“Adek, lepaskan permennya! Nanti giginya bolong gara-gara di makan ulat.” “Mimi, akal! Apan au mamam emen.” “Tadi ‘kan sudah makan satu, Adek. Besok lagi makan permennya.” “Gak au. Apan mamam emen.” Setelah makan malam, aku mengajak kedua kesayanganku belanja ke supermarket. Keduanya justru berdebat saat berada di dekat rak berisi permen dan camilan lainnya. Kelakuan Mami dan anak itu tidak beda jauh saat berada di Jogja. Setiap hari ada-ada saja perdebatan yang membuat mereka saling mendiamkan. Seperti saat ini, Zhafran berlari ke arahku dengan wajah cemberut. Ditangannya memegang satu bungkus permen lolipop. “Didi, oyong ...” Aku mengambil tubuh gembul nya lalu menaruhnya ke atas troli belanjaan. “Kenapa nangis?” “Mimi, akal,” adunya, bibirnya mengerucut. “Bukannya Adek sudah ma

