Aku menyingkap helaian rambut pirangku yang menutupi mata dengan jemari lentikku, agar mataku bisa melihat dengan jelas tiap lekuk dari ruangan yang kini kutempati ini. Yah, aku hanya tersenyum, tepatnya tersenyum getir. Sejauh yang kulihat, ruangan ini berisi beberapa kursi panjang yang berjejer ke belakang dengan dua barisan dan memberikan luang di bagian tengah untuk dijadikan sebagai jalan setapak. Persis seperti bagian dalam sebuah gereja, di depan kursi-kursi panjang itu terdapat sebuah benda yang mirip seperti podium kecil berbahan kayu jati yang kokoh. Itu benar-benar mirip seperti tempat pendeta yang akan berdakwah. Semakin kuteliti tiap-tiap hal yang ada di ruangan ini, semakin membuat alis dan keningku mengkerut saking tidak mengerti. Sebenarnya apa yang akan Roselied lakukan