6

1588 Kata
Azka pov Aku dan Charlotte keluar dari ruang praktek dokter Anna. Katanya putriku hanya flu dan harus beristirahat selama tiga hari. Berhubung besok sabtu, aku tidak perlu meminta surat keterangan sakit karena putriku libur. Kalau tadi siang Charlotte hanya demam maka sore ini sudah ditambah dengan batuk dan pilek. Aku tidak tega melihat wajahnya yang menderita. Ia terkulai lemah di sampingku.  Dengan kepala yang disandarkan pada jok mobil. "Chacha mau makan apa?" Tanyaku sambil menyetir, namun putriku hanya menggeleng lemah. "Tapi Chacha harus makan, abis itu minum obat biar cepat sembuh." "Kalau Chacha bilang, papa mau ngabulin gak." tanyanya tanpa semangat. "Kok nanyanya gitu?" Tanyaku sambil tersenyum. "Ok, papa akan kabulin permintaan kamu, yang penting Chacha mau makan." Lanjutku penuh keyakinan. "Chaca kepengen makan masakannya Miss Celia." jawab Chacha. Aku hanya bisa menarik nafas dalam dalam. Lalu menghembuskan dengan kasar. Permintaan yang sebenarnya sangat tidak kuinginkan. Kenapa hari ini semua harus berhubungan dengan Miss Celia. Ada apa sebenarnya sehingga ia selalu berusaha mempertemukanku dengan gurunya itu. Perempuan yang sudah mempengaruhi pikiran anakku. Tapi saat ini putriku sedang sakit. Dan tampaknya aku harus mengenyahkan pikiran burukku itu. "Ok, kali ini papa kabulkan. Tapi Chacha tahu gak alamat miss Celia." "Enggak." "Trus gimana kita kesana?" Tanyaku kehabisan akal. Malam malam disuruh cari alamat yang aku sendiri tidak tahu dimana. "Tanya wali kelasku aja. Papa ada nomer handphone nya kan?" Jawaban Charlotte benar benar mengejutkanku. Ia benar benar serius dengan permintaannya. Sampai sampai ia sudah memikirkan bagaimana agar bisa sampai kerumah missnya. Walau sudah malam aku segera menghubungi wali kelas Charlotte, sejenak berbasa basi sebelum meminta nomor ponsel perempuan yang dimaksud. Wali kelas putriku berjanji akan mengirim via w*****p. Tak lama pesan berisi permintaanku masuk. Segera aku mendial nomor tersebut. Beruntung pada nada tunggu ketiga ia mengangkat. "Hallo selamat malam, maaf dengan siapa?" Terdengat suara halus disana. "Maaf miss Celia, saya papanya Charlotte. Putri saya sedang sakit dan ia ingin makan masakan anda. Tadi saya sudah menawarkan makan ditempat lain tapi dia nggak mau. Apa kami bisa ke rumah anda sekarang?" "Tapi maaf pak, saya nggak masak banyak tadi dan sekarang sudah habis." jawab perempuan itu. Aku bertanya dalam hati, ini penolakan atau hanya taktiknya. "Cha, missnya gak masak. Nggak ada makanan di rumahnya. Jadi gimana?" "Aku makan telur ceplok aja. Asal yang masakin miss Celia" putriku tetap pada pendiriannya "Kalau gitu kamu ngomong sama miss aja sendiri." lalu aku menghidupkan speaker "Miss." rengek Charlotte "Ya, kamu masih sakit?" "Iya." jawab Charlotte disertai batuk. "Ini sudah malam cha, besok aja ya? Biar miss masakin." "Miss udah mau bobo ya. Chacha ganggu ya miss." tanya putriku. Kali ini di sertai tarikan ingusnya. Aku benar benar merasa berada dalam drama televisi. Akhirnya setelah tarikan nafas perempuan itu menjawab "Chacha mau makan apa?" "Telur aja miss." "Ok, miss buatkan. Miss tunggu ya." Seketika putriku tersenyum, senyum lepas yang sudah begitu lama menghilang. Setelah mendapatkan alamatnya aku  menghidupkan GPS, segera ku ikuti arahan mbah google di ponselku. Mobilku memasuki sebuah komplek perumahan yang boleh dikatakan sederhana. Dan terletak dipinggiran kota Jakarta. Beruntung jalanan sudah tidak macet karena sudah jam sepuluh malam lebih. Setelah meneliti nomor rumah satu persatu,  akhirnya kami tiba di rumah yang dituju. Mendengar suara mobil  sang empunya langsung membuka pintu. "Chacha?" Terdengar nada khawatir dalam suaranya. "Miss aku sakit." kalimat putriku langsung mendapatkan pelukan  dari sang miss. Sementara aku masih menyenderkan tubuhku di mobil. "Ya udah masuk yuk. Mari pak." perempuan itu melangkah masuk sambil menggendong putriku.  Aku melangkah mengikuti perempuan itu. Memasuki rumah yang terlihat paling sederhana diantara rumah lainnya. Di garasi terparkir mobil putih yang tadi ia gunakan  Halamannya penuh dengan bunga anggrek dan suplir. Aku tahu nama bunga itu karena juga merupakan koleksi ayahku. Tampaknya ia termasuk orang yang telaten dalam merawat tanaman. Memasuki ruang tamu yang di d******i perabotan ala vintage suasana homy segera terasa. Perempuan itu langsung membawa putriku ke dapur. Sementara aku memilih untuk  duduk di ruang tamu. "Maaf, anda sudah makan?" "Papa juga belum makan miss." putriku mendahuluiku menjawab pertanyaan. Aku hanya bisa mengomel dalam hati. Karena Charlotte sudah mempermalukan aku. Anakku dan aku menumpang makan di rumah seorang guru. "Mau sekalian saja? Tapi maaf saya hanya masak sayur bening bayam dan dadar telur daging cincang." perempuan itu menawarkan makan malam. "Bukan kornet kan?" Tanyaku menyelidik. Aku sangat tidak suka makanan kaleng. "Bukan, saya memang selalu sedia daging giling di rumah." Jawabnya sambil tersenyum. Akhirnya karena sudah malam dan  lapar aku menerima ajakannya walau sebenarnya agak malu juga. Aku memasuki ruang dapur yang menyatu dengan meja makan. Aku langsung jatuh cinta pada dapur ini. Hampir semua peralatan yang ada berwarna hijau. Sangat bersih dan rapi.  Peralatan dapurnya cukup lengkap. Di sudut terdapat sebuah show case yang berisi beberapa kue. Putriku yang tadi terlihat lemah kini sudah mulai bersemangat. Walau tidak lahap ia mampu menghabiskan sepiring nasinya. Gurunya menyuapi dengan telaten. Kuakui masakan perempuan ini enak, mirip masakan ibu. Sayur bening bayam hangat yang ditaburi bawang goreng dan omelet telur yang dicampur dengan parutan wortel dan daging. Walau sederhana namun terasa pas dilidah. Selesai makan aku mengambil obat milik Charlotte di mobil, ia yang biasa sulit minum obat, kali ini dengan mudah bisa ditaklukan oleh missnya. Tak lama putriku tertidur. Dan akhirnya kami kembali pulang setelah aku permisi dan mengucapkan terima kasih. Perempuan itu mengantar kami sampai di depan pagar. Aku tidak tahu apa yang membuatku terkesan. Tetapi rasanya perempuan itu memang tulus mencintai putriku. Kalau hanya putriku yang di cintainya tidak masalah. Asal jangan aku! Karena hubunganku dengan Karina sudah masuk dalam tahap serius. Dan aku bukan tipe laki laki yang mudah untuk mencintai. *** Celia pov Aku baru selesai menutup pintu dan menguncinya. Sudah lewat jam sebelas malam. Kejadian malam ini sangat diluar dugaan. Tiba-tiba pria itu menghubungiku karena putrinya ingin makan malam disini. Sebenarnya aku ingin menolak terutama karena sudah larut malam dan aku tidak pernah menerima tamu pria dimalam hari. Aku baru saja menyelesaikan pesanan kue ketika ia menelfon. Dan aku benar benar sedang ingin beristirahat. Tapi mendengar suara muridku yang batuk dan pilek. Aku tidak tega! Terutama bila mengingat mata muridku yang akhir akhir ini selalu sedih. Akhirnya aku memintanya untuk datang. aku sengaja membuka pintu depan, karena khawatir dengan pandangan miring tetangga. Bagaimanapun aku tinggal sendirian. Aku takut kalau kalau orang berpikiran negatif tentangku. Aku baru hendak membersihkan meja makan ketika menyadari bahwa ponsel laki-laki itu tertinggal. Seketika aku menatap ponsel hitam dan mahal tersebut. Segera kusimpan di atas lemari makan. Kupikir pasti ia akan mengambil lagi besok. Karena ini sudah larut malam. Namun tak lama kemudian ponsel itu berbunyi. Dengan wajah seorang perempuan sangat cantik didalamnya. Aku menebak perempuan itu adalah istri pria tadi. Jadilah tak kuangkat. Kubiarkan saja, aku takut kalau nanti istrinya salah sangka. Untung kemudian ponsel itu berhenti berbunyi. Sesampai di kamar segera aku naik ke tempat tidur. Aku sangat lelah hari ini. Namun kembali tidurku terganggu, kali ini ponselku yang berbunyi. Kulihat berasal dari nomor pria tadi. Aku yakin ini mengenai ponselnya yang tertinggal. Segera kuangkat "Halo selamat malam pak." "Halo, maaf mengganggu kembali miss, apa tadi ada ponsel saya ketinggalan?" "Oh, ada pak. Dan barusan berbunyi. Tapi tidak saya angkat." "Ok kalau begitu besok pagi saja saya ambil. Sekali lagi maaf karena susah mengganggu." Terdengar penyesalan disuara pria itu. "Tidak apa-apa." jawabku sambil menutup pembicaraan kami. Dan segera aku kembali tertidur. Esok paginya seperti biasa aku memesan gojek untuk mengantar pesanan. Setelah itu kulanjutkan dengan menyiram dan merawat koleksi tanamanku. Karena hari sabtu aku libur dari rutinitas mengajar. Oh iya selain di sekolah kadang juga aku diminta mengajar di beberapa tempat kursus kuliner. Tak lama mobil yang papa Chacha kembali datang. "Selamat pagi miss Celia." sapa papa Charlotte "Pagi pak, mau memgambil ponselnya? Sebentar ya." jawabku sambil masuk ke dalam rumah. Segera kuambil ponselnya dan menyerahkan kepada pemilik aslinya. Namun kali ini Charlotte yang tampak mengenakan jaket sudah turun dan berdiri di samping papanya. "Lho, Chacha kok gak istirahat?" Tanyaku. "Nanti miss di kantor papa." "Kan kamu sakit." "Iya miss, ibu saya sedang ke Jerman. Di rumah hanya ada asisten rumah tangga. Saya nggak tega ninggalin tadi." jawab ayahnya. "Chacha sudah sarapan dan makan obat?" Tanyaku lagi. "Belum miss, nanti aja di kantor papa." jawab Charlotte. Aku sendiri bingung ibunya kemana? Apa pergi ke Jerman juga? "Ya sudah, Chacha masuk mobil gih nak. Nanti pusing dan kedinginan." "Iya miss." jawabnya. Tapi kulihat matanya menatapku sangat sedih. Sementara papanya membuka pintu dan meminta putrinya untuk masuk ke mobil. Mobil itu memutar arah di gerbang rumahku. Tapi tatapan Charlotte tidak pernah lepas dariku. Sampai akhirnya ku lihat ia kembali menangis. Sebenarnya aku ingin memintanya turun dan tinggal disini saja. Aku tidak tega melihat anak yang sakit dibawa ke kantor. Namun aku juga harus menjaga sikapku. Karena bisa saja nanti akan menimbulkan masalah dengan kedua orang tuanya. Akhirnya aku hanya menghela nafas dan memasuki rumah. Namun baru saja menutup pintu ponselku berbunyi. Dari papanya Charlotte, lagi! "Ya pak, apa masih ada yang ketinggalan?" "Maaf bu, putri saya mau bicara." "Ya, ada apa Cha?" "Apa aku boleh nunggu papa pulang kerja di rumah miss aja? Aku kangen miss Celia." pertanyaan muridku membuat aku bingung mau menjawab apa. Tapi akhirnya aku memutuskan untuk bersikap tegas. Jangan sampai nanti aku dilabrak istri orang. "Cha, miss minta maaf. Kalau nanti Chacha nunggu disini. Miss gak enak sama mama Chacha." "Mama Chacha udah meninggal miss." teriak Charlotte.  jawaban Chacha membuatku terdiam. Jadi selama ini anak itu mendekatiku karena....? Celia menggelengkan kepalanya. Tidak... tidak mungkin. Jangan katakan kalau muridku itu sedang mencari ibu baru untuknya. Oh my God, aku bingung harus berkata apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN