5

1116 Kata
"Om, jangan siram-siram Vero." kesal Vero membuat Mellia dan Jingga tertawa. Axel yang melihat Papanya menyerang Vero ikut mengarahkan selang ke arah Vero. "Semproooottttt." teriak Axel mengompori Ditto. "Seraaang Axeeeel." kini giliran Ditto yang berteriak mengarahkan selangnya ke arah sang putra. Vero yang melihat itu mengayunkan tangan, mengarahkan air-air yang berada di dalam kolam ke arah Axel. "Seraaang." "Papaaa kok serang Acel!!" kata Axel membuat Mellia semakin terbahak. "Mell, kamu harus ikut aku meet and great ya, harus." rengek Jingga mengajak Mellia untuk ikut bersamanya. Meet and Great kali ini memang hanya berisikan para fans Jingga yang selama ini mendukung buku ketiganya yang berjudul 'Love Will Remember'. "Nggak ah Nga. Kasihan Vero kalau sampai gue tinggal." kata Mell memperhatikan putranya yang tengah bermain di kolam karet yang Ditto buatkan. Putranya itu cepat akrab memang. Lihat saja betapa bahagianya ia mandi air dengan sepupunya Axel. "Ikut dong, Axel aja ikut. Ada Mbak, Mbak yang jaga." kata Jingga pada Mell. "Yah, yah. Gue butuh penyanyi nih. Biar nggak sepi Mell. Ya Mell ya." "Ikut aja Mell, kasihan tuh Kakak ipar kamu lagi hamil." kata Ditto menggendong Axel ditangan kanan dan Vero ditangan kirinya. "Ngidam nih ceritanya?" tanya Mell lucu. "Iya, Ya.. Ya..." rengek Jingga lagi. "Oke deh." ucap Mell membuat Mama dari Axel itu memeluk Jingga senang. *** Jingga benar-benar bahagia. Setidaknya rasa bersalah yang menghampiri relung hatinya sedikit terobati. Mell tidak membencinya itu lebih dari cukup bagi Jingga. Jingga menatap sedih Vero yang bermain tab dengan Axel, disampingnya ada Ditto yang terus saja bermain ponsel. "Okay, kali ini ada yang nyanyi nih, di Meet and Greatnya Mbak Jingga. Oh, iya mbak yang cantik ini adiknya Mas Ditto loh guys... Yuk kita pangill yuk... Mell Mell ... Mell ... Melll...." Mell... Melll.... Mell... Mell. Suara Audience menggema memanggil nama Mellia untuk keluar dari persembunyiannya. Wae neoegen geureoke eoryeounji Mengapa ini sangat sulit untukmu? Aereul sseuneun nareul jedaero bwajuneun ge Untuk melihatku mencoba sebagaimana mestinya? Neo hanae itorok Aku terkejut melihat Apeul su isseume nollagon hae Betapa banyak aku bisa terluka karenamu Godanhaetdeon haru Hari-hariku adalah perjuangan Naneun kkumeul kkwodo apa Bahkan mimpiku menyakitkan Neoyeotdamyeon eotteol geot gata Seandainya itu kau, bagaimana itu akan terjadi? Ireon michin naldeuri Jika hari-hari gila ini Ni haruga doemyeon marya Menjadi milikmu? Neodo namankeum honja Jika kau hancur sebanyak aku Buseojyeo bondamyeon alge doelkka Akankah kau tahu? Gaseumi teojil deut Semua rasa sakit yang memenuhiku Nal gadeuk chaeun tungjeunggwa Pada titik dimana hatiku akan meledak Eolmana neoreul wonhago inneunji Berapa banyak aku menginginkanmu? Naega neoramyeon Seandainya aku adalah kau Geunyang nal saranghal tende Aku hanya akan mencintai aku Setiap bait yang Mell nyanyikan seakan menghipnotis seluruh pengunjung MG Jingga. Sebagian mereka mengenal lagu yang Mell bawakan karena memang mereka anak muda yang menyukai K-Pop. Sedangkan yang lain merasakan setiap deru nafas dan nada yang mengalun dari Mell. Mereka seakan terhanyut dan merasakan kesedihan Mell dilagu tersebut. Terlebih ketika lagu ke dua dinyanyikan. Lagu berjudul If It's You milik penyanyi kenamaan Korea itu sukses dibawakan Mellia dengan sepenuh hatinya. Di sudut meja seseorang bahkan meneteskan air mata. Ia meremas dadanya yang terasa perih. Ia sendiri bertanya-tanya mengapa ia seperti ini? Mengapa begitu sakit melihat wanita itu bernyanyi di atas sana? "Di dunia ini aku telah menjadi kenangan yang mudah dilupakan." tutup Mell dengan kata-kata yang menyayat hati. Wanita itu menampilkan senyum hangatnya membuat penonton bertepuk tangan riuh. Nafas Ray terengah-engah saat mendengar kata-kata terakhir yang diucapkan Mellia. Apalagi ketika ibu dari anaknya itu berlari menghampiri sang putra yang tak mengerti raut kesedihan sang Mommy. "Pak anda baik-baik saja?" tanya Fendi melihat cemas ke arah bosnya. Ray masih terengah melihat anak dan ibunya saling berpelukkan. Matanya memandang sayu Mellia yang tak mungkin melihatnya. Ray ingin berlari ke sana dan memeluk Mellia serta Vero. "Pak." ujar Fendi sekali lagi. "Bawa saya pergi Fen, tolong bawa saya pergi." ucap Ray bergetar. Bukan hanya tangannya yang bergetar. Seluruh tubuhnya bergetar. Ada rasa yang menusuk tepat didadanya. Sakit membuatnya sulit untuk menghirup oksigen yang ada. ** Fendi memapah tubuh Ray yang tiba-tiba lemas. Atasannya itu memucat seakan tiba-tiba mendapatkan penyakit kronis dadakan. "Berhenti Fen." pinta Ray, lalu menyandarkan dirinya di pilar kafe. Ray membawa telapak tangan ke dadanya. Mengapa terasa sakit? Ray meremas dadanya yang terlapis kemeja. "Kenapa di sini sakit Fen?" tanyanya pada Fendi. Fendi melihat ke arah jemari atasannya. Atasannya meremas dadanya kuat, bahkan sesekali memukul-mukul pelan dadanya sendiri. "Maaf Pak?" tanya Fendi tidak mengerti. "Mellia, ibu dari anakku." "Kenapa di sini rasanya sakit Fen. Mendengar suaranya bernyanyi, mendengar kalimat terakhirnya. Kenapa terasa sakit di sini?" ujarnya memukul dadanya berulang lagi. Hanya batuk yang Ray dapatkan, membuatnya semakin terasa nyeri. "Pak." tegur Fendi ingin membantu tubuh limbung Ray. "Antarkan saya ke apartemen lama saya Fen. Saya ingin ke sana." Fendi mengangguk, dengan sepenuh hati Fendi memapah kembali tubuh atasannya. Selama tiga tahun Fendi bekerja pada Ray, belum pernah sekalipun Fendi melihat kondisi Ray yang seperti ini. Selama ini, Ray yang Fendi kenal, terkenal berdarah dingin. Tidak pernah ada sedikitpun ekspresi kesedihan yang nampak dari wajah atasannya. Bahkan, dikalangan pebisnis Ray terkenal cukup kejam menjatuhkan lawan-lawannya membuat lelaki itu dikenal bengis. Ray tidak pernah sedikitpun menerima kesalahan yang dilakukan para pekerjanya. Ia bahkan tak segan-segan memecat pekerjanya yang lalai dan para pekerja yang menurutnya tak berkompeten dalam pekerjaan mereka. "Apakah bapak butuh sesuatu?" tanya Fendi membantu membaringkan tubuh Ray setelah sampai diapartemennya yang lama. Apartemen yang dulunya berada satu gedung milik dengan Ditto dan Jingga. "Tidak, kamu boleh pulang." ucap Ray memejamkan mata. Fendi mengangguk lantas melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan apartemen Ray. Ray membuka matanya. Kilasan kejadian ia tertawa bersama Jingga dan Mellia. Kilasan Ray dan Mellia yang saling melempar bantal. Dan, kilasan peristiwa itu. Peristiwa dimana akhirnya Veronya ada. Mengalun seperti kaset rusak di kepala. Ray bangkir dari tidur. Ia berjalan mendekati jendela di kamarnya. Tiba-tiba saja air mata kembali menetes dari sudut matanya. "Ah, gue kenapa sih." gumam Ray menghapus air mata dengan tangan kanannya. "Gue butuh mandi." desah Ray merasa ada yang salah dengan dirinya. Ray berjalan ke arah kamar mandinya. Ia bahkan tidak melepaskan kemeja yang dikenakannya. Ray menghidupkan shower.Tubuhnya luruh. Air terus mengguyur tubuhnya dari atas. Air matanya menetes tak beraturan. "Arrrrgggg sakit. Sakit Mell. Jangan hukum aku Mell." "Mell... Hiks." isak Ray keras. Tangannya terus memukul dadanya yang terasa nyeri. "Hiks, sakit. Jangan pisahkan aku dengan putraku Mell. Jangan!!" teriak Ray kencang. Tubuhnya sudah basah kuyup. Ray menggigil dibawah shower yang terus menyala. Dingin. Hampa. Sakit. Semua perasaan itu mengumpul menjadi satu di dadanya. Ray memejamkan matanya. Laki-laki itu bersandar di dinding kamar mandi. "Vero, Daddy di sini sayang." "Daddy di sini Nak." "Daddy masih hidup." bisiknya pelan. "Mell." itulah kata terakhir yang Ray ucapkan sebelum benar-benar menutup matanya rapat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN