Zoya melangkah pelan menyusuri jalanan. Ia menarik napas panjang terus menerus agar tidak menumpahkan air mata itu. Hatinya sudah mendesak ingin sekali berteriak, memanggil nama Matthias untuk kembali. Sesekali ia menengadah ke atas, memandang ribuan bintang yang terbit pada kegelapan malam. Dalam keheningan jiwanya hanya ada satu pertanyaan. Kenapa bukan aku yang kau pilih, Kak? Ia tertawa hambar, mencubit cuping hidungnya yang terasa pengar untuk menahan tangis. Ia tidak ingin menangis, sengaja ingin menikmati setiap luka yang mulai hadir menggerogoti relung hatinya. Bangsatnya ia tidak setegar itu, ia berhenti pada keramaian jalan namun seperti tersesat dalam kebingungan ilusi. "Kak Matty ..." Zoya menatap sekelilingnya yang sangat ramai itu. Berharap melihat Matthias datang menjem