"Ayo kita pergi, Ai." Aku menyentak kuat tangannya, kembali ke dekat Ero dan menahan pendarahannya. Si m***m itu merintih kesakitan, napasnya terputus-putus, air matanya mengalir karena rasa sakit yang teramat sangat dari perutnya. "Jangan khawatir, Wildan akan melalui jalan ini kalau mau ke rumah Tania. Dia akan menolongmu. Bertahanlah... bertahanlah sampaidia datang... Aku tahu kau bisa..." "Kau tidak perlu menangisi pembunuh ini, Ai. Ayo kita pergi!" teriak Tama. Pandanganku mulai mengabur karena air mata, meski begitu, aku tetap menekan perut Ero. "Ai!" Tanpa menatap Tama di belakang sana, aku berkata, "Aku ... Aku tidak pernah memintamu menusuknya. Kau bilang, mau menjemputku, kan? Aku sampai meloncat dari mobil karena kau minta begitu, tapi kenapa malah menusuk E