"Paaak pulang dong, udah malem niiih." Alika tak henti-hentinya merengek, tak peduli meskipun Arlan sudah menyemburnya berkali-kali.
"Kamu ini berisik banget sih!" Bentak Arlan jengkel, menggebrak mejanya sendiri. "Sana jauhan! Jaga jarak lima meter dari saya!" Titahnya galak membuat Alika terperangah tak percaya.
"Pak--"
"Cepet!!" Sentak Arlan membuat gadis itu langsung menjauh dengan sebal, kaki pendeknya terlihat beberapa kali menghentak-hentak ke lantai.
Arlan kembali melanjutkan pekerjaannya, seolah habis tak terjadi apapun.
Tanpa disadari jam dinding terus berputar, detik menit jam berlalu begitu saja. Arlan mengulet tubuhnya, memijit sesaat pangkal hidungnya sambil melepas kacamata baca nya.
"Eugh .. " gumamnya lega karena sudah beres. Arlan berdiri dari duduknya dan seketika alisnya menukik tinggi saat melihat ke sebelahnya.
Gadis itu ... tidur?!
Sumpah!
Arlan kehabisan kata-kata. Dengan langkah besar-besar ia mendekat kearah Alika, terlihat mendelik kearah gadis yang sedang tidur sambil berdiri bersandar ke tembok itu. Kok bisa gitu?
"HEH!" Arlan mendorong tubuh Alika sampai terjungkir, gadis itu jelas langsung terbangun syok.
"ANJIRR--rrrr." Alika cengengesan, mengusap singkat iler di bibirnya sambil mengambil posisi berdiri sesempurna mungkin. "Eh Bapak~" sapa nya dengan manis, Arlan mencibir tanpa suara.
"Sekertaris macam apa kamu ini? Yang malah tidur saat Bos nya kerja lembur!"
"Saya kan juga gak tau harus ngapain Pak!" Balas Alika tak kalah kesal. "Bapak nyuruh saya diem nunggu selama 3 jam, mana ada orang yang gak ngantuk kalo cuma disuruh diem doang?!" Amuk balik Alika.
Arlan mendengus kasar. "Bisa gak sih kamu gak usah ngejawab mulu kalo saya ajak ngomong!"
"Kalo saya gak jawab trus Bapak mau ngomong sendirian gitu? Gila dong!" Sindir gadis itu tak ada takut-takutnya.
Arlan jelas kian mengeruhkan wajahnya. "Kamu ini bener-bener gak ada anggun-anggunnya, nyesel saya kemarin muji kamu!"
"Lagian siapa yang nyuruh Bapak buat muji saya?!"
Arlan menipiskan bibir, "dasar perempuan." Desisnya menggeram, "gak peka!" Lanjutnya tanpa sadar, Alika spontan menoleh kaget.
"Ha? Gimana Pak?"
Arlan menegang sesaat, lalu tanpa kata berlalu pergi begitu saja. Merasa canggung sendiri, membuat Alika hanya bisa mencibir tanpa suara.
"Tuh kan Pak, udah sepi. Lihat nih sekarang udah jam 11 malem!" Alika menunjuk jam tangannya.
"Berisik!"
"Trus-trus lihat, iiiih syeremmm."
"Cerewet!"
"Trus lagi--"
"Bisa nggak sih kamu diem?!" Ketus Arlan akhirnya kehabisan kesabaran, menajamkan mata terlihat benar-benar kesal setengah modar. Alika cemberut melihatnya.
"Makanya Bapak jangan suka seenaknya sendiri, Bapak kalo pengen lembur yaudah lembur aja sendiri gak usah ngajak-ngajak saya. Saya tuh capek Pak!" Alika mengeluarkan juga unek-unek di benaknya.
"Kamu ini sebenarnya sekertaris saya bukan sih? Mana ada sekertaris yang pulang duluan dan membiarkan Bos nya lembur sendirian? Mana adaaaa???!" Gemasnya gregetan.
"Ada kok! Saya sendiri buktinya!" Ucapnya menepuk d**a.
Arlan mengumpat, Alika langsung istighfar. "Ngucap-ngucap Pak, dosa!" Peringat gadis itu sambil menepuk-nepuk lengan Arlan yang tentu saja dibalas geraman kesal pemuda itu.
Karena sudah lelah berdebat Arlan pun memilih pergi begitu saja, membuat Alika yang memiliki kaki pendek harus sampai berlari-lari kecil mengejarnya. Gadis itu memanyunkan bibir sebal, melirik sekitarnya dengan merinding. Masalahnya keadaan temaram bercampur sunyi makin membuat suasana yang terasa kian mencekam.
Meong.
"ASTAGFIRULLAH, LAILAHAILALLAH, SETAN JAUH--"
"Berisik!" Pekik Arlan meninggikan oktaf suara, menatap berapi-api kearah Alika yang kini sedang memeluk gemetaran tubuhnya. Arlan makin menggertakkan giginya. "Sampe kapan kamu mau peluk-peluk saya?!"
"Pak saya pulang bareng Bapak ya."
"Gak!"
"Paaaaak..."
"Minggir!"
"Please ... " Alika memasang tampang paling nelangsa, tak lupa puppy eyes nya terlihat begitu natural.
Arlan mendengus kasar. "Ck, serah kamu!" Decak pemuda itu pasrah sambil berjalan pergi membuat Alika dengan senang membuntut di belakang.
Mereka berdua masuk ke dalam mobil putih yang terparkir rapi di basement khusus VIP itu. Arlan menjalankan mobilnya dengan Alika yang terus saja menggenggam jas nya tak mau di lepas.
Arlan menghela napas panjang saat mobilnya sudah keluar area kantornya. "Sekarang kamu bisa lepas!"
Alika pelan-pelan melepaskan genggamannya, meskipun masih terlihat enggan. "Saya itu penakut, apalagi di kegelapan." Ucapnya tiba-tiba, "dulu waktu baru debut saya pernah dikerjain sama teman sesama aktris senior karena terancam kalah popularitas dari saya. Mereka kunciin saya di kamar mandi rusak semalaman, jadi begitu ... saya trauma." Tutur gadis itu lirih membuang muka ke luar jendela.
Arlan hanya bisa diam mendengarkan, sedikit kaget karena gadis ini mau berbagi cerita dengannya.
"Takut juga tidak merubah apapun." Arlan menekan pedal rem, mengurangi kecepatan mobil. "Kalau kamu terus merasa takut kamu tidak akan bisa melangkah maju."
Alika menatap wajah Arlan lekat-lekat, benar-benar tak menduga respon pemuda ini. Ia kira Arlan akan bodo amat atau malah mengejeknya, namun siapa yang menyangka kalau pemuda ini justru malah menenangkan nya.
Alika tanpa sadar terus memandangi paras rupawan Arlan. Entah kenapa, ia mulai merasa nyaman.
***
DOK DOK DOK!!!
"ARLAN BUKA PINTU!!!"
BRAK BRAK BRAK!!
Pagi itu kerusuhan terdengar seantero kediaman Saka, Arlan yang masih terlelap di alam mimpinya terpaksa terbangun, terlihat kaget.
"ARLAN BUKAAA!!! BRAK! BRAK! BRAK!!"
Gedoran yang terdengar kian tak karuan membuat Arlan jelas mengernyit kebingungan. "Ada apa sih?" Gumamnya heran sambil mulai menyibak selimutnya dan berjalan kearah pintu.
Arlan membuka pintu kamarnya dan seketika alisnya menukik tinggi melihat semua keluarganya yang sudah berdiri di depannya.
"Ada ap--"
PLAK!
Wajah Arlan tertampar keras membuat pemuda itu tentu saja melotot. Terlihat bingung dan kaget.
"Dasar bodoh!"
"Kenapa sih Yah?!" Tanya Arlan menghadap Ayahnya yang baru menamparnya, seumur hidup baru kali ini ia ditampar oleh Ayahnya dan tentu saja itu cukup menyakiti perasaannya.
Via disebelahnya terlihat menahan namun langsung ditepis Agam, Bapak satu anak itu terlihat sangat murka. Mengangkat HP yang ada di tangannya kearah Arlan dengan raut yang tidak bisa dijabarkan.
"Kamu lihat kelakuan b***t kamu ini!" Bentaknya.
Arlan memundur selangkah, tak kalah kaget. Bayangin aja baru bangun tidur langsung kena tampar udah gitu melihat dirinya sendiri yang di posting oleh banyak media massa.
Gambar poto ciumannya di lift dengan Alika beredar.
"Ini beneran nggak kayak yang kalian pikirin!" Tegas Arlan cepat, terlihat serius.
"Tuh kan, kita harusnya denger penjelasan Arlan dulu Mas." Ucap Via sambil maju selangkah mengelus pelan lengan suaminya.
"Nah Bang jangan pake emosi makanya, kita dengerin dulu penjelasan Arlan." Sahut Vera, Ibu Agam.
Agam tak terlihat menunjukkan perubahan ekspresi.
"Sudah-sudah ayo kita duduk dulu, kita selesaiin masalah ini secara baik-baik!" Instruksi tegas dari Saka membuat semua orang hanya bisa diam mematuhi.
Mereka berlima duduk melingkar di ruang tamu dengan Arlan yang berada di tengah-tengah, terlihat seperti tersangka kejahatan yang akan di sidang.
"Ayah udah ngerasa kalo gadis ini memang tidak baik, dia membawa pengaruh buruk buat kamu!" Agam berujar dingin.
"Ayah cuma salah paham!"
"Tapi lihat!" Agam mengacung-acungkan jari telunjuknya ke layar HP. "Semua media massa sekarang sedang membicarakan kamu, bahkan ada yang menyebut kamu sebagai Bos hidung belang. Ayah gak bisa terima Ar!!!" Pekik Agam berapi-api, Via langsung mengambilkan air untuk diminum suaminya.
Arlan tak kalah pusingnya, saking frustasinya ia bahkan sampai mengacak-acak rambutnya sendiri dengan tak karuan.
"Ar jangan diem aja! Cepet jelasin!" Ujar Via menggeram dengan delikan, Arlan terlihat menarik napas dalam-dalam.
"Itu cuma kecelakaan." Ucapnya lemah, semua orang diam serentak. "Aku kesandung dan gak sengaja posisinya ... begitu. Jadi kalian gak perlu mikir aneh-aneh." Lanjutnya mengimbuhi, lagi-lagi keheningan masih melanda.
"Beneran?" Tanya Saka curiga.
"Aku jujur Kek, kalo kalian gak percaya kalian bisa lihat rekaman CCTV yang ada di lift!" Tegasnya, untung saja disetiap sudut kantor pasti ada kamera pengawasnya.
Agam yang sejak tadi terlihat marah perlahan mulai mengontrol emosinya, saking marahnya tadi ia sampai tidak bisa berpikir jernih.
Agam mendial nomor seseorang, mengarahkan HP ke sebelah telinganya. "Kirimkan video yang saya minta!" Lalu Agam mematikan sambungan telepon, dan mengetik sesuatu.
Semua orang menunggu dengan harap-harap cemas.
Ting!
Semuanya tersentak, secara spontan menatap kearah Agam yang sedang melihat video yang dikirimkan padanya. Via, Vera, dan Saka spontan mendekat kearah Agam, penasaran ingin melihat.
Video berdurasi lima menit itu terputar, dimulai dari perdebatan-perdebatan kecil biasa sampai ke titik inti permasalahan. Semuanya kompak memasang wajah dingin saat melihat Alika yang terlihat menggoda Arlan, pikiran negatif mulai kembali bermunculan. Namun satu menit setelahnya semua pemikiran negatif itu tertepis hilang saat tau kalau Alika cuma bercanda saja, sampai puncaknya gadis itu hampir terjatuh dengan Arlan yang tersandung dan menindih tubuh mungilnya.
Dan begitulah, video itu diakhiri ciuman kecelakaan Arlan dan Alika.
Semua orang mendongak, menatap berbeda-beda kearah Arlan. "Gimana? Udah lihat sendiri kan kejadiannya?" Dengus Arlan sambil memegang pipinya yang terasa membekak, tamparan Ayahnya gak main-main sakitnya.
"Gadis itu beneran gak godain kamu?" Tanya Agam masih memastikan.
"Ck harus ngomong berapa kali lagi sih, kalian semua juga sudah lihat sendiri kan gimana sifat Alika. Mana mungkin gadis pecicilan begitu bisa godain aku?!"
"Iya, kamu benar!" Sahut Via. terlihat bahagia. "Ibu juga gak percaya kalo Alika akan berbuat begitu!"
"Nah kan kamu yang salah paham Bang!" Serobot Vera menunjuk Agam yang masih terlihat diam kaku. "Makanya lain kali dipastiin dulu kebenarannya jangan asal marah-marah!"
Agam menarik napas, menatap lurus Anaknya yang terlihat menahan kesal. Agam menghela napas panjang, berkedip dua kali.
"Maafin Ayah." Ucapnya dengan gantle.
Arlan mendongak kearah Ayahnya, sedikit kaget dengan suara lembut Ayahnya itu. Arlan membuang muka, mengangguk kecil tanpa berniat membuka suara.
"Kamu masih marah sama Ayah?"
"Gak!"
"Wajah kamu masih sakit ya?"
"Iyalah! Nih lihat bengkak!" Jengkelnya menunjukkan wajahnya sendiri, Agam terlihat sangat bersalah.
"Maafin Ayah, mau dipanggilin Dokter keluarga?"
"Gak usah." Tolak Arlan sambil berdiri dari duduknya, "masalahnya udah jelas kan? Tolong Ayah urus semuanya." Pintanya datar sambil perlahan membalik badan.
Namun tiba-tiba seorang bodyguard berbaju hitam terlihat berlari tergopoh-gopoh kearah meraka, "Tuan gawat!" Ucapnya panik kearah Agam.
Semua orang tanpa sadar berdiri dari tempat duduknya dan mendekat ingin tahu.
"Kenapa?" Tanya Agam dengan dingin.
Bodyguard itu terlihat menarik napas, menunjukkan sesuatu di tangannya. "Aktris itu sedang melakukan live konferensi pers," semuanya berdebar-debar menunggu lanjutannya, bahkan Arlan tanpa sadar juga ikut berjalan mendekat.
Bodyguard berkepala plontos itu melanjutkan dengan lemah, terlihat takut-takut. "Dan dia mengatakan kalau dia sendiri yang menggoda Tuan muda Arlan."
Dan kekagetan massa pun terjadi!