Pagi - pagi benar, Maura sudah bangun dan sudah siap dengan pakaian kemeja serta rok span selutut. Ia sangat berharap seklai bisa di terima bekerja di restaurant siap saji ini. Hanya berbekal wajah cantik, dan sikap yang sopan mungkin bisa di jadikan andalan bagi Maura.
Sambil berjalan menuju restaurant siap saji yang ternyata cukup jauh dari tempat kosnya, Maura pun sarapan pagi di sepanjang jalan. Cukup membawa air mineral di dalam tasnya dan mulutnya sibuk mengunyah roti isi cokelat yang di belinya di warung dekat kost.
Perjalanan dengan jalan kaki di tempuh sekitar tiga puluh menit. Lumaan juga membuat betis sedikit besar.
'Wah ... Ini restaurant cepat sajinya? Besar dan mewah,' batin Maura sambil mengedarkan pandangannya di sekitar gedung restaurant itu.
Ia berjalan masuk dan duduk di depan restaurant. Bangunan yang semuanya berbahan kaca tembus pandang. Banyak patung badut lucu menggemaskan, mungkin berfungsi sebagai penarik konsumen dengan aneka warna warni sehingga terlihat bagus.
"Sedang apa di sini?" tanya seorang laki -laki yang baru datang turun darii sebuah mobil yang di parkir di depan bangunan restaurant itu.
Maura menoleh kaget. Baru saja menikmati semua tempat restaurant ini dengan penuh rasa kagum.
"Ekh anu ... Saya ke sini mau cari pekerjaan. Kebetulan saya kemarin cari lowongan pekerjaan dari koran dan saya menemukan restaurant ini sedang membutuhkan tenaga kerja wanita yang berpenampilan menarik," ucap Maura sedikit gugup.
Lelaki itu menatap lekat Maura dari arah bawah hingga ke atas.
"Apa pendidikan terakhir kamu? Aku lihat ijasah terakhirmu?" tanya lelaki itu pelan.
Memang ini masih terlalu pagi. Manajer muda itu sellau datang lebih pagi di bandingkan karyawan lainnya. Selain ia memantau satu per satu kinerja karyawan. Ia juga ingin tahu loyalitas karyawan terhadap perusahaan itu seperti apa?
Maura menunduk. Ini yang menji hambatannya. Ia tak membawa ijasah pendidikan terakhirnya.
"Saya tidak punya Pak," jawab Maura sendu.
"Tidak punya? Apa maksudmu? Dimana - mana kalau mau bekerja harus membawa ijasah terakhir, daftar riwayat hidup dan surat lamaran pekerjaan. Bukan seperti ini melamar dengan tangan kosong," ucap manajer itu dengan nada tinggi.
"Ceritanya panjang Pak. Saya tidak bisa membawa seluruh ijasah dan data pribadi saya," ucap Maura pelan.
Ia memang gadis yang belum berpengalaman mencari pekerjaan. Tata cara melamar pekerjaan pun, Maura tidak paham. Ia hanya melihat kebanyakan orang yang p[pergi ke tempat kerjanya dengan memakai baju rapi, kemeja dan rok yang pantas.
"Cerita itu kan urusanmu, bukan urusanku. Aku bisa menerima pegawai yang memang menyerahkan surat lamaran pekerjaan, jadi saya tahu dan bisa menilai seseorang dari pendidikannya," terang Manajer muda itu.
Tatapannya memang tak lepas dari wajah cantik Maura.
"Apa tidak ada pekerjaan yang cocok untuk saya? Apa saja. Saya butuh pekerjaan untuk membayar kost dan makan sehari -hari," ucap Maura jujur.
Manajer muda itu bernama Daniel. Ia sedikit berpikir. Restaurant ini memang membutuhkan OB yang selalu datang pagi untuk membershkan smeua kotoran yang belum sempat di bereskan tadi malam sewaktu tutup restaurant. Tapi, jadi OB pun harus melewati proses yang jelas juga, tidak asal menerima pegawai yang tak memiliki identitas seperti ini.
"Nama kamu siapa?" tanya manajer itu kepada Maura.
"Maura Anastasia. Panggil saja Maura," jawab Maura lantang.
"Kamu sekolah?" tanya manajer itu pelan at menatap lekat Maurra yang masih terlihat belia.
"Saya baru saja lulus dari sekolah menengah atas," ucap Maura pelan.
Tak ada keraguan dari setiap jawaban yang di lontarkan oleh Maura.
"Oke. Kalau benar kamu mau kerja. Aku beri kesempatan kamu bekerja selama satu minggu. Kalau memang bagus pekerjaan kamu, maka kamu akan saya kontrak selama tiga bulan berlanjut seterusnya," ucap manajer muda itu yang nampak kasihan melihat Maura dengan raut wajah polos itu.
Kedua matanya membola kaget dan wajahnya mulai berbinar dengan senyum lebar di sudut bibirnya jelas menampakkan rasa bahagianya.
"Benarkah? Saya di terima bekerja di sini?" tanya Maura ingin memastikan.
"Ya," jawab manajer itu pelan sambil mengangguk kecil menjelaskan secara jelas.
"Terima kasih Pak," jawab Maura yang terlihat sangat bahagia sekali.
"Ya. Kamu tidak tanya? Bekerja di bagian apa?" tanyamanajer muda itu bingung. Kebanyakan orang yang di terima akan bertaya bekerja sebagai apa dan gajinya berapa.
Maura menggelengkan kepalanya. Baginya semua pekerjaan itu sama. Bisa mendapatkan pekerjaan di saat ia ingin sendiri dan mandiri saja itu sudah bagus.
"Semua itu tidak penting Pak. Bagi saya yang terpenting adalah mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan uang. Hanya itu," ucap Maura pelan. Rasa bahagianya tidak bisa terungkap dengan kata -kata, yang jelas pagi ini Maura bahagia.
Daniel hanya tersenyum. Membuat seseorang bahagia itu sederhana sekali. Maura memang polos sekali. Ia tidak memikirkan apa yang di hadapi nanti, asal ia sudah memilikki kemauan dan tekat yang bulat ingin bekerja.
"Bisa kita mulai sekarang. Mumpung yang lain belum ada. Kamu akan saya jelaskan, apa saja pekerjaan kamu. Oke, Maura?" tanya manajer baru itu pelan.
Maura mengangguk senang. Ia mersa hidupnya sangat beruntung. Walaupun kemarin ia merasa dirinya paling menderita, tapi berbeda dengan hari ini. Semua yang ia lakukan, semua yang ia korbankan itu mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Baik Pak. Saya siap sekarang," jawab Maura dengan penuh semangat.
Daniel tersenyum. Ia kagum dengan semangat Maura. Wanita muda yang tidak malu dan penuh keceriaan, sederhana. Sempurna sekali.
"Ayok kita masuk." titah Daniel pelan.
Daniel membuka pintu samping yang bertuliskan khusus karyawan. Ia masuk terlebih dahulu dan di ikuti oleh Maura di belakangnya.
Maura menatap kagum. Ia baru kali ini masuk ke dalam restaurant siap saji dengan peralatan masak yang sangat canggih.
Daniel sibuk dengan satu lemari yang berisi barang -barang Ia mengambil sebuah seragam dan memberikannya kepada Maura dengan satu anak kunci untuk satu lemari box kecil.
"Ini seragam untukmu. Pakai setiap masuk kerja," ucap Daniel pelan.
Lagi -lagi kedua mata Maura berbinar indah saat menrima baju seragam itu.
"Terima kasih Pak. Ekhem ... Namanya Pak siapa ya?" tanya Maura polos.
Hahaha ... Tawa Daniel pecah begitu saja saat mendengar pertanyaan Maura yang jujur. Wajahnya nampak gugup dan ragu.
"Dari tadi kita ngobrol. Sampai kamu di terima kerja, tapi kamu tak mengenal nama saya? Padahal name tag ini jelas ada nama saya," ucap Daniel pelan sambil menunjujjan name tag yang ada di dadanya.
Maura malu, ia berpura -pura menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Sambil menatap lekat ke arah bagian d**a Daniel untuk membaca jelas nama yang tertea di sana.
"DA -NI -EL," eja Maura pelan dengan mengulum senyum malu.