Siapa tahu Takdir Bisa diNego

1900 Kata

Sore itu, langit Jakarta masih basah sisa hujan. Udara lembap bercampur aroma tanah yang khas, menembus ke dalam rumah keluarga Owka Narendra di Cipete. Di ruang tengah, Bian duduk di sofa, masih mengenakan kaus oblong dan celana rumah. Wajahnya murung, matanya sayu, dan tangannya sibuk memainkan cangkir teh yang sudah dingin. Di hadapannya, Papap Owka duduk santai juga mengenakan celana pendek sport dan baju kaos, menatap layar HP dengan kacamata separuh hidung. Tapi, dari tadi sebenarnya beliau tidak membaca apa pun. Akhirnya Papap menurunkan ponselnya dan meletakkannya di atas meja , ia melirik anaknya dari atas kacamata. "Kenapa bengong terus, kayak orang abis diserang ombak tapi nggak basah?" Bian mendesah berat. "Pap, Nadira udah pergi." "Pergi ke mana?" tanya Papap Owka lalu m

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN