Bab 12. Tetangga Baru

1216 Kata
Gracie mengerjap-ngerjapkan matanya dan saat terbuka lebar, ia terkejut saat menyadari sedang berada di ruangan yang tidak asing baginya. "Rumah Sakit? Kenapa aku bisa ada di sini? Apa yang terjadi denganku?" gumam Gracie, ingin segera bangkit, namun ia masih merasa kepala yang sangat sakit, membuatnya merintih pelan, "Akh ...." Di saat itu, Suster yang menangani Gracie kebetulan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri pasiennya tersebut. "Bu Gracie, syukurlah Ibu sudah sadar. Lebih baik Ibu istirahat saja ya dulu ya, kondisi Ibu masih lemah," ucap suster tersebut dengan perasaan lega. Tak dapat menahan rasa penasaran, Gracie bertanya pada suster, "Kenapa saya bisa ada di sini? Apa yang terjadi dengan saya, Sus?" Suster itu menjelaskan dengan nada tenang, "Oh, tadi Ibu pingsan dan ada orang yang membawa Ibu ke sini." Gracie mencoba meresapi informasi itu, mencari tahu apakah ada masalah serius yang tengah ia hadapi. "Lalu, apa yang terjadi dengan saya, Sus? Apa ada masalah?" tanyanya, dengan harapan bahwa segalanya akan baik-baik saja. Hatinya merasa cemas, tetapi ia berusaha tetap tenang agar tidak menambah beban pikirannya. Suster tersenyum menenangkan. "Ibu tenang, ya. Setelah tadi diperiksa, ternyata Bu Gracie pernah berobat di sini dan memiliki riwayat anemia, itu juga yang saat ini terjadi. Yang penting sekarang Ibu istirahat saja dulu, nantinya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut." "Tapi, Sus, saya ini banyak pekerjaan. Saya harus ke butik sekarang," kata Gracie, panik, apalagi hari ini ia juga ada janji meeting bersama CEO Perusahaan Xavier Group, Drake. "Jangan sekarang ya, Bu. Lagi pula, suami Ibu juga sebentar lagi akan datang ke sini," kata suster. "Hah? Memang siapa yang sudah bawa saya ke sini? Dari mana dia tahu, siapa suami saya?" tanya Gracie kebingungan. "Katanya, dia tetangga Ibu dan dia seorang laki-laki," terang suster. Gracie merasa terkejut. "Tetangga baru? Mana mungkin ada tetangga baru yang tahu tentang aku? Aku dan Kak Alfa saja belum sempat berkenalan dengan tetangga di sana," batinnya, hatinya bertanya-tanya siapa orang itu dan kenapa harus bersikap misterius? "Apakah orang itu menyebutkan namanya, Suster?" tanya Gracie dengan wajah penasaran. "Tidak, Bu. Orang itu buru-buru, jadi segera pergi," jawab suster. Gracie mencoba menggali ingatannya saat tadi dia masih berada di depan rumah, dan tiba-tiba saja kepalanya sakit yang amat sangat. Ada seseorang yang menolongnya, walaupun samar-samar ia melihat wajah orang tersebut. Dari sederet kenangan yang belum hilang, dia bisa mengingat bahwa orang itu adalah seorang pria dan akhirnya, Gracie pun pingsan. Baru sadar saat ia sudah berada di rumah sakit. "Grac, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" tiba-tiba terdengar suara pria yang masuk ke dalam ruangan itu. "Kak Alfa," gumam Gracie lega. "Apa itu suami ibu?" tanya suster. Gracie mengangguk. "Ya, itu suami saya, Sus," jawabnya. Suster tersenyum. "Ya sudah, kalau begitu saya tinggal dulu ya. Saya baru saja memasukkan obat lewat infus. Untuk lebih lanjutnya, nanti akan saya kabarkan setelah pemeriksaan." "Terima kasih ya, Sus," ucap Gracie, disusul oleh Alfa. "Sama-sama, Pak, Bu. Saya permisi dulu," balas suster dan segera keluar dari ruangan itu. Setelah itu, Gracie mencoba untuk menenangkan diri dan menatap Alfa, suaminya. "Kak, aku nggak apa-apa kok. Aku baik-baik saja. Aku hanya anemia. Kamu juga tahu 'kan, aku punya riwayat penyakit itu?" ujarnya. Namun, Alfa sepertinya tidak terkesan dengan alasan itu. "Ck, aku pikir ada apa. Bisa tidak, kamu itu jangan manja. Aku ini lagi banyak pekerjaan, tapi tiba-tiba saja ada yang menghubungiku dan bilang kamu ada di rumah sakit. Aku diminta untuk langsung datang ke sini. Kalau aku tahu hanya seperti ini, aku bisa minta sopir untuk jemput kamu tadi," tukasnya, yang membuat Gracie tersentak. "Kak, kenapa kamu bicara seperti itu? Aku ini lagi sakit, Kak dan aku ini istri kamu. Memang sudah seharusnya 'kan, kamu datang ke sini?" Gracie merasa kecewa dan sakit hati, dia merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri. "Kalau kamu memang nggak niat dan terpaksa, untuk apa juga sih kamu datang? Aku nggak butuh kamu marah-marah dan menyalahkan aku. Aku juga nggak minta seperti ini," ujar Gracie dengan nada kesal. Dalam hati Gracie, berbagai macam pertanyaan mulai bermunculan, "Apa aku ini terlalu banyak merepotkan Kak Alfa? Atau memang, dia yang sama sekali nggak peduli lagi sama aku?" Kini Gracie merasa semakin terpukul dan terisolasi, karena dia merasa suaminya tidak mendukung dan mengerti kondisinya. Namun, ia tak memiliki pilihan selain mencoba untuk mengatasi masalah ini selain bersabar dan mencoba untuk menerima kenyataan yang begitu pahit. "Sudahlah, jangan banyak drama. Tadi kata suster, kamu masih harus berada di sini kan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jadi sekarang aku mau ke kantor lagi, aku ada meeting penting. Nanti kamu kabari aku saja kalau memang sudah boleh pulang," kata Alfa. Gracie tak menjawab. Begitu Alfa pergi meninggalkannya sendirian, air matanya jatuh begitu saja, meluapkan rasa sakit hati yang mendalam. "Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini, Kak? Kenapa sikap kamu benar-benar berubah?" gumam Gracie dalam hati, mencoba tetap tegar menghadapi semua ini. *** Sore harinya, Gracie sudah diperbolehkan pulang ke rumah dan diberi vitamin untuk penambah darah. Dia disarankan oleh dokter untuk beristirahat dulu di rumah, namun rasanya tak bisa tinggal diam hanya berada di kamar. Rasa penasaran akan tetangga baru yang sudah menolongnya tadi pagi dan membawanya ke rumah sakit, serta mengetahui identitasnya dan Alfa, terus menghantui pikirannya. "Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia tahu tentang aku dan Kak Alfa?" pikir Gracie, saat menggenggam erat tangan kanannya yang menggigil, mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Gracie merasa berhutang budi dan ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan cara yang tulus, tak enak jika datang dengan tangan kosong Tiba-tiba, kepala Gracie tercetus dengan ide, "Ah, aku tahu! Lebih baik aku memasak sesuatu untuknya." Dengan semangat yang menggebu, Gracie segera menuju ke dapur dan memutuskan untuk membuat nasi goreng sederhana. Karena mereka baru saja pindah ke rumah itu, persediaan bahan makanan di kulkas belum lengkap. Namun, Gracie memiliki keahlian memasak yang baik sehingga ia yakin bisa menghasilkan nasi goreng yang lezat. Aroma masakan itu pun mulai menyebar ke seluruh rumah, menggoda selera. *** Di sisi lain, Drake yang sedang dalam perjalanan tiba-tiba menerima telepon dari kakeknya. Ia pun menjawab telepon itu dan berkata, "Iya Kek, ada apa? 'Kan tadi aku sudah aku katakan, hari ini aku tidak pulang ke rumah. Aku akan pulang ke rumahku yang berada di Jalan Rajawali, jadi Kakek tidak usah menungguku pulang." "Kamu ini benar-benar keterlaluan! Sudah Kakek katakan, jangan sampai kamu tidak datang ke acara kencan buta itu, tapi kamu tetap saja tidak datang!" terdengar suara Carlos yang memarahinya dari seberang telepon. "Aku juga sudah jelaskan, tadi aku ada meeting penting dan tidak bisa meninggalkan meeting itu. Sudah dulu ya, Kek. Nanti aku hubungi lagi," ucap Drake sambil memutuskan panggilan, daripada harus mendengarkan amarah kakeknya lebih lama. "Maaf, Kek. Aku hanya ingin tenang daripada terus mendengar amarah dan perjodohan," gumamnya dalam hati. Tak lama kemudian, Drake tiba di rumah terkecil di antara rumah lain yang ia miliki, tempat biasa ia menyendiri dan bisa menjadi lebih tenang. Saat hendak masuk ke dalam rumahnya, Drake membalikkan badan dan melihat rumah tetangga baru yang berada di sebrang rumahnya. Drake tersenyum tipis saat melihat pintu rumah itu terbuka dan terlihat seseorang yang keluar dari sana. "Itu dia, tetangga baru! Dia pasti akan datang ke sini untuk mengucapkan terima kasih," batin Drake dengan yakin dan penuh harap, merasa mungkin ini bisa menjadi kesempatan untuk mengalihkan perhatiannya dari amarah kakek dan perjodohan yang tak diinginkannya. Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN