7

1016 Kata
"Betul banget. Itu namaku. Tolong di ingat baik -baik," ucap Daniel pelan. "Iya Pak. Saya akan mengingatny adengan sangat baik," ucap Maura pelan. "Jadi tugasmu sudah jelas ya? Kamu bertugas untuk membersihkan seluruh bangunan ini," ucap Daniel tegas menjelaskan tugas untuk Maura. Pagi ini, Maura sudah SAH menjadi salah satu karyawan di restaurant siap saji itu. Lebih tepatnya sebagai petugas kebersihan. Hari pertama tentu akan terasa sangat berat sekali bagi Maura. "Kamu sudah makan siang, Maura?" tanya Daniel yang tiba -tiba turun untuk mengecek pekerjaan karyawannya termasuk Mura. Maura tengah sibuk membersihkan meja restaurant. Ada beberapa meja yang masih belum di bersihkan. Maura menoleh ke arah Daniel. "Belum Pak. Kebetulan restaurant ramai sekali. Saya akan membereskan meja dulu," ucap Maura pelan. "Memang yang lain kemana? Kenapa hanya kamu yang membereskan meja?" tanya Daniel pelan. Ia mengernyitkan dahinya. Padahal masih ada beberapa meja yang belum di bereskan. "Saya kurng tahu Pak. Tadi pagi kan Bapak bilang tugas saya membersihkan bangunan ini. Saya hanya fokus dengan pekerjaan saya," ucap Maura pelan sambil tersenyum. Bagi Mura, bisa bekerja dan diterima saja sudah sangat beruntung. Minimal hidup Maura bisa berlanjut setelah ini. "Oke teruskan pekerjaanmu. Saya akan ke belakang sebentar," ucap Daniel pelan. Langkah kakinya tegas. Raut wajahnya terlihat sangar dan garang. Ia memang terkenal manajer baru yang tampan namun dingin dan cuek. Sikapnya tidak bisa di tebak. Kadang ramah dan lembut, kadang begitu terlihat menyeramkan bahkan lbih seram dari pocong dan kuntilanak yang sering ada di televisi. "Siang Pak?" sapa semua karyawan restaurant cepat saji itu di bagian dapur. Daniel berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. Memang tampan sekali. "Siang semuanya. Saya hanya ingin tahu, tugas siapa yang hari ini membersihkan meja depan? Biasany aada dua orang kan?" tanya Daniel dengan suara keras. Semua karyawan menunduk. Tidak ada yang berani mengangkat wajahnya. "Saya tanya sekali lagi. Siapa yang hari ini kebagian bertugas membersihkan meja depan?" tanya Daniel kembali dengan suara yang lebih lantang. "Saya Pak," ucap Dita pelan yang tergopoh - gopoh masuk ke dalam ruangan dapur. Kedua mata Daniel menatap tajam ke arah Dita yang nampak menunduk ketakutan. "Dari mana saja kamu? Bukannya kerja?" tanya Daniel dengan suara ketus. "Maaf Pak. Tadi, Saya cuma di ajak Ratna duduk di samping," ucap Dita lirih. Jawabannya tentu mengundang amarah Daniel. Ia ini karyawan biasa, tidak ada kerja santai. Semua pekerjaan ya lelah dan capek. "Apa? Ratna? Duduk -duduk di kursi tunggu samping sambil menikmati udara siang yang semilir? Lalu kerjaan kamu? Kamu tinggalkan begitu saja? Gitu?" tanya Daniel dengan nada sura yang begitu keras. Dita menunduk pasrah. Ia memang salah malah mengikuti apa yang di katakan Ratna. "Jawab?" ucap Daniel kepada Dita. "Maafkan saya Pak. Saya akan melanjutkan kerja," ucap Dita kemudian. Ia pun segera melangkahkan kakinya ke luar dan mulai bekerja kembali seperti biasa. Ia hanya melihat Maura yang tetap bersemangat bekerja tanpa memperdulikan lainnya "Ratna kemana?" tanya Daniel dengan suara keras saat melihat Dita sudah mengakui kesalahannya. "Tidak tahu Pak," ucap salah satu karyawan yang ikut mencri keberadaan Ratna. "Kalau ada. Bilang saya panggil dan suruh datang ke ruangan saya," ucap Daniel dengan suara tegas. Ia tidak mau bermain -main dnegan karyawan yang tak pernah serius. "Ya Pak. Nanti akan kami suruh ke ruangan Bapak untuk menemui Bapak," ucap salah satu karyawan menjawab pertanyaan Daniel. Daniel pun pergi keluar dari dapur menuju ruangannya. Ia pun memanggil Maura. "Maura? Ikut saya ke ruangan sekarang," titah Daniel dengan suara tegas. Maura yang masih sibuk mebersihkan meja pun langsung membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah Daniel yang masih menatap dirinya lekat. "Iya Pak. Tapi saya selesaikan ini dulu," jawab Maura pelan sambil menunjuk ke arah meja yang masih kotor dan sedang ia bersihkan. Daniel hanya mengangguk pelan. Daniel pun kembali meneruskan jalannya menuju ruangannya yang berada di lantai dua. "Kamu Maura? Ada hubungan apa dengan Pak Daniel?" tanya Dita pelan dengan penasaran. Ia mengelap meja sambil menatap Maura yang masih sibuk dengan pekerjaannya. "Iya Maura. Saya baru hari ini kerja, dan baru tadi pagi kenal sama Pak Daniel," jawab Maura dengan jujur. "Oh anak baru? Kirain anak pindahan dari cabang mana? Aku mau ngingetin aja. Pak Daniel itu pacarnya Ratna. Kamu tahu Ratna kan? Dia gadis paling cantik di cabang ini. Jadi, kmau gak perlu genit sma Pak Daniel," ucap Dita mengingatkan. Maura hanya mengangguk kecil. Dirinya hanya merasa aneh saja. Kenapa harus di nasihati seperti itu, memang dirinya dan Pak Daniel tidak ada apa -apa. Maura hanya ingin bekerja, cari uang. Itu saja. Tidak ada keinginan lain. "Iya Kak. Paham. Lagi pula, saya tidak pernah berniat untuk mendekati Pak Daniel atau menggodanya. Saya hanya ingin kerja dan dapat uang. Itu saja." jawab Maura lantang. Maura pun melanjutkan pekerjaannya dan segera menyelesaikannya. Karena setelah ii ia akan datang ke ruangan Pak Daniel. Secara ia anak baru, mau tidak mau ia harus benar -benar nurut. "Kalau sampai kamu menikam Ratna dari belakang. Kamu berhadapan denagn kita berdua," ucap Dita denga galak. "Ya. Lihat saja, kalau kamu goda Pak Daniel. Dia itu milik saya," ucap Ratna dari arah belakang Maura. Kedua mata Maura hanya membola dan kemudian memutar kedua bola matanya dengan malas. "Saya tidak akan menggoda Pak Daniel. Saya tidak tertarik sama sekali," ucap Maura denagn kasar. Maura tidak mua terus menerus di injak harga dirinya. Sesekali ia perlu berkata keras agar tidak di cemooh. Maura pun berjalan ke dapur untuk mengembalikan alat -alat kebersihannya dan keluar lagi menuju lantai dua. Sesuai dengan panggilan Daniel tadi, Maura pun datang ke ruangan manajer muda itu. Tok ... Tok ... Tok ... "Masuk," jawab Daniel dari dalam dengan suara keras dari dalam ruangan. ceklek ... "Pak Daniel? Maaf saya baru selesai membersihkan meja. Ada apa, memanggil saya?" tanya Maura pelan. "Duduk," ucap Daniel tanpa menatap Maura. Lalu menyodorkan satu kota bekal makanannya kepada Maura. "Makanlah. Kamu belum makan siang kan? Itu Mamahku yang membuatnya," titah Daniel pelan. "Ini buat saya Pak? Ini kan bekal Bapak. Saya bawa roti sisa sarapan tadi pagi," ucap Maura pelan. Daniel mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Maura. Ia tak pernah merasakan makan siang hanya makan roti sisa sarpan tadi pagi. "Apa? Roti?" ucap Daniel pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN