Perempuan yang memutuskan untuk berkarir atau bekerja, biasanya berasal dari perguruan tinggi yang bagus dan berkualitas. Meski begitu, ada juga perempuan yang tidak berpendidikan tinggi namun memilih berkarir sebagai tujuan hidupnya.
Keputusan untuk berkarir kembali ke masing-masing individu. Idealnya sudah menghabiskan biaya dan waktu yang tidak sedikit, sayang jika pengetahuan di bangku kuliah tak dipakai. Memaksimalkan potensi diri untuk menjadi wanita karir yang berkualitas memang adalah sebuah pilihan.
Perempuan identik dengan sifat yang sentimentil dan terbawa perasaan. Di dunia kerja, sebaiknya kesampingkan sifat tersebut dan bersikaplah secara profesional. Aktiflah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Buat ide-ide kreatif sehingga bisa menjadi kontribusi positif bagi perusahaan. Sampaikan ide tersebut dengan sikap proaktif. Jangan lupa untuk tetap optimis setiap mengambil keputusan. Mungkin seperti itu gambaran yang harus ditekuni oleh wanita karir.
Wanita karir harus bisa membagi-bagi waktunya. Apalagi kalau statusnya sudah menikah atau berkeluarga. Butuh keahlian khusus dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Sebisa mungkin beri pengertian pada keluarga kondisi pekerjaan dan kesibukan di kantor. Paling tidak, ini bisa menjadi gambaran bagi mereka untuk membaca situasi sebagai wanita karir.
Wanita Karir berarti wanita yang memiliki pekerjaan dan mandiri finansial. Baik kerja pada orang lain atau punya usaha sendiri dengan wanita pintar dan perempuan modern. Ketiga label ini bisa positif tapi juga negatif tergantung bagaimana dia bisa membawa diri secara agama dan sosial.
Menjalani hidup sebagai wanita karir terkadang ada senangnya ada sedihnya pula. Senangnya karena dapat mempunyai penghasilan dengan hasil jerih payah sendiri, sedangkan sedihnya berasal dari ketidakpunyaan seseorang pendamping yang seharusnya sudah ada dan mendukung semua kegiatan kita. Namun tak apa, bagi Farah, orang tuanya sudah menjadi pendukung terbaik di dalam hidupnya.
Pagi ini, Farah tengah berkutat dengan layar monitor di depannya. Ia sedang fokus mengetik beberapa pengeluaran kantor perusahaannya. Derap langkah terdengar menghampiri meja kerja Farah yang tak lain adalah sang atasan yang menghampiri dirinya.
"Permisi, Farah."
"Eh? Iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?"
"Siang nanti perusahaan kita akan mengadakan seminar yang mengusung tema Wanita Karir. Saya memilih beberapa dari kamu dan yang lainnya untuk mengisi seminar tersebut sebagai pembawa materi. Saya yakin kamu dapat menunjukkan yang terbaik." ucap atasan Farah yang meminta Farah untuk menjadi pembawa materi dalam perusahaannya.
Farah awalnya terkejut karena kegiatan itu akan dilaksanakan beberapa jam lagi.
Sangat dadakan.
Namun mau bagaimana lagi, tentu Farah tidak bisa menolak permintaan sang atasan. Jika Farah menolaknya maka ia akan mendapatkan kredibilitas yang buruk. Tentu saja Farah tidak menginginkan hal itu terjadi. Ia ingin menjadi seseorang yang dapat mengerjakan semuanya.
Farah mengangguk dan menyetujui apa yang atasannya katakan.
"Baik, Bu. Saya terima apa yang Ibu katakan."
"Terima kasih, Farah. Kau memang bisa diandalkan!"
***
Waktu berjalan begitu cepat. Akhirnya seminar itu akan dimulai beberapa saat lagi. Farah mengintip dari balik tirai, ia melihat banyak orang yang datang pada seminar perusahaan tersebut.
Ia merasa seperti demam panggung, namun dirinya langsung menepis anggapan tersebut.
"Bisa pasti bisa!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
***
Setelah selesai menunggu pembawa acara membacakan sambutan serta instruksi lainnya. Kini saatnya giliran Farah untuk menyampaikan materi.
Farah berjalan di atas panggung dan mulai memberikan materi yang ia pelajari secara otodidak beberapa jam yang lalu.
Sesudah ia selesai memberikan sedikit sambutan untuk penonton, Farah pun memulai materinya.
Ia terlihat sangat lihai dengan pembawaannya yang tenang tanpa adanya grogi atau demam panggung yang ia pikirkan sedari tadi.
Dengan pembawaannya yang tenang serta jelas tersebut membuat beberapa penonton yang ada di sana terpukau dengan apa yang ia tampilkan.
Materi yang Farah bahas juga menampilkan beberapa sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang dapat membuka pikiran banyak orang yang tidak terpaut dengan satu sudut pandang saja.
Banyaknya materi yang Farah bahas tak sedikit pula tepukan dari para penonton saat Farah mengakhiri semuanya.
Dan sekarang adalah saatnya sesi tanya jawab yang tak lain penonton dipersilahkan untuk bertanya kepada sang mentor.
Ada beberapa penonton yang mengacungkan tangannya meminta Farah untuk menjawab pertanyaan mereka. Dengan senyum dan wajah yang bahagia, Farah menjawab pertanyaan mereka satu persatu.
Sampai akhirnya ia mendapatkan sebuah pertanyaan yang berbeda dari pertanyaan lainnya.
"Izin bertanya, apakah Anda sudah mempunyai suami?" tanya salah satu penonton pria.
What?
Pertanyaan macam apa itu yang terlontar tiba-tiba dari mulut penonton. Sontak saja pertanyaan tersebut membuat beberapa penonton yang lain bingung. Ada juga yang tertawa entah apa penyebabnya.
"Tidak, saya belum mempunyai suami." jawab Farah.
"Jika belum, apakah saya boleh maju ke depan untuk mendapatkan posisi tersebut?"
"Maaf, untuk urusan seperti itu, saya tidak bisa banyak bicara. Karena semuanya saya serahkan kepada orang tua saya. Begitupun dengan pasangan hidup, saya memilih orang tua saya saja yang menentukannya."
"Lalu bagaimana kalau Anda nantinya tidak cocok dengan pasangan hidup pilihan orang tua Anda?"
"Saya rasa saya akan cocok karena orang tua saya yang lebih mengerti saya dalam memilih pasangan untuk anaknya." tukas Farah akhirnya membuat penonton itu terdiam.
Memang di saat seminar seperti ini dirinya harus pandai dalam mengatur emosi dari beberapa pertanyaan. Karena kalau sampai tidak dapat mengontrolnya maka kredibilitasnya akan turun di mata orang banyak.
***
"Terima kasih, Farah. Pembawaan materimu sangat berwawasan luas. Pembicaraanmu juga lugas dan dapat dimengerti banyak orang. Saya sangat senang dengan kerja kerasmu hari ini. Kamu wanita karir yang hebat!" puji atasan Farah setelah selesai acara.
"Ah, iya. Terima kasih kembali, Bu."
"Saya harap kamu akan selalu bekerja menjadi wanita karir meskipun nantinya kamu sudah menikah. Saya sangat suka dengan kinerjamu!"
Mendengarnya Farah hanya tersenyum singkat. Bagaimana bisa akhir-akhir ini banyak yang menyinggung dirinya tentang pernikahan. Padahal dirinya sendiri tidak tahu kapan dirinya akan menikah. Jangankan menikah, calon pasangannya saja belum ada.
***
Akhirnya Farah pulang bekerja. Setelah ia membersihkan dirinya, ia melakukan rutinitas seperti biasanya yang tak lain adalah makan.
Pulang kerja tentu saja membuat perutnya lapar. Obat dari semua itu adalah masakan sang bunda yang selalu menjadi semangatnya untuk menambah energi setelah bekerja menguras otak.
Farah terlihat sedang khidmat menyantap makanan di meja. Saat dirinya sedang khidmat tersebut, tiba-tiba saja sang bunda datang dan memberi Farah kabar mengenai hal yang sedari tadi menjadi sindiran untuknya.
Ya, menikah serta calon pasangan.
Sang bunda mengatakan bahwa besok seseorang akan datang ke rumah untuk melamar Farah.
Dengan mata yang otomatis membulat, tentu saja Farah terkejut mendengarnya.
“Besok ia akan ke rumah.” jelas sang bunda.
"B-Besok?”
***