9. Bertengkar

1197 Kata
Pagi hari, Keyara tak berhenti bolak-balik ke kamar mandi. Perutnya sangat mual seperti diaduk-aduk. Dan dia merasa kalau tubuhnya sangat lemas. Belum lagi, keringat dingin bercucuran di pelipisnya. Suaminya belum bangun. Dan dia harus menahan pusing sendirian di kamar mandi. Rex gelisah dalam tidurnya. Sejak semalam, bocah itu tidak bisa nyenyak. Rex membuka matanya. Tanpa membangungkan Ray dan Rey, ia turun dari ranjang kecilnya. Membuka pintu dengan susah payah. "Ihh melinding!" ucap Rex mengusap bulu kuduknya. Lampu di rumahnya semua padam. Hanya ada cahaya dari celah-celah jendela. Untuk ukuran orang dewasa saja, dikatakan gelap. Apalagi untuk Rex. Rex berlari dengan cepat menuju kamar Papa Mamanya. Setelah sampai, tanpa basa-basi bocah itu mendobrak pintu. Rex melihat Papanya tidur dengan ngorok. Ia bergidik ngeri. Bagaimana Mamanya bisa tidur dengan orang sebrisik Papanya?. "Hoeeek hoeeek!" Rex tergagap saat mendengar suara orang muntah-muntah. Dengan langkah kecilnya, Rex menuju kamar mandi. Sumber suaranya disana. Rex mendapati Mamanya berdiri lemas di depan wastafel. Rex langsung memegang kaki Mamanya dengan khawatir. "Mama kenapa muntah-muntah?" tanya Rex dengan mata berkaca-kaca. Rex sedih melihat wajah pucat Mamanya. Bahkan Mamanya sampai mengeluarkan air mata. Pandangan Rex jatuh pada bibir Mamanya. Sekelebat ingatan mengarah pada saat Papanya memakan habis bibir Mamanya. Pikiran negatif tentang Papanya, langsung merasuk di ingatan kecilnya. "Oh jadi Papa yang udah bikin Mama muntah-muntah. Awas aja, Pa. Papa lawan aku sekalang." batin Rex dalam hati. "Rex kok udah bangun, nak?" tanya Keyara mengelus rambut anaknya. Ia kaget melihat anaknya yang tiba-tiba masuk ke kamar mandi. "Pelasaan Lex gak enak, telus Lex ketini. Telnata Mama muntah-muntah. Papa jahat banget ya Ma. Udah buat Mama muntah kayak gini." ucap Rex memegang tangan Mamanya. "Papa baik. Jangan ngatain Papa jahat. Ayok keluar! Mama udah gak papa." balas Keyara. Rex menggenggam tangan Mamanya. Seolah bocah itu yang menuntun Keyara. Keyara tersenyum kecil melihat tingkah anak pertamanya. "Keyara, kok wajah kamu pucet banget?" tanya Gerald beranjak dari ranjang. Baru aja pria itu membuka matanya. Dan tidak mendapati keberadaan istrinya. Saat mau mencari, Keyara keluar dari kamar mandi. "Ini semua gala-gala Papa. Papa yang udah bikin Mama muntah-muntah kayak tadi." ucap Rex marah. Rex maju dan meninju perut Gerald dengan brutal. "Papa jahat. Udah bikin Mama sakit, malah tidul ngolok. Gak coba nyembuhin Mama lagi," oceh Rex masih brutal memukuli Papanya. Keyara sudah memisah, tapi anaknya tetap kekeuh. Rex belum puas kalau belum buat Papanya babak belur seperti yang pernah dia lihat di tv. Sebenarnya mudah untuk Gerald mencekal tangan Rex, tapi pria itu membiarkan saja anaknya. Gerald ngaku salah kalau dia tidak dengar saat Keyara muntah-muntah. Karena semalam, Gerald ada kerjaan yang membuat pria itu lembur sampai jam dua pagi. Gerald sangat ngantuk. Dan ini masih jam lima pagi. Namun, anaknya juga sudah bangun. Dalam hati, Gerald bangga dengan Rex. Walau masih kecil, Gerald bisa merasakan kalau anaknya nanti akan menjadi pria yang lebih bertanggungjawab daripada dirinya sendiri. "Rex udah. Mama udah sehat, tadi Mama muntah-muntah karena adek kamu di dalam perut Mama." jelas Keyara. "Adek aku? Adek aku siapa Ma?" tanya Rex bingung. "Kamu, Ray dan Rey bakal punya adek kecil lagi. Tapi masih di perut Mama." Keyara juga bingung menjelaskan pada anaknya. Apalagi Gerald yang tidak bisa merangkai kata. "Telus kenapa adekna gak kelual, Ma? Aku mau adek cewek yang cantik, yang mungil bial bisa ku gendong, dan gak nangisan." ucap Rex. "Adeknya akan keluar kalau udah waktunya, sayang. Semoga aja adeknya cewek." "Telu kenapa adekna bikin Mama muntah-muntah?" Keyara menggaruk kepalanya. Ia juga tidak tau apa jawabannya. Kalau dijawab 'memang orang hamil itu akan muntah-muntah. Pasti akan ada pertanyaan tentang apa itu hamil. "Mama dulu saat hamil kamu, juga gitu. Mama juga muntah-muntah." ucap Gerald ikut menimpali. "Aku dulu juga dipelut Mama, Pa?" tanya Rex kagum. "Iya. Kamu, Ray sama Rey bertiga di perut Mama." jawab Gerald. "Kok aku gak inget, Pa? Papa bohong pasti." ucap Rex menyelidik. Sebenarnya Rex berharap ia ada di perut Mamanya. Kayaknya asik di dalam sana. "Memang gak ada yang ingat kalau masih di dalam perut. Udah ah, jangan tanya lagi. Kamu gak akan ngerti." ujar Gerald yang mulai pusing. Anaknya mempunyai pemikiran yang kritis. Tanyanya juga sangat mendetail. "Yaudah deh, yang penting aku mau adek cewek. Gak mau yang lain. Aku pelgi dulu. Nengokin Lay sama Ley." Rex turun dari ranjang Papanya. Segera berlari menemui adik-adiknya. Rex siap menceritakan sesuatu yang baru dia ketahui. "Lay, Ley, aku punya kabal baluuu!" pekik Rex memasuki kamar sambil berlari. Ray dan Rey yang sudah membuka matanya, langsung antusias. "Ada apa Lex?" tanya Rey yang sudah kepo. "Kita mau puna adek lagi. Yeyyy!" pekik Rex girang. "Mana adeknya?" timpal Ray tak kalah antusias. "Masih di pelut Mama." jawab Rex. "Kenapa gak kelual?" protes Rey yang sudah ngegas. "Kata Mama belum waktuna kelual. Telus Papa juga bilang, kalau dulu kita juga di perul Mama." ucap Rex mencoba menjelaskan dengan bahasanya. "Kapan kita di pelut Mama?" tanya Ray menelisik. Rex menggaruk kepalanya. Bagaimana sekarang dia menjelaskan semuanya pada Ray dan Rey. "Aku juga gak ingat sih." jawab Rex. "Kenapa kita juga di pelut Mama? Kan pelut Mama kecil." celoteh Rey. "Diem deh, Ley. Aku juga bingung maksud Mama sama Papa apa." serobot Rex yang tiba-tiba kesal. "Kan kamu duluan yang clita. Kok Ley yang kamu malahin!" sentak Ray yang ikut membela Rey. "Aku kan cuma clita, jangan ditanya telus. Aku kan pusing," bela Rex. "Udah tau pusing, kenapa celita?" pekik Rey dengan berani. Rey akan berani melawan Rex kalau Ray sedang ada di pihaknya. "Kan balu telasanya sekalang!" "Yaudah diem aja!" "Kenapa kamu nyuluh-nyuluh aku diem!" "Telselah aku dong!" "Bacot kalian!" maki Rex memukul Ray dan Rey dengan guling kecil yang dia ambil. Dan terjadilah pergulatan dua lawan satu. "Sini kalian! Jangan belaninya main keloyokan. Maju satu-satu!" ucap Rex mendorong tubuh Rey yang langsung terjengkang. Untung terjengkangnya di kasur. Kalau di lantai udah pasti langsung bonyok. Ray tak mau kalah, ia berusaha mendorong Rex. Tapi Rex lebih unggul. Rex menindih tubuh Ray dan menaboki adiknya itu. "Nih buat kamu yang banyak cingcong. lasain nih lasain." ucap Rex dengan gemas. Rey yang udah bangun dari kejengkangnya, langsung menubruk tubuh Rex dengan keras. Membuat Ray yang dibawah makin merasa penyet. Ray memberontak, mencoba mendorong tubuh Rex dan Rey. "Ley minggil kamu. Aku gak bisa napas!" teriak Ray. Rey langsung minggir dan menarik kerah belakang piyama Rex. Mendorong Rex hingga jatuh telentang di kasur. Ray dan Rey gantian nyerang Rex. Rex menendang nendangkan kakinya ke udara. Hingga mengenai dagu Ray dan pipi Rey. "Awas kalian! Kalau ada temen-temen yang nakal, aku gak akan belain kalian. Bial sekalian kalian beldua dibully!" ucap Rex masih menendang-nendang. Omongan Rex seperti bom untuk mereka. Rey yang memang paling cengeng diantara mereka, langsung menangis dengan keras. Tidak dibela oleh Rex adalah momok paling menyeramkan. "Huwaaaa Mama Papa!" tangis Rey makin kencang. Ray yang melihat adiknya menangis, juga ikutan menangis. "Huwaaaa Lex nakal!!" Ray menangis tak kalah kencang. Membuat Rex makin geram. Rex mengerubuni dua adiknya dengan selimut, hingga suara tangisan kedua adiknya sedikit teredan. Dan Rex langsung berlari menuju kamar mandi. Daripada ia mendengar tangisan adiknya, lebih baik ia pipis dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN