Di kediaman Satria, setiap hari Rosa marah-marah tidak jelas. Samira dan Maya selalu menjadi santapan empuknya. Dulu, rumah itu terasa damai dan tenteram. Namun, semenjak kedatangan Rosa, suasananya berubah drastis. Jika Nilna seumpama angin yang bertiup lembut, Rosa seperti guntur yang suaranya membuat gaduh telinga dengan amarah dan bentakannya. Dua hal yang sangat jauh berbeda. “Lama amat bikin jus aja!” bentak Rosa kepada Samira siang itu. “Tadi masih ganti popok Ibu, Kak. Beliau BAB. Makanya dahuluin Ibu karena kasihan nanti beliau nggak nyaman,” jelas Samira. Jus yang sudah hampir diseruput, langsung dibuang Rosa beserta gelasnya. Bunyi pecahan terdengar, membuat Samira terlonjak. “Kamu berani bikinin aku jus setelah nyentuh kotoran? Nggak ngotak kamu, ya!” “Maaf.” “Maaf-maaf