Faruq sebenarnya berat meninggalkan kos-kosan Zia. Hanya saja, ia harus menyelesaikan masalahnya dulu dengan keluarga Latifa agar selesai hari itu juga. Toh, dipanggil sampai berulang kali pun, Zia tidak mau keluar. Percuma juga di sana. Sambil sesekali memijat kening, mobil Faruq membelah jalanan kota hingga tiba di Kelurahan Ngronggo. Di sanalah rumah sang mertua. Dengan d**a masih diselimuti amarah, pria itu mengetuk pintu setelah memarkirkan kendaraan. Pada ketukan kedua, pintu terbuka. Seorang ART mempersilakan masuk. “Sudah ditunggu Bapak di ruang keluarga, Mas Dokter,” ujar ART itu setelah saling bertukar salam. “Apa kabar, Mak?” tanya Faruq sambil tersenyum. Bagaimanapun juga, ia sangat kenal dengan wanita itu. “Alhamdulillah baik, Mas Dokter. Mas Dokter bagaimana?” “Saya alh