Part 06: Mulai Ada Getaran

1708 Kata
Hening. Masih di posisi yang sama keduanya seperti terkena sihir yang membuat mereka mematung. Bola mata Arlan bahkan seperti akan menggelinding dari tempatnya, belum lagi Alika yang tertindih di bawahnya tak kalah syok. Cekrek! Alika secara spontan menghempaskan tubuh Arlan secara keras membuat Arlan yang tidak siap langsung terhantam ke dinding lift. "Bapak kurang ajar yha sama saya! Saya gak terima, bakal saya tuntut Bapak!!" Amuk Alika dengan mata berkobar membara, tangan mungilnya teracung-acung menunjuk pemuda di depannya ini yang masih terlihat diam mematung. "Heh Bapak Budek yha! Bapak tuh-- hmmmp!" Alika jelas merontak tak karuan saat bibirnya tiba-tiba di bekap Arlan, gadis itu hampir menampar wajah Arlan sebelum tanpa sengaja menoleh ke belakang. Demi apa! Ternyata pintu lift sudah terbuka dan mereka berdua sedang menjadi bahan tontonan. Alika melirik Arlan disebelahnya, secara naluri bersembunyi di balik punggung lebar Arlan yang tentu saja membuat pemuda itu mendelik geram. "Ini bisa saya jelaskan!!" Tegas Arlan sambil mencoba berdiri dengan sempoyongan karena jasnya di tarik-tarik Alika. "Minggir sana jauhan!" Desis Arlan kearah Alika lalu kembali memusatkan pandangan ke depan. "Ini tidak seperti yang kalian pikirkan, saya yang di cipo-- eh astagfirullah di cium-- .. di sosor sama gadis gila ini!!" Jelas Arlan belibet gak karuan, untung aja gak sampe muncrat. Alika jelas melotot, mencekram kerah kemeja Bos nya ini dengan wajah bengis. "Jangan asal tuduh Pak!" "Emang bener kok, tadi kamu yang--- ... eh kalian jangan bubar, saya belum selesai jelasin. Heeeeeey!!!" Raung Arlan dramatis sendiri saat melihat orang-orang yang bergerumun di depannya bubar serentak. "Eh kayaknya tadi kita mau ke kamar mandi yha?" "Iya-iya bener!" Kerumunan perempuan langsung melipir sambil cekikikan haha-hihi. "Bukanya kita disuruh ke divisi finance yha tadi?" "Oh iya, ayo cepet!" Giliran sekarang kerumunan cowok langsung berjalan pergi terggesa-gesa. Intinya semua orang belagak tuli dan buta dengan adegan tadi. Arlan dan Alika hanya bisa speechless tercengang. Sumpah yha, ini gak ada yang mau dengerin penjelasan mereka?! "Semua ini gara-gara kamu, dasar gadis pembawa sial!" Marah Arlan mendengus kasar lalu berjalan keluar lift dengan mata memerah tajam. Alika tak kalah murka, "Bapak tuh yang pembawa sial! Dasar tua bangka, mulut mercon, dan bawel kayak Emak-emak!" Teriak gadis itu meraung keras, bahkan mungkin satu lantai bisa mendengar pekikannya. Arlan yang hendak membuka pintu ruangannya jadi terhenti, menoleh ke belakang dengan mata berkilat seram. Alika yang melihatnya reflek memundur, jadi ciut. Tanpa diduga Arlan tiba-tiba tersenyum, iya senyum bengis campur culas. Lelaki itu mengulurkan tangan, membuat Alika makin merinding. "Sekertaris baruku, silakan masuk." Ucap Arlan dengan suara serak basahnya menunjuk ruangannya sendiri. Ok fix! Alika berasa syuting film horor. *** Ternyata insting gadis ini sangat benar, Arlan yang tadi bersikap mencurigakan sekarang sedang mengerjai dirinya habis-habisan. "Apa ini? Ada typo satu huruf. Ulangi lagi sampe bener!" Ucap Arlan dingin sambil menggebrak berkas ditangannya ke atas meja. Alika tercengang, "Pak ini tuh udah yang ke 10 kali!" Kesabaran gadis ini sudah terkuras habis. Arlan nampak acuh, bahkan menganggap dirinya ada pun tidak. Alika menahan napas, mencoba sabar agar tidak memutilasi tubuh lelaki ini. "Baik saya revisi ulang Pak!" Ucap gadis itu tidak kasar namun dengan nada yang sangat jengkel. Alika perlahan kembali ke meja kerjanya dan mengetik ulang berkas ditangannya itu dengan setengah ngamuk, memang mereka berdua berada di ruangan kerja yang sama cuma berpaut jarak beberapa meter diantara meja kerja Arlan dan Alika. Lima belas menit kemudian Alika sudah menyelesaikan pekerjaannya, gini-gini meskipun aktris dirinya juga pernah belajar tentang perkantoran karena Kakaknya adalah seorang pengusaha. "Ini Pak sudah saya revisi." Arlan meneliti berkas di tangannya dengan seksama, awalnya sih biasa saja tapi pas halaman ke dua lelaki itu langsung melotot lebar. Alika memejamkan mata, plissss jangan lagi!! "Apa-apaan ini?! Kamu lupa kasih tanda titik di baris ke dua dari atas!!" Koar Arlan menunjuk-nunjuk halamannya ke hadapan Alika. Gadis itu menarik napas panjang, mengepalkan tangannya dengan erat. "Pak--" "Revisi ulang!" Arlan melempar berkas ditangannya ke mejanya dan sudah sibuk sendiri. Alika menatap Arlan dengan rahang mengeras, gigi rancaknya sudah bergemelatuk saking kesalnya. BRAK! Arlan terlonjak, terlihat gadis itu terengah-engah dengan wajah memerah engap. "Bapak niat kerjain saya yha?!" Bentaknya menggeram. Arlan mengangkat wajah, menatap gadis itu dengan santai. "Iya." Jawabnya ringan tanpa beban. Alika jelas terperangah, apalagi saat melihat Arlan yang sedang tersenyum miring. Sumpah ya! Kesabarannya sudah habis! "Saya bener-bener gak terima diginiin! Saya akan batalkan kontrak kerja sama kita. Saya akan mengundurkan diri dari perusahaan!!" Putusnya bulat dengan emosi lalu berputar keluar ruangan. Arlan menegak, sedikit tersentak. Melihat gadis itu yang sudah sampai di daun pintu ia buru-buru berteriak. "Kalau kamu putuskan kontrak kerjasama kita secara sepihak, maka kamu harus bayar uang ganti rugi!" Alika tercenung, mematung di posisinya. Kepala nya perlahan ia tolehkan ke belakang, menatap datar Arlan. "Baik saya tidak keberatan, berapa memangnya? Biar saya bayar. 1 milyar? 2 milyar? 5 milyar atau--" "30 milyar!" Tandas Arlan. Alika memundur syok, dengan mulut menganga lebar. Arlan tersenyum kemenangan, "30 milyar belum termasuk biaya sponsor yang secara otomatis harus kamu bayar ganti ruginya kalau kamu keluar perusahaan," Arlan sekarang bertopang dagu, "umm ... kalau di total mungkin sekitar 43 milyar. Gimana? Jadi mengundurkan diri?" Tantangnya. Alika merapatkan bibirnya, aslinya uang segitu ia masih sanggup membayarnya pakai uang tabungannya sendiri, tapi ia merasa sangat sayang karena jumlahnya yang tak main-main. Kalau pun minta orang tua yang ada dirinya bisa di kubur hidup-hidup. Alika menarik napas dalam, mendongak menatap lekat wajah Arlan. Pemuda itu mengernyit, penasaran dengan jawaban gadis ini. "Aduuh ya ampun saya tuh cuma lagi belajar akting aja Pak, gimana Bapak ketipu kan? Aah saya emang ratu aktris yang tiada duanya." Dengan sangat tiba-tiba Alika langsung berujar lemah lembut, tak lupa senyum manisnya yang bisa bikin gumoh itu sengaja di kemayu-kemayu kan. "Bapak haus? Mau kopi? Sebentar biar saya buatin kopi paliiiiing enak sedunia!" Alika masih menyunggingkan senyum lebarnya sambil melipir tergesa-gesa keluar ruangan. Brak! Pintu tertutup, meninggalkan Arlan yang sedang speechless di tempatnya. "Kocak." Kekehnya tersenyum geli. *** Alika sekarang berada di pantry, namun ia malah plonga plongo bego. Masalahnya Alika itu gak pernah ngelakuin pekerjaan sendiri jadi yha beginilah akhirnya. "Waduh kenapa sepi gini sih? Gak ada OB atau OG gitu?!" Decaknya berkacak pinggang sambil noleh kanan kiri. Padahal tadi dirinya mau kelihatan keren doang, ia pikir nanti tinggal nyuruh salah satu OB dan ia tinggal ngaku-ngaku ke Arlan kalau itu kopi buatannya. Namun nyatanya realita tak selalu indah pada tempatnya. "Argh! Sial banget emang nasib gue!" Dengan emosi menggebu gadis itu mengambil cangkir dan satu sachet kopi, lalu menuangkan kopi itu ke wadah cangkir nya. Alika tersenyum puas, padahal cuma gitu doang. "Emang yha gue ini jenius banget!" Bangganya membusungkan d**a, hanya sesaat karena saat ingin menuangkan air panas tangannya yang malah tersiram air itu. Alika langsung memekik histeris. "AAAAAA TANGAN KU!!!" Heboh Alika melihat luka melepuh di tangannya, gadis itu bahkan sudah jumpalitan dengan alay nya. "Astagfirullah Neng geulis, ada apa?!" Kaget seorang Bapak-bapak paruh baya yang Alika taksir sebagai OB disini. "Bapak tangan saya, tangan saya Paaaaaak!!!" Pekik Alika histeris tak karuan. Bapak berkumis tipis yang sudah panik itu tanpa bertanya lagi langsung membawa Alika ke wastafel dan menyiram tangannya dengan air mengalir. Wajah Alika nampak keringat dingin. "Neng gak papa?" Alika tak menjawab, masih sibuk meratapi nasib tangannya. Sebagai public figure ia tentu harus tampil sempurna tanpa cela sedikitpun, jadi tak heran Alika selalu sangat amat memperhatikan penampilannya. "Neng--" "Hik ... hiks-hiks .... huwaaaaa!! Huhuhuhu HUWAAAAA!!!" Dan tangis dramatis Alika pun pecah, membuat OB disebelahnya itu melompong linglung. "Neng--" "PAAAAK BALIKIN KULIT MULUS SAYA!!! HUWAAAAA BAPAK JAHAT!!!" Alika mengamuk kesetanan. Membuat Bapak-bapak itu pun cuma bisa plonga-plongo cengo. Apa salah dirinya??? *** "Hm?" Arlan menengadahkan wajah, melihat secangkir kopi di depannya. Alika membuang muka, berusaha terlihat biasa. "Kopi buat Bapak, silakan dinikmati." Ucapnya berusaha menahan getar. "Saya kira kamu gak jadi buatin saya kopi, habisnya bikin kopi aja lama banget!" Dengus Arlan cerewet seperti biasa. Alika cuma menipiskan bibir sambil menunduk, benar-benar tak ada tenaga buat debat. Apalagi mood nya yang sedang down membuatnya benar-benar ingin mengamuk dan melampiaskan kepada siapapun amarahnya. Arlan yang merasa diabaikan jadi memicing kesal, dan tanpa diduga dirinya malah menyadari sesuatu. Dengan cepat pemuda itu langsung berdiri dari kursinya, mendekat kearah Alika dan mendongakkan dagu gadis itu. "Kamu habis nangis?" Alika mengerjap, menatap wajah Arlan yang hanya berpaut beberapa senti darinya. Alika terdiam, membuang muka. "Saya tanya sekali lagi. Kamu. Habis. Nangis?" Ulang Arlan menekan, bahkan cengkeramannya di dagu Alika terasa lebih kuat. "Nggak, saya tadi cuma latihan akting--" "Lihat saya!!" Bentak Arlan mengguncang pelan tubuh Alika yang tentu saja membuat gadis itu tersentak kaget. Arlan mengeraskan rahang, mengunci tatapan Alika. "Kamu habis nangis?" Desisnya menggeram. Alika jadi mengkeret di tempat, entah kenapa merasa merinding saat melihat lelaki ini yang mulai serius begini. Alika menarik napas, memejamkan sejenak matanya. "Iya." "Kenapa?" "." "Ada yang gangguin kamu?" "Nggak." "Trus kenapa?" Alika jadi menunduk, gengsi dong kalo ngaku nangis cuma gara-gara kesiram air panas. Harga diri ini masalahnya!!! "Jaw--" "Ouch!!" Arlan tersentak, menunduk spontan menatap tangan Alika yang tidak sengaja ia senggol. Terlihat luka melepuh yang jelas kontras dengan kulit putih susunya. Arlan mendongak cepat. "Tangan kamu luka?!" Kaget nya, tak menunggu lama ia langsung mendudukkan tubuh Alika ke sofa dan berlari mengambil kotak P3K. Alika hanya diam cengo saat pemuda itu mulai mengobati lukanya dengan telaten, bahkan saat dirinya mendesis kesakitan Arlan langsung meniupi tangannya lembut seolah untuk meredakan rasa sakitnya. Kedua insan itu sama-sama terdiam membisu, namun bedanya kini suasana yang tercipta diantara keduanya bukan bersitegang seperti biasa. "Saya cuma khawatir aja kalo kamu sakit nanti kinerja kamu menurun." Gumam Arlan masih menunduk untuk menyelesaikan aktivitasnya, "jadi jangan salah paham." Imbuhnya membuat Alika mengerjap pelan. "Hm, saya juga ngerti kok Pak." Hening lagi. Bahkan Arlan yang sudah selesai mengobati luka di tangan Alika cuma bisa diam tak bergeming di tempatnya, karena sejujurnya rasa canggung dan aneh itu kian kencang diantara keduanya. "Soal kejadian tadi pagi," Arlan mengernyit, Alika menarik napas dalam. "Saya akui kalo itu salah saya, saya minta maaf." Alika menundukkan kepala sopan. Arlan merapatkan bibir, memandang tak terbaca kearah gadis itu. "Hm." Gumamnya tak terlalu jelas sambil mencoba bersikap biasa. Alika yang masih menunduk makin bingung harus berbuat apa, namun saat merasakan usapan di kepalanya gadis itu spontan mendongak syok, berkedip-kedip polos menatap Arlan. Arlan tersenyum samar. "Kalo penurut gini kamu ternyata manis juga."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN