12. Penderitaan

2340 Kata
"Mama aku sosisnya mau lagi!" pinta Rey pada Keyara. "Ini bagiannya Rex. Kamu kan udah makan." jawab Keyara lembut. Rey cemberut. Ia masih pengen sosis bakar lagi. "Kasih aja Ra. Nanti Rex aku beliin sosis yang di supermarket. Aku bakarin sendiri. Rex gak bisa makan kalau bumbu penyedapnya kerasa banget." ucap Gerald. Keyara pun mengangguk. Memang Rex anti dengan penyedap buatan. Lidahnya pasti langsung gatal. "Ra, itu kenapa pintu rumah kebuka lebar?" tanya Gerald bingung. Satpam di rumahnya juga tadi malam ijin pulang kampung. "Masak iya aku lupa ngunci." gumam Keyara. Keyara segera memasuki rumah. Memastikan tidak ada apa-apa yang terjadi. "Rex, kamu di mana, nak?" teriak Keyara. Mendengar teriakan istrinya membuat Gerald mendekat. Ia melihat kamar Rex yang juga terbuka lebar. "Pasti dia main, Ra. Kamarnya aja kebuka lebar gitu." ucap Gerald mendudukkan dirinya di sofa. "Lex main gak ajak-ajak." celetuk Ray. "Iya, nanti biar Papa marahin kalau Rex pulang." jawab Gerald menciumi pipi gembil anaknya. "Mas, di kamar gak ada. Ranjangnya Rex juga basah banget mas. Ini ada bekas es batu, Rex habis ngapain?" Keyara sudah panik. Ia memegang erat selimut anaknya. "Mas, anak hilang malah santai-santai aja. Gimana sih!" kesal Keyara saat Gerald malah fokus sama hp nya. "Main sama Azka palingan. Aku ada rapat mendadak. Aku harus pergi." ucap Gerald berlari ke kamarnya. Mandi kilat dan berganti pakaian dengan stelan kantor. "Mas, kamu cari dulu Rex nya!" Pinta Keyara memelas. "Sama Azka. Nanti juga balik. Kamu gak usah khawatir." "Rex anak aku. Bagaimana aku gak khawatir?" teriak Keyara. "Jangan teriak-teriak. Kasihan dedeknya yang di sini. Dah aku pergi. Hati-hati di rumah sama anak-anak."  Gerald mencium kening istrinya. Melenggang pergi begitu saja. "Mas, apa gunanya uang banyak kalau Rex sampai kenapa-napa? Tinggalin rapat kamu. Cari Rex dulu!" titah Keyara menarik jas belakang suaminya. "Namanya anak kecil ya main-main, Ra. Setengah jam lagi pasti pulang." bentak Gerald tanpa sadar. Waktunya sudah mepet. Ia harus cepat sampai kantor. Melihat Mamanya yang dibentak-bentak, membuat Ray dan Rey mendekati Mamanya. "Mama di sini aja. Aku sama Ley mau panggil Lex dulu." ucap Ray. "Mama ikut," jawab Keyara. Keyara menutup pintu rumahnya dan mengajak Ray dan Rey mencari Rex. Sesampainya di rumah Azka. Hanya ada bastian, juga Reno. Mereka mengaku kalau Rex tidak ada di sana. "Jangan bohong kamu, Ka!" ucap Rey menuduh. "Bocil-bocil nuduh orang bohong. Cari aja di dalem!" sentak Azka. Azka emang sering ngegas kalau diajak bicara Ray atau Rey. Azka hanya cocok sama Rex. "Ma bohong Ma. Pasti Azka nyembunyiin Lex." ucap Rey mengadu. "Dasar cupu. Kalau gak berlindung di ketek Rex, berlindung di ketek Mamanya. Huuuu cupu cupu cupu!" ejek Azka yang tidak takut walau ada Mama Rey. "Udah-udah. Kita ke rumah Farel aja. Siapa tau dia di sana." ucap Keyara menengahi. "Makasih ya Azka." pamit Keyara. Azka mengangguk. Sampai di rumah Farel, juga sama sekali tidak ada tanda-tanda Rey disana. Farel main kelereng sendirian di teras rumah. "Falel gatau tante, kemalin setelah Lex bilang dia sakit pelut, Lex langsung pulang. Solenya juga gak main lagi sama aku." jelas Farel dengan cedal. "Kapan Rex sakit perutnya?" tanya Keyara kaget. "Kemalin pagi. Pas sepak bola, Lex ngeluh kalau pelutnya sakit. Tlus langsung pulang." Keyara menggigit bibirnya gelisah. Tanpa pamit ia menggeret Ray dan Rey untuk segera pergi. Keyara merogoh saku dasternya. Mengambil hp untuk menghubungi suaminya. Dering pertama langsung diangkat suaminya. "Ada apa, Ra?" tanya Gerald dari sebrang sana. "Ini gimana? Rex gak ada di rumah Azka. Di rumah Farel juga gak ada." isak Keyara. "Yaudah nanti aku suruh Yogi untuk bantu cari. Aku masih sibuk nih." "Rex anak kamu apa anak Yogi? Kenapa cari anak aja nyuruh sekretaris?" teriak Keyara yang sudah tak peduli kalau ia masih di jalanan. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya. "Tapi aku beneran masih repot, Ra. Semuanya riweh." "Kerjaan lebih penting dari anak? Trus kenapa buat kalau ujungnya ditelantarin kayak gini?" tanya Keyara emosi. "Aku gak nelantarin. Aku kan udah bilang. Aku suruh Yogi untuk cari." Keyara mematikan sambungan telfonnya sepihak. Ia berjalan cepat untuk segera ke rumah. Ray dan Rey mengikuti Mamanya dari belakang. Setelah sampai rumah, Keyara mendudukkan dirinya di sofa. Kakinya sudah sangat linu. Perempuan itu mengelus perutnya yang tiba-tiba kram. "Mama sakit?" tanya Ray yang tidak di gubris Keyara. Keyara sangat pening. Rex hilang tiba-tiba dan Gerald malah membentak-bentaknya. Belum lagi morning sickness yang sudah ingin menyerangnya. "Mama aku lapal," ucap Rey. Keyara mengambil hp nya. Mendial nomer Ayahnya untuk meminta bantuan mencari Rex, tapi Ayahnya juga tak mengangkat telfonnya. "Ma, Ley lapel Ma." rengek Rey sekali lagi karena merasa tak dianggap Mamamya. "Jangan ngerengek terus deh Rey. Mama pusing," sentak Keyara tanpa sengaja. Rey diam menunduk. Tak pernah sekalipun Mamanya membentak kayak gini. "Makan puding yang di kulkas yuk!" ajak Ray. Rey menyetujui. Mereka berdua bergegas ke dapur untuk mengambil puding. Keyara mencoba menelfon Ayahnya lagi. Dering ketiga baru diangkat. "Assalamualaikum, Yah." sapa Keyara. "Waalaikumsalam, Ra. Ada apa?" "Rex hilang, Yah. Boleh minta bantu cariin? Aku udah keliling komplek tapi gak ketemu. Ray dan Rey juga rewel di rumah." adu Keyara. "Suamimu ke mana? Udah tau apa belum?" "Mas Gerald kerja. Katanya dia sibuk. Belum bisa cari Rex." jawab Keyara jujur. "Oh yaudah. Suruh kerja terus aja. Biar nanti saat tua, kerjaan yang ganti ngurusin dia." jawab Regan acuh. "Ayah kok gitu. Keyara khawatir sama Rex." "Ayah gak tau. Ayah juga sibuk. Palingan Rex udah diculik sama orang. Dah biarin aja. Kamu juga bentar lagi punya anak. Itu bisa gantiin Rex." "Ayah kenapa ngomong gitu?" tanya Keyara histeris. Kata penculikan menjadi momok untuk Keyara. Hari-hari ini sangat marak penculikan anak. Keyara sudah kalangkabut. Ia pusing sendiri. Dengan bergegas, Keyara mematikan sambungan telfonnya. Dia pergi keluar mengambil motor. Tanpa mandi ataupun berganti pakaian, Keyara melajukan motornya untuk mengelilingi komplek sekali lagi. Bayangan anaknya diculik dan dimasukin kardus lalu di exsport ke luar negeri, membuat Keyara menangis di perjalanan. ▪️▪️▪️▪️▪️ Rex tertidur pulas di ranjang sembari tangannya memegang erat tangan kakeknya. Setelah berbagai bujuk rayu, akhirnya Rex mau turun dari gendongan kakeknya juga. Regan harus berjanji dulu untuk tidak meninggalkan Rex saat Rex tertidur. Regan menarik tangannya hati-hati, ia kebelet ke belakang. Baru aja tangannya terbebas, Rex sudah mencengkramnya lagi. Tiba-tiba bocah itu terbangun. Matanya berkaca-kaca."Kakek mau tinggalin aku ya?" tanya Rex sedih. "Enggak sayang. Kakek cuma mau ke belakang bentar," jawab Regan lembut. "Aku ikut!" ucap Rex. Regan menghela nafasnya. Mau pipis udah sampai di puncak, tapi Rex kebangun lagi. "Rex sama nenek dulu. Nanti kakek balik lagi kok. Ini pegang tangan nenek aja." ucap Mika lembut. Rex mengangguk. Memegang erat tangan neneknya. Sedangkan Regan segera ke kamar mandi. Sebelum balik ke kamar cucunya, Regan menyempatkan untuk sarapan dulu. "Pak, ada laporan. Keyara naik motor sendirian di jalanan." ucap anak buah Regan dengan sopan. Anak buah yang bertugas memantau anak-anaknya. "Biarin aja. Jangan ada yang kasih tau kalau Rex ada disini. Tutup semua akses Gerald yang ingin mencari anaknya." ucap Regan dengan tegas. Darel mengangguk. Pria tiga puluh tahun itu selalu menjalankan tugasnya dengan benar. "Mas, Rex nyariin tuh!" panggil Mika. Rex sudah ngerengek karena Kakeknya sangat lama. Regan segera masuk kamar rawat Rex. "Kok kebangun lagi?" tanya Regan lembut. "Panas kek," keluh Rex mengusap keningnya. Bukannya membaik, suhu tubuh Rex malah makin panas. Dokter Farhan segera melakukan penanganan. Rex makin rewel dan gak bisa diam. "Dokter ini sebenarnya sakit apa sih? Kenapa demamnya makin tinggi?" tanya Mika khawatir. "Sabar, bu. Memang begini. Nanti bakal turun. Sudah infus vitamin sama cairan. Nanti tebus obatnya di depan ya." jelas Dokter Farhan. "Lex capek tidul teLus. Lex mau main!" keluh Rex menendang-nendangkan kakinya. "Kan masih panas badannya, sayang." Dokter Farhan ikut menenangkan. "Kepala Lex pusing kalau tidul telus. Mau main bola, Om." rengkek Rex. "Mama juga gak nengokin Lex di sini. Mama udah buang Lex. Mama gak mau jemput Lex gala-gala Papa gak bolehin." tangis Rex pecah. Ia mengungkapkan segala uneg-uneg yang dia simpan sendiri. "Lex gak belani nangis di lumah. Pasti Papa langsung malahin Lex. Ngata-ngatain Lex. Bentakin Lex. Lex gak mau ketemu Papa, Kek." tangis Rex makin pecah. Untuk anak seusia dirinya yang harusnya dimanja-manja, malah selalu dimarah-marahin. "Lex gak mau belsihin mainan sendili. Lex juga gak mau disuluh-suluh belesin mainan Lay sama Ley. Tapi Papa selalu malah-malah." "Kemalin aku juga tidul sendili. Papa, mama, sama Lay dan Ley tidul baleng. Papa gak bolehin Mama ajak Lex. Hiksss hiksss." Regan menggendong cucunya. Mengusap punggung cucunya dengan sayang. Rex masih menangis kejer sembari merangkul erat leher kakeknya. "Makanya kamu di sini dulu ya. Ada kakek, nenek sama Om Farhan. Nanti biar Om Keenan sama Kakak Elsha kesini juga." ucap Mika yang hatinya sudah kemropok panas. "Aku gak mau ketemu Papa lagi. Aku gak mau dimalah-malahin. Aku gak mau jagain Lay sama Ley lagi. Hikkss hikkss.." "Aku gak mau pisah sama kakek lagi. Aku mau sama kakek telus. Gak mau sama Mama Papa." hati Regan sudah panas saat mendengar pengakuan cucunya. Hasrat ingin menghajar anak dan menantunya sangat meronta-ronta, tapi, harus ia redam. Karena saat ini, Rex lebih membutuhkannya. "Rex mau makan apa? Biar kakek belikan? Mau kue coklat?" Rex mengangguk. Kue coklat yang kapan hari diletakkan di kulkas, sudah raib saat kemarin ia mau makan. "Mau yang banyak coklatnya. Yang enak pokoknya." jawab Rex menghapus sisa-sisa air matanya. Farhan ikut terenyuh. Teringat pada anaknya yang tak punya sosok ibu sejak kecil. "Setelah makan kue, harus minum obat ya. Biar cepet sembuh. Biar bisa main bola.," "Kalau aku sembuh. Aku ingin dibeliin baju sepak bola sama sepatu, Kek. Beliin Lex ya. Yang walna bilu." ucap Rex sembari mengedipkan matanya berkali-kali. Menangis terus membuat matanya perih. "Iya, nanti kakek beliin." ▪️▪️▪️▪️▪️ Pukul sembilan pagi, Gerald sudah selesai dengan rapatnya. Ia bergegas untuk segera pulang. Sebelum pulang, ia mampir membeli sosis dan bumbu bakar. Jikalau nanti anak-anaknya pengen bakar-bakar. Memasuki rumah, hanya ada keheningan di dalamnya. Ia berkali-kali memanggil nama istrinya, tapi tak ada sautan sama sekali. Ting ting! Suara sendok yang beradu dengan piring, terdengar di pendengaran Gerald. Pria tiga anak itu segera berjalan ke dapur. Menemukan kedua anaknya yang sudah cemong-cemong dengan puding yang berserakan di lantai. "Kenapa kalian duduk disini? Mama mana?" tanya Gerald mengajak kedua anaknya berdiri. "Lapal, Pa. Mama belum masak." jawab Rey. "Mamamu ke mana?" ulang Gerald. "Mama kelual naik motol, Pa. Gak tau mau kemana." jawab Ray. Gerald menggeram marah. "Ayo ke kamar mandi. Mandi dulu nanti Papa masakin nasi goreng." ucap Gerald. Tepat setelah Ray dan Rey mandi, Gerald sudah selesai membuat nasi goreng. Untung ada nasi sisa semalam yang bisa ia masak. "Ayo dimakan!" titah Gerald pada anak-anaknya. Gerald menahan diri untuk tidak marah saat ini. Keyara belum ijin padanya kalau ingin pergi. Dan apa kata Ray tadi, istrinya naik motor. Suara derum motor dimatikan, membuat Gerald segera berjalan ke depan. Ia menemukan istrinya dengan rambut acak-acakan dan masih memakai daster. "Dari mana kamu?" tanya Gerald dengan tajam. Keyara malah menangis. Air mata bercucuran di wajah perempuan itu. "Gak usah sok-sokan nangis. Udah gak mempan. Kamu dari mana? Udah tau lagi hamil muda malah pecicilan. Keluyuran keluar rumah cuma pakai daster. Anak-anakmu lapar. Kenapa kamu telantarin begitu aja?" murka Gerald. Keyara makin terisak-isak. Perutnya juga makin mual. Keyara sangat pusing memikirkan Rex yang tak ketemu juga. "Udah, Mas. Lebih baik kamu diam!" ucap Keyara dengan lemah. "Kamu suruh aku diam gimana? Ray dan Rey kelaparan malah kamu biarin." "Trus apa kabar Rex yang saat ini belum ketemu juga. Aku juga tidak tau dia di mana. Belum tau dia sudah makan apa belum. Emang dari mereka kecil, aku udah lihat kalau kamu pilih kasih. Kamu selalu bedain Rex. Kasih sayang kamu gak pernah sama." ujar Keyara dengan tajam. "Rex cuma main. Kamu aja yang berlebihan." "Bukan aku yang berlebihan. Tapi otak kamu yang kekecilan. Kamu anak tunggal, Mas. Gak ngerasain gimana rasanya kasih sayang orang tua yang gak bisa sama. Kalau kamu gak cari Rex, biar aku cari sendiri." Keyara berjalan memasuki rumah. Tak menghiraukan suaminya yang masih berdiri mematung. "Mama aku udah makan. Dimasakin nasi goleng sama Papa." ucap Ray dengan girang. Keyara tak menanggapi. Perempuan itu pergi begitu saja meninggalkan anak-anaknya. "Pa, Mama malah ya sama aku?" tanya Ray meminta gendong Papanya. Gerald langsung menggendong Ray. "Enggak. Mama lagi capek aja." jawab Gerald menenangkan. "Pa, kenapa Lex gak pulang-pulang? Aku mau main sama Lex." tanya Rey yang mendekati Papanya sambil membawa mobil-mobilan kecil. Menjelang siang hari, hujan turun dengan sangat deras. Di kamarnya, Keyara menangis tersedu-sedu karena belum berhasil mencari Rex. Semua tetangga sudah ia tanyai, tapi tidak ada yang menjawab. Saat ini pun, Keyara tidak sanggup berdiri karena pusingnya berkepanjangan. Para anak buah Gerald juga seakan tak berguna. Karena salah satu dari mereka, juga tidak ada yang berhasil menemukan Rex. "Kamu lihat kan Mas? Andai kamu bantu aku cari sejak tadi pagi. Pasti Rex cepat ketemunya." ucap Keyara terisak-isak. "Ra, jangan negatif thinking mulu. Rex gak mungkin diculik. Komplek kita aman. Rex pasti masih main sama temannya dan sembunyi." "Umur Rex belum genap empat tahun Mas. Apa kamu kira anak sepolos itu mau mempermainkan orang tuanya hah? Rex aja tidak tega lihat aku sedih. Apalagi sampai buat aku nangis." sentak Keyara. "Buang saja anak buah gak bergunamu itu. Cari satu anak aja gak becus." "Jaga ucapanmu, Ra. Aku gak ngajarin kamu kasar kayak gitu." "Atasannya aja gak becus. Apalagi anak buahnya." Di sisi lain, Rex meminta kakeknya membuka jendela kamar inapnya. Ia melihat rintihan hujan deras yang jatuh dari langit. Ia ingin main hujan-hujanan disana. Saat bersama Ray dan Rey, ia pasti akan menolong mereka kalau mereka terjatuh ataupun terpeleset, tapi giliran dia yang jatuh, pasti kedua adiknya tidak ada yang mampu menolongnya. Samar-samar, Rex mencium aroma nasi goreng kesukaannya. Nasi goreng buatan Mamanya yang banyak sosisnya. Bocah kecil itu tersenyum. "Nasi goleng Mama enak," celetuk Rex memainkan kuku jarinya. Mika memgusap air matanya yang terjatuh. Efek demam tinggi serta rasa kangen dengan Mamanya, membuat Rex halusinasi. Bocah itu mengigau terus tentang masakan Mamanya yang sangat enak. "Lex mau yang banyak sosisnya. Tanpa sayul ya, Ma.!" pinta Rex dengan senyuman tulusnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN