Part 3

1053 Kata
Akhirnya Farah pulang bekerja. Setelah ia membersihkan dirinya, ia melakukan rutinitas seperti biasanya yang tak lain adalah makan. Pulang kerja tentu saja membuat perutnya lapar. Obat dari semua itu adalah masakan sang bunda yang selalu menjadi semangatnya untuk menambah energi setelah bekerja menguras otak. Farah terlihat sedang khidmat menyantap makanan di meja. Saat dirinya sedang khidmat tersebut, tiba-tiba saja sang bunda datang dan memberi Farah kabar mengenai hal yang sedari tadi menjadi sindiran untuknya. Ya, menikah serta calon pasangan. Sang bunda mengatakan bahwa besok seseorang akan datang ke rumah untuk melamar Farah. Dengan mata yang otomatis membulat, tentu saja Farah terkejut mendengarnya. “Besok ia akan ke rumah.” jelas sang bunda. "B-Besok?” “Iya, besok, Nak.” “Bunda yakin ia akan datang esok?” “Tentu saja yakin. Masa iya bohong? Nggak mungkin kan?” bingung sang bunda melihat respon anaknya yang terlihat agak sedikit terkejut. Entah apa yang ada dalam pikiran Farah. “Iya, Bun. Farah nggak nyangka aja.” jujur Farah yang masih tak percaya bahwa akan ada seseorang yang melamarnya. “Nggak nyangka? Maksudnya? Nggak nyangka kenapa, Sayang?” “Ada orang yang akan melamar Farah di saat Farah nggak punya ruang lingkup pertemanan yang banyak. Bahkan Farah sendiri nggak tahu siapa orangnya, tiba-tiba datang ke rumah untuk melamar Farah.” “Hei, kamu nggak boleh minder gitu, Farah. Meskipun kamu hanya memiliki beberapa teman di lingkungan rumah dan tempat kerjamu, kamu juga memiliki Bunda dan Ayah yang selalu mendukung kamu. Kami akan selalu mendukung anak kesayangan kami di saat keadaan apapun itu.” “...” “Dan kamu harus ingat, Farah. Bahwa kamu adalah wanita yang special, kamu dibekali ilmu yang banyak dengan pendidikanmu hingga bisa sampai diterima kerja di perusahaan ternama. Banyak yang ingin seperti kamu, dan kamu tidak boleh minder dengan apa yang kamu punya. Oke, Sayang?” Mendengar perkataan sang bunda tersebut, membuat air mata Farah lolos begitu saja dari tempatnya. Ternyata bundanya sebahagia dan sebangga itu memiliki anak seperti dirinya. Pantas saja bahkan tentang pasangan hidup pun yang memilihnya adalah orang tuanya. Karena sesungguhnya mereka yang lebih tahu yang terbaik untuk anaknya. Terlebih lagi melihat Farah adalah anak satu-satunya di keluarga itu. “Thank you, Mom. Farah sangat tersentuh mendengarnya, Bunda baik banget sama Farah.” ujar Farah lalu berdiri dari tempat duduknya dan memeluk sang bunda. “Hei, jangan nangis, Sayang.” jawab sang bunda yang membalas pelukan sang putri dengan erat. “Iya, Bunda.” “Are you okay?” “I’m okay, Mom.” “Yakin?” “Tentu saja aku yakin.” “Tidak apa-apa kok, Farah. Tidak semenyeramkan itu. Bunda pastikan besok kamu pasti akan menyukai seseorang yang sudah Ayah dan Bunda pilihkan untukmu.” “Iya, Bunda.” “Baiklah, kalau begitu kamu lanjutkan dulu ya makannya.” kata sang bunda yang melepaskan pelukannya. “Baik, Bunda.” “Oh, iya, Farah. Sehabis makan nanti kamu temui Bunda dan Ayah di ruang keluarga, Bunda dan Ayah ingin berbincang dalam mengenai seseorang yang akan datang besok untuk melamarmu itu. Oke?” Farah mengangguk dan mengiyakan perkataan sang bunda. “Oke, Bunda.” “Anak pintar, kesayangan Bunda.” puji bunda sembari mengecup kening putri satu-satunya itu. Cup. *** Farah telah selesai berbincang dengan kedua orang tuanya. Sehabis makan tadi, dirinya langsung bergegas untuk menemui ayah dan bundanya. Tentu saja mereka membahas tentang perihal lamaran yang akan terjadi esok hari. Tadi, Farah mengeluarkan isi hatinya, ia berkata bahwa ia belum mempunyai persiapan sedikitpun untuk mengadakan lamaran. Terlebih lagi dadakan yang acaranya akan diselenggarakan besok. Namun, kedua orang tua Farah meyakinkan Farah untuk tidak memikirkan hal tersebut. Mereka bilang bahwa semua hal yang Farah takuti dan Farah pikirkan akan diselesaikan betul dengan orang tuanya. Tugas Farah sekarang hanyalah untuk berpikir bagaimana cara berinteraksi dengan mereka besok. Tentunya ia harus terlihat seperti wanita yang baik, sopan, ramah, dan cantik. Sebenernya itu adalah hal mudah, karena pada dasarnya Farah itu sudah mempunyai semua kecantikan yang ada. Dari sifat serta penampilan. Hanya saja dirinya terkadang kerap kali tidak percaya diri dengan apa yang ia miliki. Padahal kalau dipikir-pikir dan dilihat-lihat, Farah itu sangat cantik. Ia memiliki kedua lesung pipi dan juga bulu mata yang panjang. Sekarang, Farah tengah berbaring di atas kasurnya. Ia melihat langit-langit atas kamarnya sembari memikirkan semua yang akan terjadi esok hari. “Kira-kira, apa yang akan terjadi esok hari?” ucapnya pada dirinya sendiri. Entah apa yang ia pikirkan, namun Farah tetap saja memaksa dirinya untuk berpikir tentang kejadian esok yang belum tentu terjadi. Ia masih tidak menyangka jika dirinya akan dipinang secepat ini. Dahulu, ia hanya bisa berandai-andai dalam benaknya sendiri. Dan esok hari, pikiran yang selalu tertanam dalam benaknya itu akan menjadi kenyataan. Ya, seseorang akan melamarnya. Farah kembali mengikuti alur yang sudah disusun oleh otaknya. Ia kembali bertanya-tanya dan menjawab pertanyaannya itu sendiri perihal siapa seseorang yang besok akan datang melamar dirinya. Tak pernah terbayangkan bahwa hari yang ia pikir tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya, kini akan terjadi. Farah akan selalu menuruti apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Terlebih lagi tentang pasangan. Ia memberikan semua kriteria dan keputusan orang tuanya dalam memilih pasangan hidupnya. Karena baginya tentu saja orang tua tahu yang terbaik untuk anaknya. Mereka yang sudah mengurus anaknya sedari balita hingga tumbuh dewasa. Mereka yang lebih dahulu mencicipi kehidupan yang keras ini dan merangkum catatan untuk kriteria yang pas sebagai pasangan hidup Farah nantinya. Farah tahu betul tentang itu. Meskipun Farah sendiri tidak tahu siapakah seseorang yang akan melamarnya esok. Selain itu, Farah pun jarang berinteraksi dengan banyak orang. Seperti halnya lelaki. Di saat wanita sebayanya memiliki ruang lingkup pergaulan yang luas, bergaul dengan banyak orang, bergonta-ganti pasangan, hingga sampai menjelajahi dunia malam. Farah tidak pernah merasakannya. Walaupun demikian, Farah tetap bersyukur jika orang tuanya melarang dirinya untuk tidak boleh melakukan hal tersebut. Farah tahu, bahwa niat orang tuanya hanyalah tak lain dan tak bukan untuk menjaga dirinya dari pergaulan bebas yang tak benar. Yang dapat merusak dirinya hingga merubahnya menjadi sosok keras yang tentunya bukan seperti anak yang didambakan orang tuanya. Dirinya hanya mengenal segelintir orang di lingkungannya dan juga tempat kerjanya. Tak lebih dari itu. Selang beberapa lama setelah berkutat dengan pikirannya mengenai seseorang yang akan datang ke rumahnya esok, akhirnya Farah terlelap juga. Ia tertidur dengan pikiran yang masih menanyakan siapakah sosok tersebut. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN