Dan entah bagaimana, sore itu Vita duduk di sebuah café yang menghadap jalan besar, berhadapan dengan sosok pria yang paling ingin ia hindari. Mahardhika Montregard. Café itu ramai, tapi di meja pojok dekat kaca besar, atmosfer berubah mencekam hanya karena kehadirannya. Dhika duduk tenang dengan kancing kemeja atas sedikit terbuka, jemari panjangnya memutar cangkir kopi seakan dunia di luar hanyalah gangguan kecil. Tatapannya menusuk, dingin, membuat Vita merasa seperti seekor rusa yang terjebak di hadapan singa. Ia berdehem pelan, menegakkan punggungnya yang tegang. “Gue tahu apa yang terjadi sama Kaluna. Di SMA… ataupun di villa. Lo sama dia tidur bareng, ‘kan? Dan itu… karena Kaluna mabuk.” Dhika tidak bergeming, hanya mengangkat cangkir porselen, menyeruput perlahan. Setelah menaruh