11. Sakit

1794 Kata
Rex menyusun puzzel di lantai dengan serius. Satu tangannya juga memegang rubik yang coba ia satukan warnanya. Om Keenan yang mengajarinya aktif agar otak kiri bekerja. Sebenarnya, Rexvan merasa tubuhnya menggigil dan kulit nya juga panas. Namun, Rex diam. Tidak mau memberitahu Mamanya. Melihat Mamanya sedih, membuat Rex tidak tega. "Lex aku mau itu!" ucap Rey mencoba meraih rubik. Bukan hanya sekedar meraih, tapi Reynan ingin menarik perhatian kakaknya juga. Ia tidak tahan diam-diaman dengan Rex. Ingin main bersama lagi. "Aku juga mau main puzzel." ujar Ray yang ikut mendekati Rex. Ray membanting robot-robotannya di lantai. Gerald yang sedang mengerjakan laporannya di sofa, hanya melirik sekilas anak-anaknya. Ia menatap siku Rex yang sudah diobati Keyara. "Rex, kok kamu belum minum susunya?" tanya Gerald saat melihat gelas bertuliskan nama Rex, masih terisi s**u penuh. "Masih panas," jawab Rex acuh. Rex memberikan mainannya pada adik-adiknya. Bocah itu bangkit berdiri ingin mengambil hp Mama nya yang tergeletak di samping tubuh Papanya. "Aku juga mau main game!" pekik Rey mendekati Rex. Merebut hp dengan keras sampai membuat Rex kaget. Bocah itu juga sudah membuang rubiknya entah kemana. "Pa pa, main mobil-mobilan," ucap Rey menyerahkan hp pada Papanya. Gerald segera membukakan aplikasi mobil-mobilan yang biasa dimainkan anak-anaknya. Rex menatap Papanya. Ia kira, Papanya akan memberikan hp padanya, karena dia yang pertama mengambil, tapi dugaannya salah. Papa Gerald malah memberikannya pada Rey. Anak kecil mudah perasaan. Apa-apa dimasukin hati. Apalagi, kalau punya saudara banyak. Pasti akan ada yang merasa, kasih sayang orang tua tidak pernah sama. Rex menepuk-nepuk perutnya. Tubuhnya makin terasa tidak enak. Kalau orang tua jaman dulu, anak sakit sedikit pasti langsung peka. Kalau jaman sekarang, anak sakit bukannya langsung diobatin, malah bikin story w*****p 'cepat sembuh anakku, tanpa diobati. Mereka kira dengan berdoa di status w*****p si anak langsung sembuh?. Biasanya, memang anak kecil yang baru jatuh, tidak langsung dipijatkan pasti badannya langsung panas. Untung Rex bukan tipe anak yang rewel. Yang apa-apa harus nangis sampai tetangga pada denger. Rex menatap s**u di gelasnya. Ia sudah tidak napsu mau ngapa-ngapain. Mau nonton tv, pasti Papanya akan terganggu karena sedang sibuk dengan pekerjaannya. Mau ke kamar Mamanya, tapi Mamanya sedang istirahat. Rex bingung mau ngapain. Menatap mainannya yang berserakan, mau main lagi sudah tidak minat. Rex memutuskan untuk ke kamarnya sendiri. "Rex, minum dulu susunya!" titah Gerald ketika melihat anak pertamanya pergi begitu saja. Rex menggelengkan kepalanya. Nafas bocah itu juga sudah terasa sangat panas. "Kamu gak hargain Mama kalau gitu." ucap Gerald cuek. Pria itu melirik anaknya. Ia kira Rex akan luluh dan minum susunya. Namun, tidak. Rex masuk dan menutup pintunya. "Makin hari makin membangkang," ucap Gerald dalam hati. Dewasa sebelum waktunya, mungkin terlalu sangat berlebihan untuk Rex yang belum genap empat tahun. Bahkan bocah itu juga belum bisa memakai baju sendiri dengan benar, tapi bocah itu sudah sangat pintar menganalisa keadaan. "Mama mama, aku mau tidul sama Mama!" teriak Ray dan Rey bersautan, yang suaranya bisa didengar telinga Rex. "Mama Papa, kita tidul di kamal Mama ya?" ucap Ray meminta persetujuan. "Iya, ayuk cuci kaki dan tangan dulu." jawab Gerald menggiring anaknya ke kamar. "Mas, Rex mana?" tanya Keyara. Tadi, ia pusing dan mual. Keyara istirahat ke kamar dan memasrahkan anak-anaknya pada Gerald. "Tidur duluan di kamar. Lihat, s**u nya saja juga belum diminum." jawab Gerald sambil mendumel. "Yaudah aku lihat dulu di kamar." "Gak perlu. Kalau kamu kasih hati terus makin melunjak. Biar dia mandiri, Ra." "Kalau gitu Ray sama Rey gak usah tidur sama kita. Biar mereka juga mandiri." ucap Keyara menatap tajam suaminya. "Maksudnya gak gitu, Ra." "Kesannya, kamu kayak pilih kasih. Apa bedanya Rex sama Ray dan Rey?" "Rex anak pertama, Ra. Bakalnya dia jadi kakak. Apalagi calon adiknya perempuan. Aku bisa lihat jiwa tanggungjawab Rex yang lebih besar ketimbang Ray dan Rey." jelas Gerald. "Dengan mengorbankan dunia anak-anak Rex?" sinis Keyara. "Ra, udah berani sama suami?" tanya Gerald tak kalah tajam. Ray dan Rey yang sudah selesai cuci tangan dan kaki, segera beranjak ke ranjang. "Lay, Lex apa udah tidul ya?" tanya Rey penasaran. "Kayaknya Lex masih malah sama kita deh." ucap Ray. "Kamu juga tadi kenapa rebut lubik Lex. Lex tambah malah." tambah Ray. "Kita ke kamal aja yuk. Tidul sama Lex." ucap Rey. Ray mengangguk. Mereka berdua beranjak turun. "Mau kemana kalian? Naik lagi, dan cepat tidur!" titah Gerald yang bersuara dari luar pintu. Ray dan Rey menurut. Bocil-bocil itu naik lagi keatas ranjang. Rex yang mendengar perdebatan Papa dan Mamanya dari balik pintu, hanya diam menyimak. Apa memang anak pertama harus diperlakukan seperti ini? Rex juga ingin seperti Ray dan Rey yang disayang Papanya. Dengan lesu, Rex kembali ke rajang. Sebenarnya ia kedinginan. Ingin mematikan Ac tapi malas mencari remot. Rex mengambil selimut Ray, mendobelnya dengan selimutnya agar bisa menghangatkan tubuh kecilnya. Di kamar Keyara, Gerald mendongengkan kedua anaknya agar cepat tidur. Sedangkan Keyara berbaring miring membelakangi anak dan suaminya. d**a Keyara bergemuruh hebat. Sejak kecil, Ayah bundanya tak pernah menggembleng Kakaknya, Keenan untuk menjadi pria mandiri. Ayahnya juga membagi kasih sayang rata, walau terlihat sedikit berlebihan ke dirinya. Lalu kenapa suaminya harus mendidik Rex dengan keras. Buat apa Rex pintar kalau bocah itu harus kehilangan masa kecilnya. Masa kecil tidak akan bisa ditukar dengan apapun. Keyara ingin bangkit dari tidurnya dan menengok Rex, tapi kunci kamar dibawa Gerald. Mau berdebat di sini juga ada Ray dan Rey. Keyara tidak mau, pertengkaran orang tua menjadi momok untuk anak-anaknya. ▪️▪️▪️ Pukul lima pagi, seperti biasa Gerald akan mengajak istrinya jalan-jalan pagi. Demi kesehatan istrinya dan agar lahirannya lancar. Si kecil Ray dan Rey juga semangat ikut. Mereka ingin balapan lari di jalanan komplek. Dengan memakai daster yang Gerald belikan dari korea, Keyara menuntun anaknya untuk keluar rumah. Gerald tersenyum simpul melihat istrinya yang makin hari makin gembil. Apalagi melihat b****g kedua anaknya yang masih pakai diapers, membuat Gerald tertawa ngakak. Karena anak-anaknya sangat lucu. Sedangkan Rex menggigil kedinginan seorang diri. Tubuh ringkihnya bagai orang collaps yang kejang-kejang. Rex tidak bisa merasakan bagaimana keadaan tubuhnya yang sesungguhnya. Luarnya kedinginan, tapi di dalam sangat terasa panas. Dengan hati-hati, Rex bangun dari tidurnya. Memijakkan kedua kaki kecilnya ke lantai. Rasa dingin makin menjalar di telapak kaki mungilnya. Tiba-tiba perut Rex juga panas. Bocah itu berjalan pelan keluar kamar dan memasuki dapur. Langkahnya yang terseok-seok menuju kearah kulkas. Dengan berjinjit, Rex meraih es batu yang diletakkan Mamanya dalam wadah kotak-kotak. Rex menggebreknya ke lantai. Mengambil es kotak-kotak itu dan ditaruh di perutnya. Berharap rasa panas itu akan segera hilang. Karena pusing, Rex kembali ke kamarnya dan menutup semua tubuhnya dengan selimut. "Assalamualaikum!" teriak suara seorang perempuan memasuki rumah. Cklek! "Yah, itu siapa di balik selimut?" tanya Mika pada Regan. Mika bertandang ke rumah anaknya untuk mengantar bubur, tapi rumah anaknya terbuka lebar, sedangkan tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Regan mendekati ranjang kecil bertuliskan nama Rexvan. Regan menyibak selimut itu. Menemukan Rex yang menggigil dan mengigau. "Bun, ini kenapa Rex kayak gini?" panik Regan menyentuh kening Rex. "Bun, badannya panas banget," pekik Regan. Mika segera mendekat. Menempelkan telapak tangannya pada kening cucunya. "Kita bawa ke rumah sakit, Yah!" ucap Mika menggendong Rex. Regan segera bergegas keluar bersama Mika. Untung dia naik motor. Bisa segera sampai ke rumah sakit. Tanpa menutup pintu rumah anaknya, Mika dan Regan membawa Rex ke rumah sakit. Mika sudah menangis terisak saat melihat kondisi cucunya yang lemah. Apalagi luka gores juga ada di siku dan lutut cucunya. "Yah, ini kenapa Rex jadi gini? Apa Gerald menganiyaya anaknya?" tanya Mika yang sudah berfikir negatif. Memang sejak Gerald menyakiti Keyara dulu, Mika sulit menaruh kepercayaan lagi pada menantunya. "Jangan negatif dulu!" jawab Regan seadanya. "Panas!" Rex mengigau sambil mengalungkan tangannya pada leher neneknya. "Iya sayang, sebentar ya. Sabar dulu!" ucap Mika mengelus punggung Rex. Rex membuka matanya. Tanpa sengaja, mata Rex melihat kearah taman bermain yang di sana ada Mama, Papa, Ray dan Rey yang sedang bermain dengan memakai piyama yang sama. Rex mengusap air mata yang menetes di pipinya. Melirik pakaian yang dia pakai. Hanya kaos biasa yang berbeda dari Ray dan Rey. Ternyata benar kata Alfath. Kasih sayang orang tua kebanyakan berat sebelah. Sampai di rumah sakit, Rex segera di tangani dokter anak. Saat di periksa. Rex menangis kencang. Ia tidak takut dokter. Namun, tangisannya semata-mata ingin meluapkan rasa benci pada Papanya. Karena terus menangis dan memeluk kakek Regan, Dokter yang memeriksa Rex jadi kewalahan. "Sebentar ya, Dok. Anaknya rewel banget." ucap Regan yang merasa tidak enak. "Tidak papa, ini Rex kan? Saya tetangganya. Biasanya Rex main bola dengan anak saya." ucap Dokter laki-laki yang kelihatan masih muda. "Rex, ini Om Farhan. Diperiksa dulu ya. Nanti main bola lagi sama Farel sama Azka di rumah Om. Om beli bola banyak banget." ucap Dokter Farhan dengan lembut. Rex menghentikan tangisannya walau masih terisak-isak. Saat Rex sudah tenang, Dokter Farhan mulai memeriksanya. "Trombositnya menurun, dan Rex kekurangan asupan gizi. Pasti makannya gak teratur. Makanya perutnya sampai panas gini." jelas Dokter. "Kemalin aku makan jam sebelas siang, Om." aku Rex jujur. "Mamamu gimana sih. Kenapa kasih makannya sampai telat kayak gitu?" serobot Mika yang tidak sabar. "Trus ini kenapa luka-luka tangannya?" tanya Farhan lagi. "Main sama Azka sama Falel. Jatuh kalena lebutan bola." jawab Rex. "Terus gak langsung diobatin?" tebak Dokter yang diangguki Rex. Farhan mengintruksi dua perawat untuk membawa Rex ke ruang rawat inap VIP. Mereka juga memasangkan infus di punggung tangan Rex. Rex tak mau turun dari gendongan kakeknya. Sedangkan Mika mengurus administrasi. "Rex tidur disini dulu ya. Kalau udah sehat boleh pulang. Nanti ada suster bawa makanan, Rex harus makan." ucap Farhan mengusap kepala Rex. Rex mengangguk. "Om nanti kesini lagi kan?" tanya Rex berharap. Om Farhan adalah ayah Farel. Om Farhan juga baik karena tiap hari memberinya makanan saat ia bermain dengan Ferel. "Iya sayang, nanti Om kesini. Nanti sore, Om ajak Farel juga buat nengokin Rex ya." "Bawa bola juga ya, Om!" Farel dan Regan terkekeh mendengar penuturan polos Rex. Sakit aja masih mikirin main. "Rex turun ya. Bobok di kasur." ucap Regan. Namun, Rex tidak mau. Ia mengeratkan pelukannya pada kakeknya. "Kakek sayang sama aku kan?" tanya Rex tiba-tiba. Mika yang baru masuk, sudah melihat ketidak beresan pada Rex. "Kami sayang sama Rex, sayang banget." ucap Mika menjawab. "Rex mau sama Kakek dan Nenek aja." ucap Rex memelas. Regan mendudukkan dirinya, sedangkan Rex ada dipangkuannya. Regan merogoh saku hp nya. Tanpa sengaja, ia membuka story whattsap menantunya. Foto berempat dengan piyama couple dan bermain di taman. Caption yang ditulis Gerald pun juga membuat Regan mendidih. 'Love anak istriku. Mana ada orang tua bersenang-senang saat salah satu anaknya sedang sakit parah. "Yah, kasih pelajaran sama anakmu itu. Udah jadi orang tua. Bukannya tambah bener tambah b****k. Aku gak suka kalau Rex diperlakukan kayak gini." ucap Mika menatap suaminya. Lebih baik sedikit anak tapi fokus. Ketimbang banyak anak tapi salah satu ditelantarin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN