba di Lombok dan langsung menuju hotel yang sudah di referensi oleh Shaka. Nanti di sana mereka bertemu. "Kamu keliatan cantik," bisik Dika di telinga Dila, membuat wanita itu langsung menonyor bahu Dika kesal. "Kan bajunya mahal, level kecantikanku yang tidak seberapa ini jadi ikut naik karena apa yang aku gunakan," ujar Dila. "Yang jelas kamu itu cantik, titik. Mau pakai baju apa pun ya tetap cantik!" Dila menghiraukan ucapan Dika. Kini mereka sudah tiba di hotel dan langsung diberitahukan oleh pihak hotel di mana kamar mereka. Dila mengerucutkan bibirnya, kenapa lantainya dengan Dika berbeda? "Nggak apa-apa, beda satu lantai doank," ujar Dika saat Dila protes. Akhirnya Dila pasrah dan mereka berpisah di lantai 8 karena Dika masih harus naik di lantai 9. Dila memutuskan untuk mandi dan istirahat sebelum nanti malam mereka akan ada pertemuan dengan Shaka lagi. Malam harinya, Shaka menghubungi Dika untuk bertemu dan membahas kerja sama mereka. Kini ke empat orang itu sudah duduk di salah satu meja resto yang ada di hotel tersebut. "Besok kita akan mulai memesan bahan-bahannya," ujar Dika. "Boleh, pakai bahan yang paling berkualitas yang pabrik kalian miliki," ujar Anita. Shaka tersenyum tipis, dia sejak tadi tidak bisa untuk mengalihkan pandangannya pada sang mantan yang malam ini terlihat jauh lebih cantik dari kemarin saat pertama kali mereka bertemu. "Bagaimana tuan Shaka?" "Ah, tentu saja. Kita sudah serahkan pada tuan Dika dan kami sudah mempercayainya, jawab Shaka akhirnya. "Cantik banget sih, Dil. Udah jadi mantan makin glowing aja." Shaka hanya bisa menggumamkan dalam hati. Dila tahu kok kalau Shaka sejak tadi menatapnya dan dia tidak peduli. Di sampingnya ada sang tunangan tapi masih juga matanya jelalatan. Akhirnya makan malam itu selesai juga, Dila pamit untuk pergi ke kamar hotel untuk istirahat begitupun dengan Dika. Anita melirik Shaka yang matanya tidak bisa lepas dari wanita itu. Siapa tadi namanya, Dila ya? Kenapa Shaka terlihat tertarik dengan sekretaris kliennya itu? *** Shaka saat ini sudah berada di dalam kamar hotel, pria itu sedari tadi senyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi, di mana dia bisa menatap sang mantan istri sepuasnya. Jujur di dalam hatinya, selama ini dia memang merindukan sosok mantan istrinya itu, hanya saja Shaka memang selalu bisa menguasai dirinya sendiri ketika dia merasakan penyesalan yang paling dalam. Gengsi! Itulah yang Shaka rasakan. Gengsi yang terlalu besar membuat dia tidak bisa mendapatkan Dila kembali. Selama Lima tahun berpisah, sebenarnya pria itu sering memimpikan Dila, mantan istrinya itu selalu hadir dalam mimpinya dan membuatnya semakin menyesal, bahkan foto pernikahan mereka di atas tempat tidur yang berada di rumahnya di Jogja–yang memasang Dila dulu, sampai sekarang masih terpasang rapi di tempatnya. Shaka tidak mau memindahkan foto itu, berharap suatu saat nanti dia bisa bertemu kembali dengan Dila dan membawanya ke rumah itu lagi. Jangan salah, ada satu foto lagi dengan ukuran yang sama dia letakan di atas ranjang tidurnya yang di Jakarta. Meskipun dia sudah bertunangan dengan Anita, pria itu sama sekali tidak memiliki perasaan yang lebih terhadap sekretarisnya itu. Bukannya Shaka selama ini tidak mau mencari Dila, hanya saja dia terlalu sibuk dan malu kalau tiba-tiba dia datang dan mengajak Dila untuk kembali. Shaka juga sadar kalau Dila pasti sangat membencinya, sehingga harapan Shaka untuk bisa kembali dan meminta maaf pada Dila sangat tipis sekali. Namun, entah kenapa beberapa waktu lalu ketika dia pertama kali dipertemukan dengan Dila kembali, rasa ingin memiliki itu semakin besar, dia tidak peduli pada Anita karena wanita itu tahu bagaimana perasaannya. Shaka memandang ponselnya sambil tersenyum, ada rasa yang menghangat ketika rindu itu terobati, Shaka mengusap gambar seorang wanita di dalam ponselnya itu. "Maafkan aku Dila, aku berjanji akan membawamu kembali ke rumah kita," ucap Shaka sambil mencium layar ponsel yang memperlihatkan foto Dila di masa lalu, foto yang diambil diam-diam oleh Shaka. Entah kenapa juga dia mengambil gambar Dila padahal dulu dia begitu tidak peduli terhadap perempuan itu. Shaka memperhatikan lagi gambar Dila yang masih suka menguncir rambutnya ke atas seperti ekor kuda, dan Dila hanya memakai kaos polos dengan bawahan jeans selutut. Shaka segera mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas nakas, sedangkan dia membenarkan letak selimut dan bergegas untuk segera tidur. Tok, tok, tok. Tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk, Shaka yang memang belum tertidur itu pun segera bangkit dan berjalan ke arah pintu ketika mendengar gedoran di pintunya. Ceklek. Shaka membuka pintu itu dan mendapati sosok Anita di sana dengan memakai kimono piyama satin berwarna merah maroon. "Ada perlu apa, Anita?" tanya Shaka sambil menguap, sepertinya dia memang sudah sangat mengantuk. "Aku tidak bisa tidur Shaka, dari tadi aku selalu bermimpi buruk, bolehkah aku tidur di kamarmu?" tanya Anita. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN