Aksa menggeliat, matanya yang baru terbuka tampak mengerjap saat mendapati kasur sampingnya kosong tanpa Sifa. Dia mengernyit memastikan jarum jam duduk di bawah lampu tidur itu memang masih menunjukkan pukul dua dini hari. Sambil menguap lebar dia beranjak bangun, pandangannya menjelajah remang kamar mencari keberadaan Sifa. Aksa bukannya tidak menyadari kalau sepulang dari rumah kakeknya Sifa berubah murung dan lebih banyak diam. Seperti saat mereka berkumpul di rumah Ibra kemarin malam Sifa juga irit bicara. Dia disana, duduk melamun sambil memeluk kedua lututnya di sofa. Aksa menghela nafas, rasa bersalah seakan kembali menghimpitnya. Inilah yang dia takutkan, ketika hubungan mereka dihadapkan pada satu pilihan dan Sifa harus kehilangan kakeknya juga semua yang dia punya untuk bisa t