BAB 12

1511 Kata
"Cinta adalah suatu aksi-reaksi yang terjadi di organ hati." "Aku naksir kamu, Usually." “Huh?” Aku menoleh ke belakang saat mendengar Duta dan Dika meneriakkan kata yang sebenarnya tidak bisa kudengar dengan jelas atau aku saja yang tidak mau percaya apa yang baru saja aku dengar agak samar itu. Tiba-tiba aku melihat pak Ajai, guru PKN-ku sudah berdiri di belakang keduanya. Aku pun memutuskan melarikan diri, mengabaikan apa yang barusan aku dengar secara samar. Bukannya aku tidak setia kawan ataupun tidak mau berkorban untuk cogan, hanya saja pak Ajai bagiku begitu menakutkan. Pak Ajai-bukan orang India, kepanjangan namanya adalah Ahmad Jailani disingkat Ajai., sangat mencintai produk dalam negeri dan hafal UUD 1945. Setiap kali distrap, satu-satunya cara meloloskan diri darinya adalah menyiapkan contekan sebait pasal dari UUD 1945. Setelah agak jauh, aku mulai mengintip nasib kedua cogan yang kutinggalkan itu dari tempat yang agak tersembunyi. "Berisik!" "Kalian tidak tahu bel sudah bunyi huh? Teraik-teriak lagi, depan perpustakaan ini. Perpustakaan. Kalian tahu tidak, zaman dulu kedisiplianan itu sangat diutamakan. Kalian adalah penerus bangsa..." Bla.bla.bla. Duta dan Dika mulai kena strap, mereka mulai puyeng mendengar ocehan pak Ajai yang nantinya akan melbar dari soal kedisiplinan menuju zaman penjajahan, masa reformasi lalu zaman kemerdekaan. Aku yang melihat itu hanya tersenyum geli lalu berlari ke kelasku. Aku sebenarnya mau ke kantin. Perutku keroncongan. Namun, sudah tidak ada waktu. Duta dan Dika? Biarlah, aku terlalu lelah untuk memikirkan mereka. *** Bel pulang sekolah berbunyi dengan nyaring. Kali ini aku tidak menunggu hingga para murid pada bubar dan sekolah sepi. Aku berada di urutan pertama yang keluar kelas ketika guru pengajarku keluar. Aku tidak mau menemui Dika atau Duta sampai jelas apa yang kudengar tadi. Lagipula, tadi aku sudah melarikan diri dari tanggungjawab yang mana seharusnya aku ikut dicemahi oelh pak Ajai, akan tetapi aku justru melarikan diri. Jadi, kuputuskan lari sekalian. Tiba di depan gerbang, langkahku terhenti. Cewek itu berdiri. Cewk bernama Melly, dengan kecantikan yang menawan, postur tubuh bak model dan kulit kecokletan yang eksotis, sudah mirip artis itu sedang menunggu Duta, kekasihnya. Jika biasanya aku menjadi pengecut, kali ini aku memberanikan diri untuk menemuinya. "Hm, anu..." aku mencoba menyapanya. Namun suaraku seperti tertahan di ujung bibirku sehingga hanya bisa bergumam. Melly pun menoleh ke arahku dengan ragu. Dari ekspresi wajah yang ditunjukannya, sepertinya dia merasa kebingungan. Wajar saja, kami memang belum pernah mengenal dan ini pertama kalinya dia melihatku. Aku hanya mencoba tersenyum meski merasa otot rahangku menegang. "Usually?" dia bertanya. Aku mengangguk. "Kok tahu?" tanyaku heran. Melly tersenyum kecil. Ah.. Benar-benar cantik. Nggak bisa dibandingkan sama sekali denganku. "Dika banyak cerita soal kamu," jawabnya. Aku mengernyitkan kening. Heran dan bingung. Tampaknya dia menyadari kebingunganku, dia pun menjelaskannya. "Aku Melly, sepupunya Dika!" katanya sambil mengulurkan tangannya. Agak ragu, kuterima uluran tangannya. Kami pun berjabat tangan. "Kamu sekelas sama Dika?" tanya Melly. Aku menggeleng. "Lah.. Kok bisa kenal Dika? Ah.. Dia pasti yang suka ngerjain kamu ya? Asli jangan tertipu tampangnya. Walau dia ganteng, Dika bawel tingkat kubik!" ujar Melly memperingatkan. Aku hanya tersenyum lalu mengangguk setuju. "Dika itu juga narsis banget. Paling parah nih dia suka minta makan. Kalau dia minta ke rumahmu jangan mau. Dia pasti numpang makan dan sekali dia numpang, dia bakal datang lagi dan lagi, udah mirip amoeba yang selalu membelah diri." Melly menimpali. Sekali lagi. Aku hanya mengangguk setuju. "Terus ya pernah suatu hari dia itu seharian nggak pulang ke rumah sampai orangtuanya panik nyariin dia. Kamu tahu dia kemana?" Melly menggerak-gerakkan wajahnya seolah memintaku menebaknya. "Kemana?" tanyaku. "Ke rumah temannya. Betah. Gara-gara makanan Mama temannya itu enak. Padahal mereka baru kenal sehari. Gila nggak tu? Nggak waras banget'kan?" Melly terus bicara. Dia seperti kereta listrik yang mustahil dihentikan. Udah 11:12 sama si Dika. Aku merasa tidak heran mendengar kalau mereka sepupuan. Sifat keduanya sama persis. "Ups. Aku bawel ya. Sorry ya," ujar Melly tersadar. Cewek cantik itu kali ini tertawa, ngakak. Barisan giginya yang putih kelihatan. Anehnya, dia tetap terlihat cantik sekali. "Oh iya, kenal Duta?" tanya Melly tiba-tiba membuat hatiku sakit seketika. Aku mengangguk pelan. "Dia pacarku," katanya sambil tersenyum cerah seolah bangga sekali saat mengatakan itu. Dari nada bahasanya, Melly terdengar seperti begitu mencintai Duta. Tidak ada kesombongan disana. Hanya sebuah rasa syukur yang besar. Kebanggaan yang begitu tulus sehingga tidak terkesan sombong atau tinggi hati. Aku rasa Melly adalah cewek yang baik selain cantik. Aku semakin merasa hanyalah itik buruk rupa di hadapannya. "Aku tahu," sahutku sambil membalas senyumannya. Tulus. "Kamu gimana sama Dika?" tanya Melly. "Dia temanku, juniorku sebenarnya." jawabku jujur. Melly terdiam beberapa saat lalu secara tiba-tiba dia memelukku sehingga membuatku terheran-heran. "Kita sama. Aku gini-gini udah kelas XII lho. Cuma sekolahku beda sama Duta. Aku sekolah di sekolah khusus cewek," jelasnya. Aku terdiam. Anjir, dia lebih tua. Semakin beda level kami. Huft. "Tapi kamu bolh panggil aku Melly aja. Tenang, aku anti junior-senior," Melly menimpali ucapannya. Fix. Dia beneran sepupunya Dika. Persis. "Hm.. Kamu sama Duta udah berapa lama?" tanyaku walau sebenarnya ragu tetapi ingin tahu. Hatiku begitu penasaran dan mulutku sudah tidak bisa lagi berhenti untuk tidak menanyakan pertanyaan yang sebenarnya tidak biasa diucapkan oleh dua perempuan yang baru saja bertemu. Terlebih, Melly mungkin akan memakanku hidup-hidup jika tahu kalau aku menyukai kekasihnya. "Hm.. Karena sudah pacaran sejak SMP, aku rasa sudah hampir 3 tahun," jawabnya santai. Deg! Hatiku lagi-lagi terpanah racun broken heart. Aku memang bodoh, untuk apa aku mengajukan pertanyaan yang hanya akan menyakitiku. Bodoh. Aku merutuki diriku sendiri. “Oh iya, Al, karena kamu temanan sama Dika, secara otomatis kamu temanku!” ocehnya. Huh? Aturan dari mana itu? "Jadi kita temenan sekarang kan?" tanya Melly setengah memaksa karena aku belum mengiyakan apa yang dia katakan. Aku mengangguk pelan walau masih merasa aneh. Melly pun tersenyum senang dengan anggukanku. “Jadi, kamu kenal Duta-ku, Al?” tanya Melly. Aku mengangguk. “Kalau begitu,” Melly menghentikan sejenak ucapannya. “Boleh aku minta sesuatu?" Melly menatapku dalam. Wajah cewek itu berubah dalam sedetik. Dia menjadi sangat serius. "Apa?" "Apapun yang terjadi, jangan pernah menyukai Duta!" perintahnya. Mata kami bertatapan dan bagaimanapu  aku berusaha mengelak, matanya selalu menangkap arah pandanganku. “Aku satu-satunya cewek yang mencintai Duta dengan teramat besar,” tegasnya. "Sampai kapanpun, nggak akan aku lepasin Duta untuk siapapun, termasuk kamu!" imbuh Melly membuat bulu kudukku berdiri dalam dua detik. Nada bicaranya tegas, penekanannya kuat dan sorot matanya kuat. Sekali aku melawannya, aku pasti mati. Aku hanya bisa menelan ludah dengan apa yang baru saja ia katakan. "Aku .." "A...Duta..." Melly berteriak kegirangan ketika melihat Duta. Cewek itu langsung berlari ke arah Duta lalu memeluknya erat, persis seperti apa yang sudah biasa kulihat. Anehnya, aku masih merasakan sakit yang sama walau sudah melihat pemandangan yang sama berkali-kali seolah-olah ini hanya perulangan dari dejavu menyakitkan yang aku alami. Aku terpaku. Sakit memang melihat mereka bersama tapi aku tahu diri. Aku hanya orang baru yang tak berarti bagi Duta. Airmataku jatuh, bergegas aku menyekanya. Aku harus pergi. Aku melangkahkan kakiku, berharap esok aku bisa menghilangkan sakit ini jika melihat mereka bersama. Tapi aku tersentka kaget ketika tangan besar dan kekar itu mencengkram kuat lengan kananku. “Jangan pergi!” ucapnya dan detik berikutnya aku sudah mendarat dipelukannya. "Jangan pergi!" ucapnya lagi. Duta memelukku erat sekali. “Aku menyukaimu,” Pletak, urat syarafku seakan putus saat kudengar hal itu. “Huh? Apa-apaan ini?!” Mendengar suara itu aku segera mendorong Duta menjauh, kulepas paksa pelukannya. Melly sudah berada di tengah-tengah dengan ekspresi kaget dan sedih seolah baru saja disambar petir. “Ada apa ini, Dut?” tanyanya minta penjelasan. “Mel, maaf,” ucap Duta sambil menunduk dalam dengan tangan yang masih mencengkram kuat lenganku. “Huh? Maaf untuk apa? Ada apa?’ Melly mulai kehilangan kontrol. Sikapnya yang tenang dan menyenangkan berubah menjadi meledak-ledak dan tidak terkendali. “Maaf, Mel. Ini semua salahku.” Duta mendongakkan kepalanya lalu menatap dalam ke arah Melly. “Nggak! Nggak! Nggak!” Melly mulai menyadari situasi yang sebenarnya tidak ingin dia akui. “Maaf, Mel. Aku sudah berusaha selama tiga tahun ini dan aku belum bisa membalas perasaanmu,” “Nggak! Dasar PENGGANGGU!!” maki Melly padaku. Melly nyaris mendaratkan tamparan di pipiku seandainya Duta tidak menahan tangannya. “Ini salahku, Mel! Jangan salahkan dia,” pinta Duta pada Melly. Dia membelaku. Melly mematung, cewek cantik itu mematung. Bulir bening itu berjatuhan dan aku membeku, hatiku tertikam dasyat. Aku tidak suka dengan keadaan ini. Aku lepas cengkraman tangan Duta di lenganku, hendak pergi tapi lagi-lagi Duta menahan kepergianku. "Kak Usually, aku menyukaimu. Sungguh. Aku sayang dan cinta sama kamu, kak! Please aku butuh kamu, jangan pergi!" Duta terisak. Cogan yang selama ini aku suka, menangis dan menyatakan cintanya padaku. Aku seharusnya bahagia, tetapi tidak. Aku merasa menjadi orang paling hina karena sudah membuat hubungan Duta dan Melly rusak. Plaakk! Aku tampar cogan di depanku. "Aku nggak menyukaimu, Duta!" Aku mengepalkan tangan kiriku. Dingin meski barusan aku gunakan menampar pipi kanan Duta. "Aku membencimu!" Aku pergi meninggalkan Duta dan Melly. Samar-samar aku melihat Dika dari kejauhan. Wajahnya sendu, penuh luka. Ah.. Jika begini akhirnya, aku lebih bahagia menjadi cewek transparan. Tuhan, bisakah aku me-reset waktu???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN