Part 5

1020 Kata
“Masuk saja." Ceklek. Dan ternyata itu adalah Diana. "Hei, cantik sekali kamu, Nak." puji Diana saat melihat putrinya yang telah selesai dirias. "Bunda juga cantik." Farah memuji Diana balik. "Kamu sudah siap, kan? Mereka sudah datang soalnya." Lagi-lagi. Farah tidak bisa menetralkan detak jantungnya karena kabar yang barusan sang bunda katakan. "Serius, Bun? Mereka sudah datang?" "Iya, Nak. Benar. Mereka menunggu kamu sejak tadi. Maka dari itu Bunda ke sini untuk memanggil kamu." "Astaga, maafkan aku, Bunda. Aku terlalu lama di sini." "Tidak apa-apa, ayo ikut Bunda kita temui mereka." Deg! Lagi dan lagi. Jantung Farah kembali berdetak dengan volume yang lebih cepat dari biasanya. Hal itu menimbulkan rasa ragu yang bercampur aduk di dalam diri Farah. Terlebih lagi gadis itu baru saja mendapatkan wejangan beberapa menit yang lalu dari wanita yang merias dirinya. Kata-kata beliau masih terngiang di dalam benak Farah. "Biasanya kalau baru pertama kali jatuh cinta pasti ada sakit hatinya juga, Mbak.” “Sakit hati?” “Iya, karena nggak selamanya cinta pertama itu berjalan mulus. Contohnya aja kayak anak muda, mereka kerap kali jatuh cinta berkali-kali dengan orang yang berbeda di setiap masanya. Mereka nggak stuck di cinta pertama karena kebanyakan cinta pertama itu kadang kerap menyakitkan dan menjadi pembelajaran hidup.” “…” Hening. Farah terdiam saat mendengar perkataan yang dilontarkan wanita tersebut. Perlu waktu beberapa lama untuk mencerna apa yang dikatakannya. Ya, seperti sebuah pesan tapi Farah sendiri tak tahu maksudnya apa. “Jadi, maksudnya nanti saya akan gagal pada pernikahan ini?” “Bukan begitu maksud saya, Mbak. Saya hanya berbicara sesuai dengan fakta yang ada. Kalau Mbak Farah tidak percaya dengan apa yang saya katakan ya tidak apa-apa. Saya berbicara seperti ini hanya untuk mengingatkan Mbak Farah tentang cinta pertama. Terlebih lagi Mbak Farah baru pertama kali menjalin hubungan ya, katanya?” "Hei, Nak?" Diana menyadarkan sang putri dari lamunannya, "ada apa denganmu?" "Eh? Nggak ada apa-apa kok, Bun." jawab Farah yang berusaha melupakan hal yang baru saja ia pikirkan. "Benar nggak ada apa-apa? Kalau ada yang mau kamu bicarakan atau ada yang mengganjal di hati Farah, Farah bisa memberitahu Bunda. Farah kenapa?" tanya Diana kembali. Ia benar-benar khawatir dengan gelagat sang putri. Farah merasakan bahwa Diana terlihat khawatir terhadapnya. Dengan cepat gadis itu langsung memasang wajah bahagia dengan senyuman indahnya seolah tidak ada apa-apa. "Farah nggak apa-apa, Bunda. Bunda nggak perlu khawatir, Farah di sini baik-baik saja bahkan Farah terlihat bahagia kan' sekarang?" ujar Farah dengan tersenyum manis. Melihat wajah Farah yang tercetak kebahagiaan tersebut membuat Diana akhirnya percaya dengan apa yang sang putri katakan. Padahal Farah hanya berlindung di balik topeng agar Diana tidak khawatir dengan apa yang ada di dalam benaknya. "Kalau ada apa-apa, Farah harus selalu cerita ya? Oke?" "Oke, Bunda!" "Baiklah, ayo kita ke depan. Mereka sudah menunggu Farah sejak tadi," ucap Diana lalu beralih kepada wanita yang sudah merias Farah, "Bi, terima kasih ya sudah rias, Farah. Mantap jiwa riasannya! Jadi kayak Amanda Manopo anak saya." "Hehehe, sama-sama Bu." jawab sang perias. *** Farah berjalan menapaki ubin rumahnya dengan tenang walaupun sebenarnya hatinya sedang berantakan. Dirinya sekarang seperti memiliki dua mood yang berbeda dalam satu situasi yang harus ia jalani. Mood yang pertama yaitu tentang kebahagiaan. Kebahagiaan yang ia rasakan karena setelah hidup selama 23 tahun akhirnya ada sosok pria yang datang melamarnya. Dan mood keduanya yaitu suatu kondisi tentang rasa bimbang dan takut yang berada di dalam benaknya saat mengingat omongan wanita yang baru saja merias dirinya tersebut. Sangat sulit memang menghadapi perubahan mood secara drastis ini. Dirinya harus pandai-pandai mengatur perasaannya agar tetap terkontrol dan terkendali di depan banyak orang seperti sekarang ini. Tidak lucu kan' jika dirinya tiba-tiba memasang wajah muram di hari lamaran. Tentu saja Farah harus memasang wajah bahagia di hari lamaran ini di depan semua orang. Kini, sampailah Farah di depan semua tamu yang sudah ramai menunggu dirinya tiba. Diantara para tamu tersebut ada yang berdecak kagum melihat kecantikan Farah. "Wah, ternyata calonnya cantik juga." "Benar apa katamu. Dia sangat cantik." "Make up-nya natural. Tidak terlalu tebal, pas untuk gadis seperti dia." "Ya Tuhan, sisakan satu wanita yang seperti itu untuk putraku di rumah." "Sangat sempurna!" Mungkin seperti itu percakapan kecil yang Farah dengar dari para tamu yang tak lain adalah keluarga dari sang mempelai pria. "Duduk di sini, Sayang." ucap wanita yang berumur seperti Diana. Wanita itu adalah Maharani yang tak lain adalah orang tua dari jodohnya. "Terima kasih, Tante." jawab Farah dengan sopan dan menunduk. "Ya ampun, jangan Tante dong manggilnya. Kan' sebentar lagi kamu bakal jadi mantu saya. Panggil aja Mama Rani, ya?" "Eh? I-Iya, Tante." "Heh, kok masih Tante? Panggil Mama Rani aja, Sayang." "M-Maaf, Mama Rani. Farah grogi." "Grogi kenapa, Sayang? Grogi sama calon mertua kamu, ya?" tanya Rani kembali. Ia memang kerap mencairkan suasana agar tidak tegang. Ternyata mempelai pria belum berada di sana. Rani bilang bahwa sang putra sedang pergi sebentar karena ada sesuatu hal yang harus diselesaikan. Farah mengangguk saja, ia menurut dan percaya dengan apa yang dikatakan Rani. Sembari menunggu kedatangan sang mempelai pria, pihak keluarga Diana dan keluarga Rani saling berbincang-bincang. Memperkenalkan diri mereka satu persatu dan mulai mengenal satu sama lain. Begitupun dengan Farah yang memperkenalkan dirinya kepada masing-masing keluarga yang berada di sana. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya sang mempelai pria tiba. Farah terkejut dan tercengang seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Ya, sosok pria yang amat sangat perfect. Postur tubuh tinggi, hidung mancung, alis yang tebal serta kedua netra cokelat itu mampu membuat jantung Farah kembali berdegup kencang saat itu juga. Seolah dirinya tak percaya jika akan dilamar oleh sosok yang jauh dari kata 'biasa'. Sosok tersebut bukanlah sosok yang biasa, terlihat dari caranya berjalan, memandang, dan tersenyum ramah pada orang sekitar membuat pria itu menjadi pusat perhatian semua orang. Seseorang yang Farah anggap sempurna itu sebentar lagi akan menjadi miliknya. Sungguh, Farah tak percaya ini! Oh, Tuhan. Apakah ini mimpi? Batin Farah yang masih tak percaya dengan indahnya ciptaan Tuhan yang berada di depannya sekarang ini. Dan untuk pertama kalinya. Farah bisa merasakan sesuatu yang berbeda saat menatap pria di depannya. Ya, jatuh cinta pandangan pertama. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN