Sebuah tangan bergerak keluar dari selimut untuk mematikan alarm di ponselnya yang sudah berbunyi kesekian kalinya. Dengan mata yang masih setengah terpejam ia berusaha keluar dari selimut, menahan kantuk dan mengintip untuk melihat waktu yang tertera pada ponselnya.
Matanya tiba-tiba saja terbelalak, “Sial! Aku terlambat!” , pekik wanita itu, Zoe, langsung buru-buru menyibak selimutnya dan berlari sempoyongan tanpa mengenakan sehelai pun pakaian di tubuhnya menuju kamar mandi.
Luke, kekasihnya yang tidur di sisi lain tempat tidur jadi terbangun karena keributan yang Zoe buat. Namun, ia tidak benar-benar bangun dan kembali melanjutkan tidurnya.
Secepat apapun Zoe bersiap, ia tetap terlambat 30 menit dari biasanya. Sesampainya ia di tempatnya bekerja, rupanya sudah ditunggu oleh kepala bagian kebersihan gedung. Meskipun tidak ingin, Zoe tetap menghampiri pria yang usianya 2 kali lipat usianya itu.
“Kau berani datang terlambat, huh?” , kata pria tersebut, melipat kedua tangannya di depan d**a, berlagak dirinya adalah yang paling berkuasa.
Tidak ada yang bisa Zoe lakukan selain menundukkan kepalanya menunjukkan betapa ia merasa bersalah atas perbuatannya. Lagipula, Zoe berpikir pria di hadapannya belum tentu mau menerima alasan dirinya terlambat karena terlalu lelah untuk bangun akibat mabuk dan juga kegiatannya bersama Vince semalam.
“Mohon terima permintaan maafku. Aku berjanji ini adalah kali terakhir aku terlambat.” , ujar Zoe tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun.
Alih-alih terenyuh, pria itu memutar matanya jengah karena lelah mendengar kata-kata klasik seperti itu dari bawahannya yang lain.
“Sudahlah, kita tidak perlu membuang waktu lebih lama lagi di sini. Bagian lobi sudah dibersihkan oleh Karen. Kau bereskan lorong depan lift di lantai 1 dan ini,” , pria itu memberikan stiker besar yang berisikan peringatan lift sedang rusak, “Lift khusus petinggi perusahaan ini tiba-tiba saja error pagi tadi. Cepat tempelkan ini sebelum ada orang yang memakainya.”
“Aku mengerti.”
Zoe langsung buru-buru mengambil peralatan bersih-bersih bagiannya dan membawanya serta menuju lorong lantai 1. Ia berhenti tepat di depan lift khusus yang berada tepat di samping lift biasa.
“Bentuk dan fungsinya sama, apanya yang khusus?” , gumam Zoe, sudah muak dengan kesenjangan yang sering ia lihat di tempat-tempat mewah.
Penasaran, Zoe pun menekan sebuah tombol berbentuk bulat di sampingnya yang membuat pintu lift terbuka dengan suara halus.
“Wow..” , Zoe terperangah melihat bagaimana penampilan bagian dalam lift yang terlihat mewah.
Ruangan persegi panjang itu beralaskan karpet merah dan pegangannya berwarna emas mengkilap. Untuk pegangannya saja berwarna keemasan dan dindingnya seperti terbuat dari lembaran kayu Eboni.
Terpukau dengan penampilan itu, Zoe seakan terhipnotis dan melangkah masuk ke dalam. Ia menyentuh pegangannya dan melihat sekelilingnya. Ia lupa dengan tugas yang dititipkan padanya tadi.
Belum sempat Zoe menempelkan stiker penanda lift rusak, seseorang tiba-tiba saja masuk tepat beberapa sebelum pintu lift tertutup otomatis.
Mendengar suara pintu lift tertutup tiba-tiba, Zoe menoleh dan terkejut.
“No!!” , pekiknya mengejutkan pria dengan jas yang berdiri menatap Zoe bingung.
Dengan bodohnya, Zoe berusaha memisahkan pintu lift yang tertutup itu dengan kedua tangannya dan bahkan menggedor-gedornya sambil berteriak minta tolong.
“Ada apa denganmu?” , tegur pria di belakang Zoe.
Saat itu lah Zoe baru menyadari bahwa ia tidak sendirian. Matanya terbelalak dan langsung menoleh ke belakang.
Zoe mematung melihat sosok pria yang sejak tadi berada di sana tanpa ia sadari. Ia adalah Tyler. Pemilik sekaligus pendiri perusahaan tempatnya bekerja.
Mereka mematung di tempat masing-masing selama beberapa saat sampai akhirnya Zoe menyadari bahwa ia telah menunjukan wajah terkejutnya yang aneh lebih dari tiga detik pada pria yang baru ia saja ia temui. Segera Zoe berpindah ke sisi lain elevator dan mengembalikan dirinya.
“Bagaimana kau bisa masuk?” , tanya Zoe agak canggung.
Tyler menoleh dan membalik tubuhnya menghadap Zoe, “Lewat pintu, tentu saja.” , terang Tyler dengan polosnya sambil menunjuk pintu elevator yang tertutup dan tidak ada yang tahu kapan pintu itu bisa terbuka.
Zoe berkacak pinggang kemudian menepuk dahinya, mengutuk dirinya karena telah menanyakan pertanyaan bodoh yang akan menjadi kesan pertama dirinya pada pria yang berdiri di hadapannya sekarang.
“Maaf, maksudku, mengapa kau masuk ke elevator ini dan tidak menggunakan elevator yang satunya lagi?” , pungkas Zoe mencoba untuk melepaskan kelalaiannya dari insiden ini.
Tyler mengernyitkan dahi nya, “Maaf?”
Ikut bingung dengan respon yang diberikan Tyler, Zoe menggigit bibir bawahnya, “Apa kau orang baru di sini? Ini adalah elevator khusus orang-orang yang bekerja di lantai puncak paling atas.” , katanya sambil menunjukkan telunjuknya ke arah atap lift, “Oh iya, mungkin kau juga bertanya-tanya mengapa aku ada di sini jika elevator ini khusus untuk orang-orang tertentu. Tadi aku diminta untuk memasang tanda elevator sedang gangguan, tapi kau langsung masuk dan menutup pintunya sebelum aku sempat memasang tandanya.” , jelas Zoe panjang lebar terlihat gelisah.
Tyler mengangguk dengan tenang mendengarkan penjelasan dari Zoe, meskipun sekilas tersirat wajahnya yang masih agak bingung dengan situasi ini.
“Kau siapa?” , tanya Zoe lagi.
Tyler tersenyum bangga dan membusungkan dadanya agar ia terlihat tegap dan gagah, “Well, seperti kelihatannya, aku adalah—”
Zoe terkesiap dan menutup mulutnya yang membulat, menunjukan wajah terkejutnya yang semakin membuat Tyler heran.
“Tunggu! Apa kau bekerja di lantai puncak?”
“Ya, aku adalah—”
Belum sempat Tyler menyelesaikan kalimatnya, Zoe langsung meraih tangan kanan Tyler dengan kedua tangannya. Sontak saja Tyler terkejut. Rasanya belum lima menit ia bersama Wanita ini, dan sudah dibuat terkejut berkali-kali.
“Aku tidak tahu kau sekretarisnya atau supirnya, tetapi bisakah aku memohon padamu untuk tidak mengadukan kecerobohanku ini pada pemilik perusahaan? Tidak. Kau tidak boleh mengadukannya pada siapapun! Aku mohon padamu, aku tahu kau adalah orang baik.”
Sungguh Tyler tidak tahu darimana datangnya wanita ini. Rasanya ia tidak berbuat sesuatu yang merugikan orang lain kemarin dan melakukan rutinitas paginya seperti biasa, tetapi ia tidak tahu mengapa hari ini bertemu dengan wanita aneh yang dramatis. Baginya, ini adalah pengalaman pertamanya bertemu dengan orang sedramatis ini.
Sebelumnya, ia mengira kakaknya adalah orang paling dramatis yang pernah ia kenal. Kakak perempuannya akan menangis semalaman hanya karena tidak membawa pulang anak kucing liar yang ia temui di jalan. Di apartemennya tidak diijinkan untuk memelihara hewan peliharaan, sehingga terpaksa ia melewatinya begitu saja. Tetapi sepertinya kini kakaknya memiliki saingan untuk menjadi ratu drama.
Dengan sedikit tenaga, pada akhirnya Tyler berhasil menarik tangannya dari genggaman Zoe dan langsung menyembunyikannya di dalam saku celananya.
“Ehm, kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mengatakannya pada siapapun.” , ungkap Tyler.
Tentu saja Tyler tidak akan mengatakannya pada siapapun dan bisa saja langsung memecatnya tanpa memberitahukan alasannya.
“Terima kasih.” , kata Zoe dengan malu-malu.
***
“Bisakah kau kemari dan membawa tukang kemari? Aku bersama dengan seorang wanita. Secepatnya, ya.” , desak Tyler dengan menekankan kata di akhir kalimatnya.
“Aku mengerti!” , segera Steve memutuskan panggilan dan memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan sang supir.
“Mr. Tyler sedang terjebak di dalam elevator. Aku akan pergi memanggilkan tukang. Tunggu di sini.”
“Baik, tuan.”
Segera Steve keluar dari mobil sedan itu dan menutup pintunya agak keras karena terburu-buru. Kakinya langsung berlari ke dalam gedung dan orang pertama yang ia cari adalah para wanita yang menjaga meja lobi. Mereka masih membetulkan riasan dan juga penampilan mereka, karena ini masih belum waktunya bekerja.
“Permisi, apa kita punya seorang tukang di gedung ini?” , desak Steve. Terlihat jelas ia sedang terburu-buru.
“Maaf?”
“Mr. Tyler sedang terjebak di elevator dan kita harus segera mengeluarkannya karena ia punya rapat penting hari ini!”
Sontak berita tersebut membuat tiga wanita dengan tatanan rambut yang sama, kompak terkejut.
“A-aku akan panggilkan tukang.” , ujar salah satu dari mereka terdesak untuk melakukan sesuatu.
“Tidak! Itu akan terlalu makan banyak waktu!” , pekik Steve dan memberikan waktu untuk dirinya berpikir sejenak, “Apa kau tahu di mana kita bisa menemukan linggis?”