Bab 11

1302 Kata
“Beby, pindah ranjang. Aku kangen. “ Bisik Bian yang membuat Amel langsung terbangun. “Pah… aku… Belum sempat Amel menyelesaikan kalimatnya, Bian sudah menggendong tubuh Amel, dan membawa tubuh Amel keluar dari kamar Amel sendiri, membuat Amel panik, karena Amel tahu di rumah itu masih ada Angga, tapi Bian malah dengan santainya menggendong dirinya dan membawa pindah kamar. Yah, pria yang selama ini berada di sisi Amel secara diam-diam itu adalah Bian, dan wanita yang sering bermain ke kantor Bian itu adalah Amel. Wajar saja orang kantor yang ada di kantor Bian tidak mengenal Amel, karena setiap Amel datang ke kantor Bian, Amel pasti akan memakai pakaian yang sangat tertutup. Memakai masker hitam serta kacamata hitam, hingga tidak ada satu orang pun yang mengenali Amel saat bermain ke kantor Bian. “Pah, ini rumah Kak Angga. Ranjang kedua ada di rumah Papa sendiri. Jangan seperti ini . Aku tidak mau ambil resiko. "Ujar Amel yang terus berontak meminta agar Bian menurunkan dirinya, namun Bian tetap saja membawa Amel masuk ke kamarnya. Yah, sebenarnya Angga sudah menetapkan kamar satunya itu sebagai kamar papa Bian takut sewaktu-waktu papa Bian menginap, makanya Angga menjadikan kamar tersebut sebagai kamar pribadi Bian. Bian merupakan tubuh Amel di ranjangnya lalu menindih tubuh Amel setelah Mengunci pintu kamarnya. “ Aku tidak peduli ranjang kedua ada di rumah ini atau ada di rumah pribadi ku. Yang jelas, ranjang kedua, itu kamar ku. Aku kangen, Baby." Bisik Bian dengan nada yang terdengar sangat seksi, Seraya mengelus wajah Amel dengan penuh kelembutan, hingga membuat Amel langsung memejamkan matanya, merasakan sentuhan hangat dari tangan Bian. Amel mulai menikmati sentuhan tangan Bian. Bian mulai mendaratkan kecupan dikeringkan Amel, lalu beralih pada bibir Amel, hingga membuat Amel terkejut dan langsung membuka matanya karena ia mulai bersandar kalau posisinya sekarang sedang berada di rumah Angga. yang kebiasaan Amel kalau sudah bermesraan dengan Bian, ia akan lepas kendali saat mendesah. Jadi Amel merasa tidak tenang kalau bermesraan bukan di rumah Bian. Sebenarnya Bian juga lebih enak bermesraan dirumah sendiri, kalau dirumah sendiri, Bian bisa bermesraan dengan penuh leluasa tanpa merasa takut akan ada orang lain yang akan mengganggu kesenangannya. Sebenarnya bukan Bian yang merasa tidak leluasa, lebih tepatnya itu Amel yang merasa tidak leluasa. “ Pah, ini rumah Kak Angga, Kak Angga ke mana? "Tanya Amel setelah sadar kalau sekarang dirinya berada di rumah Angga. "Sudah aku suruh pergi. Dan mungkin dia akan pulang larut, atau bisa saja dia tidak akan pulang. "Jawab Bian seraya membuka rompi baju dinas Amel, hingga Bian dapat melihat d**a Amel, Karena setelah rompi itu dilepas, hanya ada kain yang diikat di kedua pundak Amel sebagai penahan agar tidak melorot, serta penutup d**a yang begitu sangat transparan hingga membuat Bian langsung meneguk ludahnya dengan kasar. “ Baby, apa Angga selama ini pernah melihat tubuh indahmu? "Tanya Bian yang entah kenapa ia merasa tidak rela Kalau Angga menikmati tubuh indah Amel. Mendengar pertanyaan tersebut, Amel langsung melingkarkan kedua tangannya pada leher Bian, dan sedikit menariknya, hingga wajah keduanya begitu sangat dekat, bahkan Bian dapat menghirup aroma dari deru nafas Amel. "Aku telanjang sekalipun, Kak Angga tidak akan melihatnya, karena Kak Angga tidak pernah menganggapku ada. Kalau sudah Tidak Dianggap, untuk apa aku merasa takut Kak Angga melihat tubuh telanjang bulat, akan lebih baik aku menunjukkan tubuh indahku kepada papa mertua saja, karena selama ini cuma papa yang bisa menganggap keberadaanku. “ Ujar Amel menggoda Bian, dan diakhiri dengan kedipan sebelah mata, membuat tubuh Bian merasa panas saat mendengar kalimat panjang yang begitu sangat menggoda ditelinga Bian. “ Bukannya selama ini kamu selalu menomorsatukan Angga? Lalu kenapa kenapa akhir-akhir ini kamu mulai menunjukkan sikap agresif yang begitu sangat berlebihan? Bahkan Sepertinya kamu sangat merasa sudah tidak perlu lagi berharap lebih terhadap pernikahanmu dengan Angga. Bukannya selama ini kamu juga selalu memberiku peringatan, kalau kamu hanya ingin menikah satu kali dan kamu sangat berharap Angga dapat mencintai kamu?" berbagai macam pertanyaan Bian lontarkan setelah Amel memberi jawaban panjang pada Bian, karena Bian ingin tahu kenapa Amel mau disentuh olehnya, sementara sejak dulu Amel begitu sangat menolak dirinya. “ Alasannya cukup banyak. Yang pertama kenapa aku menerima Papa, itu karena Papa bukan Papa kandung Kak Angga. Dan yang kedua, itu karena aku merasa nyaman. Aku tidak menyangka, kalau kebersamaan kita yang cukup terbilang sering, itu malah membuat aku merasa nyaman ada di dekat Papa, Bahkan aku merasa dihargai. Dan yang ketiga. Aku menerima Papa, karena aku punya rencana tersendiri, yang jelas aku tidak memanfaatkan cinta tulus Papa terhadapku. Dan alasan yang paling terakhir, kenapa aku menghapus kata-kataku dulu yang ingin menikah Cukup, Satu Kali, itu setelah aku tahu kalau selama ini Kak Angga tidak menghormati pernikahan kami. Setelah aku mengetahui perselingkuhan antara Kak Angga dengan asistennya, aku merasa sudah cukup penantianku beberapa bulan ini menunggu Kak Angga membuka hatinya, tapi berakhir sia-sia . Itulah kenapa aku mau menerima Papa. "jawab Amel dengan wajah yang terlihat begitu sangat serius membuat Bian tersenyum singkat, lalu merebahkan tubuhnya di samping Amel, dan menarik tubuh Amel ke dalam pelukannya. Bian menikmati aroma dari tubuh Amel, dengan memejamkan kedua matanya. Entah kenapa aroma tubuh Amel seperti membawa ketenangan yang tersembunyi, dimana ketenangan itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Namun mampu membuat Bian merasa begitu sangat tenang dan damai seperti tidak memiliki beban sama sekali. Yah, pada saat Amel menghubungi Angga, dan tentunya para readers masih ingat saat Amel menghubungi Angga pagi-pagi sekali, dan cewek yang menerima panggilan dari Amel, itu sebenarnya adalah wanita yang menjadi selingkuhan Angga. Amel tahu kalau wanita itu selingkuhan Angga itu karena Amel minta bantuan Bian, meminta agar Bian mencari tahu siapa wanita itu dan pada saat dia memberikan beberapa bukti kalau wanita itu adalah wanita yang tidur dengan Angga, Amel langsung memutuskan untuk berhenti memperjuangkan pernikahannya agar tetap bertahan dan juga berhenti berjuang untuk mendapatkan cinta agar, karena menurut Amel, kalau dirinya terus berusaha berharap Cinta dari Angga, maka pada akhirnya Amel hanya mendapatkan luka mendalam seperti yang dikatakan oleh Bian. Makanya Amel memutuskan untuk melepas semua prinsipnya, dan memilih bersenang-senang dengan papa mertuanya, terlebih Papa mertuanya Bukan Papa kandung suaminya. Namun meski Amel membalaskan dendamnya pada Angga dengan cara berselingkuh dengan papa mertuanya, itu bukan berarti Amel ingin segera cerai dari Angga. Amel masih tetap ingin melihat seberapa jauh Angga menolak dirinya, dan Seberapa lama Angga bermain-main dengan selingkuhannya. Makanya Amel tetap menjaga atau merahasiakan antara hubungannya dengan Bian agar tidak diketahui oleh Angga. Setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, Bian tidak lagi membuka suara, dan Amel sendiri hanya diam saja, hingga terciptalah Kesunyian di kamar tersebut. Setelah cukup lama mereka saling berdiam diri, Bian memilih untuk membuka suara lebih dulu. "Baby, kapan kamu siap untuk aku nikahi? " tanya Bian membuat Amel terkejut, bahkan sampai langsung duduk. ” Bisa nggak jawabannya aku tunda. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, karena aku masih belum mendapatkan jawabannya.” Ujar Amel yang entah kenapa dia masih belum memikirkan tentang hubungannya dengan Bian yang akan dibawa ke hubungan yang lebih serius lagi seperti harapan Bian. “ Sayang, kamu nggak ada alasan untuk menolakku. Aku sama Angga nggak ada hubungan keluarga. Dan kamu juga sudah tahu Angga tidak pernah setia sama kamu. Kamu masih mau mencari cara untuk menolakku? " kata Bian yang entah Kenapa ia merasa Kalau Amel masih berharap terhadap Angga. Yah, sebenarnya Amel tidak pernah berharap terhadap Angga, hanya saja Amel memang tidak pernah memikirkan tentang hubungannya dengan Bian yang akan dibawa ke jejak yang lebih serius lagi. “Papa Sayang. Tunggu waktu yang tepat ya untuk ku beri jawaban. Aku butuh untuk mikir kapan waktu yang pas, bukan untuk mikir Mencari Alasan. “ Ujar Amel dengan nada lembutnya, dan beruntungnya Bian langsung luluh. “Tapi boleh kan bersenang-senang malam ini. Aku tidak tahan kalau harus nunggu sampai kita menikah. “ Kata Bian yang langsung mengecup d**a Amel, hingga Amel berhasil meloloskan desahan pertamanya di malam itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN