Kegalauan Nadira

2408 Kata

Malam itu, tepat pukul 22.00 WITA, restoran Nadira sudah sepi. Kursi - kursi kayu telah ditata rapi diatas meja, lampu gantung redup menerangi ruangan yang mulai dingin. Para karyawannya sudah pulang. Ia baru saja menutup buku catatan pesanan harian, ketika ponselnya berbunyi, Sebuah notifikasi muncul, undangan video call dari kakaknya, Safira, dan Amira. Nadira tersenyum tipis. Ia duduk di salah satu meja dekat jendela besar, menghela napas sejenak, lalu menekan tombol terima. Layar ponsel membelah tiga, menampilkan wajah Safira, kakak sulung yang kini menetap di Jakarta dan Amira, si kakak nomor dua yang tinggal di Bogor. "Assalamualaikum…," sapa Safira duluan, suaranya hangat. "Waalaikumsalam!" jawab Amira berbarengan dengan Nadira. Sudah beberapa bulan mereka tidak bertemu bertiga

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN