Hening. Suasana mencekam langsung terasa kencang. Muliya hanya bisa pasrah lahir batin, apapun keputusan Adimas ia akan terima. "H-ha..mil?" Gumam Adimas tercekat. Muliya meneguk ludah, ingin beranjak pergi karena sudah bisa menebak jawaban suaminya namun lelaki itu justru menariknya kuat. "Jawab Mas, kamu hamil?" Ulang Adimas dengan tatapan tak terbaca. Muliya mulai berkaca-kaca, dengan gemetaran ia menundukkan wajah. "M-maaf ... maaf-maaf." Gumamnya dengan suara serak bergetar. Adimas membasahi bibirnya, dengan keadaan masih syok lelaki itu memeluk tubuh Muliya erat. Dan tiba-tiba meledakkan tangisnya. Adimas benar-benar merasa menjadi suami yang sangat jahat sekarang. "A-aku tau Mas gak mau aku hamil, t-tapi aku juga gak ngerenca—" "Sssst." Keduanya sama-sama menangis, karena