“ Bian, keluar sekarang juga! "Ujar wanita yang Menghadang mobil Bian dengan lantangnya, membuat Amel terkejut, dan ternyata tidak hanya Amel yang terkejut, tapi Bian juga sama terkejutnya, karena Bian Mengenali wanita tersebut.
“ Pah, dia siapa?" tanya Amel dengan nada dinginnya sambil menunjuk pada wanita yang berdiri di depan mobil Bian.
"Sayang, kamu tunggu di sini. Jangan keluar sampai aku kembali. Mengerti!" ujar Bian meminta agar Amel tetap di dalam mobil, tanpa menjawab pertanyaan Amel.
Belum sempat Amel kembali mengulang pertanyaannya, Bian sudah keluar dari mobilnya untuk menemui wanita yang meminta agar Bian keluar dari mobil.
” Mona, Apa yang kamu lakukan di sini? " tanya Bian dengan nada dinginnya pada wanita yang menghalangi Mobilnya di jalan, dan wanita yang mengangkangi mobil Bian itu bernama Mona.
"Bian, kamu tidak bisa mendekati wanita itu hanya karena untuk menghindari ku. Aku tau kamu masih ada rasa sama aku." Ujar Mona sambil menunjuk seseorang yang ada di dalam mobil Bian yang tak lain adalah Amel.
Amel sendiri sebenarnya sangat penasaran, dan Amel membuka kaca pintu mobil, ingin mendengar apa yang dibicarakan oleh Bian dengan wanita yang Amel sendiri tidak tahu wanita yang sedang bicara dengan Bian itu siapa, dan ada hubungan apa dengan Bian.
"Siapa kamu berani beraninya mengaturku untuk tidak mendekati wanita yang aku mau. Dengar, aku sama kamu sudah menjadi orang asing. Dan kamu juga sudah tidak ada hak untuk melarang apa yang aku lakukan, termasuk mendekati wanita yang aku mau. " Ujar Bian menunjuk wajah Mona dengan penuh ketegasan.
Dengan cepat Mona langsung memeluk Bian hingga membuat email yang melihatnya benar-benar sangat terkejut, dan langsung keluar dari mobil Bian dan berlari ke belakang mobil, lebih tepatnya menjauhi mobil Bian.
Bian yang melihatnya langsung melepaskan tangan Mona yang dengan memeluknya secara kasar, dan mendorong tubuh Mona hingga hampir saja Mona terjatuh.
"Dengar baik-baik, kalau sampai terjadi sesuatu dengan wanitaku, Aku tidak akan mengampuni kamu. "Ujar Bian memberi peringatan pada Mona, dan membalikkan badannya untuk kembali masuk ke dalam mobilnya.
Biar masuk ke dalam mobilnya dan memutar balik mobilnya untuk mengejar Amel. Amel berusaha untuk menyetop taksi untuk mengantarnya pulang, dan beruntungnya Amel berhasil mendapatkan taksi bersamaan dengan mobil Bian yang sudah menghadang mobil taxi tersebut. Dengan cepat Bian keluar dari mobilnya dan berlari mendekati taksi yang dimasuki oleh Amel. Amel juga sudah terlanjur masuk ke dalam mobil taksi tersebut, dan supir taxi pun berulang kali membunyikan klakson mobilnya meminta agar Bian menyingkirkan mobilnya.
"Sayang, buka pintunya. Kamu salah paham! “ Bian sambil mengetuk kaca pintu mobil taksi tersebut , minta agar Amel membuka pintu mobilnya atau keluar dari mobil taksi tersebut.
Amel memilih mengalihkan wajahnya dari Bian dan mencoba untuk tidak menangis. Amel merasa ia mulai meragukan Bian Dan menganggap kalau anak sama bapak memiliki karakter yang sama. Bian terus berusaha untuk membuka pintu mobil taksi tersebut, namun sayang, Amel tetap tidak membuka pintu mobil disampingnya.
" Pak , apa tidak bisa jalan? Kalau tidak bisa, tabrak saja mobilnya." Ujar Amel dengan penuh keberanian, membuat sopir taksi tersebut langsung menggelengkan kepalanya, tanda kalau ia tidak berani, karena mobil taksi tersebut tahu siapa pemilik dari mobil yang ada di depan mobil taksinya.
Karena Bian tidak bisa membuka pintu di samping Amel, Bian pun langsung beralih menuju pintu mobil supir, dan mengetuk pintu Sopir itu dengan keras hingga perlahan kaca mobil mulai turun.
"Bapak turun sekarang, karena kalau enggak, bukan hanya mobil ini yang hancur, tapi keluarga Bapak juga hancur. Turun sekarang juga!” ujar Bian dengan penuh ketegasan pada supir mobil taksi tersebut, membuat sopir taksi itu langsung keluar dengan wajah yang terlihat sangat ketakutan. Amel yang melihat supir itu keluar dari mobil langsung mengerutkan keningnya karena ia tidak percaya sopir taksi tersebut dengan begitu mudahnya mematuhi perintah Bian.
Bian sedikit bernafas lega karena sopir taksi itu mau mematuhi perintahnya. Bian masuk ke dalam mobil taksi tersebut, dan berusaha untuk membujuk Amel.
"Sayang, percaya sama aku ya, dia bukan siapa-siapa aku. Ayo keluar, kita bicarakan baik-baik di rumah. Ayo keluar." Pinta dengan penuh kelembutan, mencoba untuk membujuk Amel tanpa harus terbawa emosi.
“ Papa keluar sekarang juga, aku mau pulang. Aku mau istirahat. "Ujar Amel dengan nada dinginnya.
" Oke Oke. Aku akan penuhi. Aku akan keluar, tapi kamu juga keluar. Aku antar kamu pulang, dan kamu langsung istirahat. Atau kalau kamu gak mau pulang, kamu istirahat di rumah ini saja. "Ujar Bian seraya mengangkat kedua tangannya, tanda kalau dirinya mengalah.
"Papa keluar sekarang juga. Aku mau pulang! Dan yang pastinya Aku tidak mau pulang sama Papa." Ujar Amel dengan penuh ketegasan, membuat Bian langsung mengepalkan kedua tangannya dengan kuat Karena menahan emosi.
"Sayang, kamu jangan salah dulu, jangan marah. Ayo keluar. Aku antara kamu pulang ya. Aku jelaskan." Ujar Bian yang masih tetap berusaha menahan emosinya, bahkan kali ini suara Bian terlihat sangat ditekankan di setiap kalimatnya. Namun meski begitu, Amel tetap tidak luluh, atau mau menuruti perintah Bian untuk turun dari taksi tersebut. Bian mencoba untuk menyentuh tangan Amel, namun Amel langsung menghindarinya, dan malah bersedekap d**a untuk menghindari Bian. Bian tetap tidak menyerah, Bian mengelus lengan Amel dengan penuh kelembutan, dan juga mengelus paha Amel.
"Sayang, kamu hanya salah paham. Jangan berpikir macam-macam. Orang aku sudah sayang sama kamu kok, cinta sama kamu. Dan sekalipun aku nggak sayang sama kamu, aku juga nggak akan mengkhianati kamu. Bukannya selama ini Kamu tahu seperti apa cinta aku sama kamu. Masa cuma melihat seperti tadi kamu langsung salah paham. Kamu juga belum tahu dia siapa aku, dan kamu juga nggak tahu kalau tadi itu bukan aku yang meluk lebih dulu, dianya aja yang memeluk aku." Ujar Bian dengan penuh kelembutan, mencoba untuk sedikit memberi saran pada Amel, Namun ternyata Bian melihat Amel malah menatapnya dengan tatapan tajamnya.
" Jadi Papa kesenangan dipeluk wanita lain yang bukan kemauan Papa? "Tanya Amel sambil memutar bola matanya jengah, dan tetap tidak ingin keluar dari mobil taksi tersebut.
"Oke oke. Ayo keluar. Kita bicarakan baik-baik ya. Kalau aku terbukti Salah, kamu bisa ngelakuin hal apapun sama aku. Tapi kalau aku tidak terbukti salah, aku mau minta kedepannya, kamu dengerin dulu penjelasannya aku, kalau ada sesuatu yang yang terjadi pada hubungan kita, kamu harus dengerin penjelasan aku. “ Ujar Bian yang tetap menggunakan nada lembutnya, meski sebenarnya Kalau boleh jujur, Bian juga sudah lelah sejak tadi menahan emosinya kalau bukan karena demi Amel.
“ Sayang, aku tuh cintanya sama kamu, sayangnya sama kamu. Jadi… .
“ Sudahlah. Tidak usah bawa-bawa sayang, bawa-bawa Cinta. Anak sama Bapak sama saja. "Ujar Amel yang langsung memotong ucapan Bian, membuat Bian benar-benar merasa sudah Kehilangan batas kesabarannya.
Baru saja Bian ingin meluapkan emosinya, tiba-tiba Bian mendengar suara Angga.
“ Kenapa Tante menyuruhku ke sini? "Bian mendengar suara Angga bertanya pada seseorang yang dipanggil dengan panggilan tante, yang Bian yakini pertanyaan itu ditujukan pada Mona.
Bian langsung yakin kalau kedatangan Angga itu karena ulah Mona.
"Ada Angga. Mau nurut sama aku atau hubungan kita akan terbongkar di sini. "Ujar Bian dengan wajah yang terlihat sangat serius, membuat Amel langsung terlihat tegang. Amel tidak ingin hubungannya dengan Bian diketahui oleh Angga, tapi Amel juga tidak ingin nurut sama Bian.
“ Angga, seret wanita itu untuk meninggalkan Bian, karena wanita itu, Tante jadi kesulitan untuk Memperbaiki hubungan Tante dengan papamu! “ teriak Mona sambil menunjuk ke arah taxi dimana di dalam taxi tersebut ada Bian dan juga Amel.
Dengan cepat Angga langsung membawa langkahnya untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Mona.