"Sejak kapan kamu jadian sama Bian?" Suara Safira terdengar tajam, nyaris seperti cambuk yang menyambar di udara. Nadira yang duduk di sofa langsung menegakkan punggungnya. Hatinya berdegup keras, tapi ia tetap berusaha menatap balik meski dadanya terasa sesak. "Aku bukan pacar Bian, Kak. Aku nggak pernah jadian sama dia," jawabnya dengan suara pelan tapi tegas. "Kami cuma jalan kalau dia lagi terbang ke Bali. Dia mampir ke restoran, biasanya buat makan malam." "Nggak mungkin cuma teman biasa kalau, di sini aja kalian bisa janjian, apalagi cuma berdua aja," balas Safira cepat. Tatapan matanya menyorot tajam, seolah ingin menguliti setiap kata yang keluar dari mulut adiknya itu. Nadira menggeleng. "Kak, kemarin itu aku sudah bilang sama Bian buat ajak Risa. Bahkan waktu dia jemput aku k

