Jam sepuluh pagi lewat dua puluh menit, Anya berjalan tergesa-gesa ke dalam kantor barunya di sebuah gedung pencakar langit yang ada di kawasan Fifth Avenue. Ia tahu kalau dirinya sudah terlambat.
“Sialan Peter! Kenapa dia tidak membangunkan aku dan hanya sekedar mematikan alarm lalu lanjut tidur lagi tadi pagi!” gerutunya dalam hatinya merasa kesal dengan ulah teman satu atapnya itu, ia kini sudah berada di dalam lift bersama dengan beberapa karyawan lain yang hendak menuju ke lantai masing-masing.
“Kau terlambat!” tegur Nancy.
“Maafkan aku, aku terjebak kemacetan tadi. Aku tidak mengira dari apartemenku ke sini akan mengalami kemacetan yang parah.”
“Seharusnya kau bangun lebih pagi dan berangkat lebih awal sehingga bisa menghindari kemacetan. Semua orang tahu kalau setiap pagi dan sore hari selalu ada rush hour di New York! Apalagi di bulan Desember dengan cuaca yang selalu hujan salju begini!”
“Sekali lagi aku minta maaf, aku janji kalau hal ini tidak akan terjadi lagi. Mulai besok dan seterusnya aku pasti akan datang tepat waktu.”
Nancy menghela nafas dan mengibaskan tangannya.
“Sudahlah lupakan saja, yang penting jangan diulangi lagi. Kau sudah ditunggu oleh Bos di dalam ruangannya! Ayo kita kesana, aku akan mengenalkan kamu sebagai asisten barunya!”
Anya mengangguk, ia merasa lega sebab Nancy tidak terlalu marah kepadanya dan bisa memaklumi alasan kenapa dia datang terlambat di hari pertama kerja.
Nancy bangkit dari kursinya dan diikuti oleh Anya kemudian melangkah menuju ke ruangan kantor milik sang Bos yang ada beberapa meter dari mejanya. Nancy mengetuk pintu beberapa kali.
“Masuk!” Suara bariton itu terdengar samar.
“Ayo kita masuk!” ajak Nancy yang dijawab dengan anggukan oleh Anya.
Nancy membuka pintu dan bersama dengan Anya masuk ke ruangan Bos mereka.
“Bos, ini Anya dia adalah asisten baru anda yang direkrut oleh tim HRD!” jelas Nancy ketika sudah berada di dekat sang Bos yang sedang menatap pemandangan dari jendela ruangan dan memunggungi mereka.
Sang Bos membalikkan tubuhnya dan ....
Astaga!
Anya tercekat ketika mengetahui siapa Bos yang dimaksud oleh Nancy, begitu pula sang Bos yang sama terkejutnya melihat Anya. Tapi karena ada Nancy sang sekretaris di sana, sang Bos segera bersikap biasa dan pura-pura tidak saling mengenal.
“Nancy, tolong tinggalkan kami berdua. Saya ingin mewawancarai asisten baru ini secara pribadi!”
“Baik, Bos!” Nancy melirik ke arah Anya sejenak dan memberikan isyarat untuk mengikuti apa kemauan Bos mereka sebelum ia meninggalkan ruangan dan kembali ke mejanya.
“Aku tidak mengira ternyata Om Thom adalah Bosnya di kantor ini,” ucap Anya.
“Aku juga tidak menduga kalau kamu melamar sebagai pegawai di kantorku. Bahkan aku tidak mengira kalau kamu ternyata memiliki ijazah dan gelar Bachelor. Sebab setahuku syarat minimal yang aku minta kepada tim HRD untuk dijadikan asisten pribadiku adalah lulusan perguruan tinggi.”
“Kalau mengenai ijazah, meski bukan yang terbaik tapi saya adalah lulusan Stanford dengan predikat cumlaude. Sudah dua tahun ini berusaha melamar pekerjaan tapi selalu gagal dan baru sekarang diterima di kantor Om Thom. Tapi jika Om Thom keberatan, saya bisa mengundurkan diri sekarang juga."
Thomas mengulum senyum dan memiliki pikiran lain, ia mengibaskan tangannya.
“Tidak, saya tidak keberatan. Justru saya jadi merasa senang sebab kamu jauh melampaui ekspektasi diriku. Lagi pula mungkin sudah menjadi takdir agar kita kembali bersama.”
“Bukankah Om Thom sendiri yang memutuskan hubungan diantara kita?”
Thomas berjalan menghampiri Anya dan mengangguk.
“Itu benar Anya dan jujur saja aku menyesali tindakanku itu. Kau tahu, selama beberapa hari ini entah berapa kali aku hendak menghubungi dirimu tapi aku mengurungkan niatku itu.”
“Kenapa?”
“Aku malu, tapi aku .…” Thomas menghela nafas dan menjeda kalimatnya.
Anya mengerutkan keningnya, “Tapi apa?”
Thomas berdiri tepat di belakang Anya, ia tiba-tiba saja mendekap Anya dan berbisik di telinganya.
“Aku merindukanmu, aku rasanya tidak bisa melepaskan dirimu meski aku bilang kalau aku tidak ingin menjalin hubungan yang serius dan terlalu lama dengan seorang gadis.”
“Aku juga tidak menuntut hubungan yang serius. Seperti yang Om Thom bilang sejak awal, kita berdua menjalin hubungan hanya untuk memuaskan kebutuhan masing-masing saja.”
“Kamu benar, sangat benar. Dan ternyata kebutuhanku akan dirimu masih belum cukup terpuaskan,” sahut Thomas yang dengan serta merta mengecup bibir Anya.
Anya tak kuasa melawan, ia bahkan sebenarnya memang masih juga menginginkan hubungan diantara dirinya dengan Thomas tidak berakhir. Sebagai seorang perempuan, bagi Anya kedewasaan dan kekuatan fisik yang dimiliki oleh Thomas jauh mengungguli Peter. Sehingga dalam permainan ranjang yang kerap mereka lakukan, Anya lebih sering mendapatkan klimaks dari Thomas ketimbang dari Peter.
Thomas memagut bibir Anya dan sebaliknya Anya pun menikmati apa yang sedang terjadi, ia membuka mulutnya dan membiarkan lidah Thomas mengaduk-aduk dan menghisap lidah dan bibirnya dengan ganas. Bahkan tak hanya itu saja, Thomas kini terpicu untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar cumbuan belaka. Ia mengangkat tubuh Anya dan mendudukkannya di mejanya.
“Tunggu Om Thom, apa yang akan Om Thom lakukan?” tanya Anya.
Thomas tersenyum.
“Aku ingin melakukannya denganmu di sini sekarang juga Anya, hanya sebentar saja, sebuah quickie,” bisik Thomas yang dengan cepat menarik segitiga milik Anya yang kebetulan memakai rok pendek itu.
Anya membelalakkan matanya tapi ia juga merasa sudah sangat b*******h dan adrenalin yang membuncah di dalam dirinya membuatnya tidak bisa menolak. Maka ia pun menerima dengan pasrah apa yang sedang dilakukan oleh Thomas di hari pertama kerjanya.
Thomas meraih pengaman yang ada di dalam laci di mejanya, mengenakannya dengan cepat dan kemudian memacu cintanya kepada Anya dengan penuh semangat. Peluh bercucuran seiring permainan panas yang mereka lakukan di jam brunch tersebut.
“Owh ... Om Thom benar-benar kuat dan luar biasa!” ucap Anya menahan dirinya supaya tidak memekik ketika Thomas sedang menggarap kebun rumputnya yang indah dan hijau lalu menyiramnya dengan hujan mendadak.
Sepuluh menit berlalu dan Thomas menyudahi permainan mereka ia segera merapikan baju dan memberikan tisu basah kepada Anya. Gadis itu segera membersihkan noda dan peluhnya lalu merapikan kembali bajunya.
“Mulai hari ini kamu akan bekerja sebagai asisten pribadiku juga sekaligus sebagai sugar babyku di kantor. Kamu jangan khawatir mengenai gaji dan bayarannya, pokoknya asalkan kamu menuruti semua keinginanku seperti barusan, maka apa pun keinginanmu akan aku penuhi!” Thomas menjelaskan kontrak baru yang ia berikan secara lisan kepada Anya.
Anya dengan nafas yang masih memburu mengangguk, “Terima kasih, Om.”
“Sekarang bersiaplah, setelah makan siang aku ada rapat yang super penting. Kamu harus menemani aku dan membuat resume dari rapat tersebut!”
Sekali lagi Anya mengangguk, “Iya, Om Thom.”
“Satu lagi, saat di kantor dan acara resmi jangan memanggilku Om Thom tapi Mr. Thomas atau Bos. Kamu mengerti kan?!”
“Mengerti Om Thom eh Mr. Thomas,” angguk Anya.
***