8. Naif

1359 Kata
"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan." Zka membuka pembicaraan ketika mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kediaman Eldo."Apa?" balas Eldo tanpa memandang Zka. "Sebenarnya apa tujuanmu melakukan ini padaku? Apa keuntungnya bagimu?" Sampai hari ini, Zka masih tidak mengerti alasan di balik sikap Eldo padanya. "Tidak ada." "Lalu mengapa kau lakukan?" tuntut Zka. "Ingin saja." "Hanya ingin katamu?! Tidakkah kau sadar apa yang kau lakukan ini sudah menghancurkan masa depanku?!" Zka tidak bisa menahan kemarahannya. Pria itu berkata seolah-olah hal yang dilakukannya adalah sesuatu yang tidak penting, sementara hal itu jelas-jelas sudah memorak-porandakan kehidupan Zka. "Apa peduliku?" balas Eldo dingin. "Kau sakit!" maki Zka. "Mungkin." Eldo sama sekali tidak terganggu dengan teriakan Zka. "Kau benar-benar manusia yang tidak punya perasaan! Aku menyesal pernah menganggapmu orang yang baik." "Apa ibumu tidak pernah mengajarimu untuk jangan pernah percaya pada orang lain? Kalau ia tidak pernah mengajarimu, aku yang akan mengajarkannya padamu mulai sekarang." Nada bicaranya begitu mengejek. "Aku tidak butuh ajaran dari pria sepertimu," desis Zka penuh kebencian. "Kalau kau hanya ingin terus menghinaku, lebih baik diamlah dan tutup saja mulutmu." "Aku belum selesai bicara." "Masih ada hinaan lain?" sindir Eldo. "Aku hanya ingin bertanya." "Apalagi?" "Bagaimana dengan kuliahku?" "Memangnya ada apa dengan kuliahmu?" "Apa kau akan mengizinkan aku untuk menyelesaikan kuliahku?" "Sejak kapan itu menjadi urusanku? Kau bebas melakukan apa saja yang kau mau, selama kau tidak menyusahkan aku." Entah mengapa kata-kata Eldo selalu terdengar sinis dan menyebalkan di telinga Zka. Bicara dengan pria itu sepertinya akan selalu menguras emosi Zka. "Kau sendiri yang bilang aku tidak boleh keluar dari rumahmu tanpa izin darimu!" "Ternyata kau mulai mengerti posisimu. Gadis Pintar!" Eldo berdecak senang. "Jadi bagaimana?" cecar Zka. "Apa?" "Kuliahku!" teriak Zka geram. "Lanjutkan saja." "Kau serius dengan ucapanmu?" "Tentu. Aku tidak suka dikelilingi orang-orang bodoh. Sudah terlalu banyak orang dungu yang berkeliaran di sekelilingku, tidak perlu ditambah dengan dirimu. Tapi ingat! Jangan coba-coba memanfaatkan keadaan, atau kau akan menyesal." "Aku bisa mempercayai perkataanmu?" Zka menatap curiga. "Aku selalu menepati kata-kataku." "Ada satu lagi yang ingin kutanyakan." "Kenapa kau cerewet sekali?" Eldo mendengus kesal. "Aku harus memastikan semuanya, sebelum kau melakukan hal yang semena-mena padaku." "Aku rasa itu hakku untuk berbuat apa pun padamu." "Karena itu aku ingin bertanya." "Hmm?" Eldo menaikkan alisnya, menunggu Zka melontarkan pertanyaannya. "Apa aku masih harus datang ke J Club?" "Dalam artian bagaimana?" Zka mulai menyadari kebiasaan Eldo. Pria itu senang sekali menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. "Bekerja di sana?" "Tidak perlu. Aku tidak suka berbagi. Selama kau menjadi wanitaku itu artinya kau milikku. Tidak boleh ada yang menyentuhmu selain aku." Meski Zka tidak suka Eldo mengklaim dirinya sebagai milik pria itu, dan dia sebenarnya tidak ingin menjadi pemuas nafsu pria itu, tapi ia merasa sedikit lega karena ia tidak perlu lagi merasa khawatir dirinya akan mendapat pelecehan dari para tamu di J Club. "Jadi aku tidak perlu lagi menginjakkan kakiku di sana?" "Tidak juga. Sesekali kau masih akan tetap datang saat kuminta." "Jadi sebenarnya apa yang harus aku lakukan selama aku tinggal di bersamamu? Apa aku harus bekerja?" "Tidak. Tugasmu hanya menuruti semua perintahku?" "Hanya itu?" Zka benar-benar tidak mengerti dengan isi kepala pria ini. Sejak awal pertemuan mereka, Eldo memang terkesan misterius. "Hanya itu. Mudah saja, bukan?" *** Sudah beberapa hari Zka tinggal di kediaman Eldo, dan sampai hari ini tidak ada hal buruk yang terjadi padanya. Ia tetap dapat beraktifitas seperti biasanya tanpa ada gangguan dari Eldo. Sejauh ini, pria itu juga belum memberi perintah apa-apa padanya. Dan hal yang paling penting, pria itu tidak pernah menyentuhnya sejak malam itu. Kenyataan itu membuat Zka merasa lega. Ternyata hidup di sini tidak semenakutkan yang dibayangkannya, dan tentunya jauh lebih baik ketimbang malam-malam saat ia harus menjadi wanita penghibur di J Club. "Kenapa baru pulang, Nona?" Maria bertanya ketika membukakan pintu untuk Zka. "Ada tugas kuliah yang harus kuselesaikan, Maria." Hari ini Zka memang pulang terlambat. Biasanya menjelang sore ia sudah kembali, tapi hari ini ia pulang agak malam. Rasa rindunya tidak tertahankan, sehingga akhirnya Zka nekat memutuskan untuk menemui ibunya. Niatnya ia hanya akan melihat ibunya sebentar saja, namun kondisi ibunya membuat Zka tidak tega meninggalkannya begitu saja. Ketika Zka menemuinya siang tadi, Yvone terlihat sangat murung. Hanya dalam beberapa hari saja, tubuhnya terlihat jauh lebih kurus. Zka sampai sulit menahan tangisnya di hadapan ibunya. Ingin rasanya ia tetap bersama ibunya dan tidak kembali lagi ke tempat Eldo, namun Zka sadar akan akibatnya. "Nona sudah makan?" "Sudah, Maria. Aku ke kamarku dulu." Zka sangat lelah hari ini. Ia hanya ingin secepatnya mandi, tidur, dan melupakan semuanya. Setidaknya untuk hari ini. "Dari mana saja kau?" Zka terlonjak ketika mendengar sapaan dingin Eldo ketika ia baru saja membuka pintu kamarnya. Pria itu duduk dengan tenang di atas tempat tidur, namun wajahnya terlihat menyeramkan. "Kenapa diam saja? Jawab aku! Ke mana saja kau? Kenapa baru pulang selarut ini?!" Eldo berdiri dan mendekat ke arah Zka. Zka terkejut melihat Eldo tiba-tiba ada di kamarnya, padahal kemarin-kemarin pria itu tidak pernah pulang ke rumahnya sebelum lewat tengah malam. Eldo juga belum pernah masuk ke kamar yang Zka tempati. Entah mengapa, Zka seakan selalu tersihir dengan mata tajam Eldo. Ia kerap tidak dapat memfokuskan diri dengan keadaan dan tubuhnya membeku setiap kali Eldo menatapnya seperti saat ini. Tanpa sadar Zka tersudut di depan pintu kamar karena Eldo kini sudah berada tepat di hadapannya. Seketika Zka teringat pada kejadian malam itu. Zka menepis tangan Eldo yang membelai pipinya. "Kau mau apa?" tanya Zka berani meski ia tidak berhasil menutupi getar dalam suaranya. Eldo meraih dagu Zka dan memaksa wanita itu menatapnya. "Dari mana kau? Jawab aku," Eldo berbisik pelan, namun suaranya terdengar mengerikan. Zka mencoba mencari jawaban, namun otaknya buntu. Akhirnya ia memilih menjawab dengan jujur. "Menemui ibuku." Eldo terkejut mendengar jawaban jujur dari Zka. Ia memang sudah tahu ke mana Zka pergi tanpa perlu mendengar jawaban darinya. Tapi dikiranya gadis ini akan berbohong untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. "Siapa yang memberimu izin?" "Tidak ada." "Bukankah aku sudah pernah melarangmu untuk menemuinya?" Eldo semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Zka. "Aku tidak bermaksud menemuinya. Aku hanya ingin melihatnya dari jauh." "Jika kau hanya melihatnya dari jauh, mengapa sampai selarut ini?" Eldo memicingkan matanya penuh curiga. "Karena ibuku sakit. Aku tidak bisa berpura-pura tidak tahu." "Kau sudah mulai berani menentangku, hm?" ujar Eldo di bibir Zka. "Jelaskan padaku apa salahnya menemui ibuku sendiri?" Zka berusaha menghindari bibir Eldo yang mulai memagutnya. Karena Zka memalingkan wajahnya, kini bibir Eldo berada di telinga gadis itu. "Jelas salah! Aku ingin melihatnya tersiksa, salah satu caranya adalah dengan memisahkan dirimu darinya." Zka tercekat. "Kenapa kau terlihat seperti membenci ibuku?" "Begitukah?" Eldo mengangkat sebelah alisnya. Bibirnya kini mulai menyusuri leher Zka. Ketakutan mulai menyergap Zka. Ia tidak ingin Eldo menyentuhnya lagi. "Bisakah kau tidak begini?" ujarnya lirih. "Kenapa? Kau tidak suka?" Eldo tersenyum mengejek. "Adakah perempuan yang suka diperlakukan seperti ini?" balas Zka getir. "Bukankah aku berlaku baik padamu?" Tangan Eldo mulai bergerak membuka kancing baju Zka yang teratas. "Aku tidak mengasarimu sama sekali." Zka mencekal bajunya agar Eldo tidak bisa membukanya. "Tapi kau membuatku merasa seperti seorang pelacur." Eldo menurunkan tangan Zka dan melanjutkan membuka kancing baju gadis itu satu per satu. "Tadinya aku sedang tidak ingin menyentuhmu. Namun aku harus menghukummu karena kau sudah berani melawan perintahku." Malam itu, untuk kedua kalinya Zka merasa begitu jijik dengan tubuhnya sendiri. Setelah selesai dengannya, Eldo meninggalkan kamar Zka dan kembali ke kamarnya sendiri. Kini ia benar-benar tidak ada bedanya dengan seorang p*****r, yang ditinggalkan begitu saja setelah selesai ditiduri. Setelah Eldo meninggalkannya, Zka mengurung dirinya di kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin untuk membersihkan dirinya, meski itu tidak berhasil mengusir rasa kotor dari tubuhnya. Zka tetap jijik dengan dirinya. Air mata yang sejak tadi ditahannya, kini mengalir deras. Ia tidak percaya hidupnya bisa jadi seperti ini. Tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa ia akan menjalani kehidupan yang hina seperti ini. Selama ini, ia hidup sebagai gadis baik-baik. Ia juga memiliki bayangan yang manis tentang masa depannya bersama seorang pria. Mungkin menikah dengan seorang pemuda sopan yang lembut seperti Brooklyn, membangun keluarga kecil yang bahagia, memiliki anak-anak yang sehat dan lucu bersamanya. Namun kini, segala bayangan itu hancur. Ia sadar dirinya terlalu naif. *** --- to be continue ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN