Celia meletakkan tas tangan di atas meja makan, dan mengecek daftar pesanan di buku order. Besok pagi ada pesanan tiga buah kue ulang tahun dan empat buah Avocado mouse cake. Untung pesanan birthday cake kali ini tidak macam macam. Dan semua berbahan dasar brownies. Jadi bisa sekalian buat. Ia yakin sebelum pukul sebelas malam ini semua sudah akan selesai. Seperti biasa tadi malam ia sudah mencampur semua bahan kering sesuai resep. Hari ini tinggal mengocok telur, memanaskan butter dan mencampur semuanya.
Kemudian Celia meninggalkan dapur menuju kamarnya. Ingin mandi dulu sebelum memulai kegiatan di dapur. Mengajar seharian membuat tubuhnya terasa lengket. Walaupun berada diruang berAC. Beruntung rumah ini tidak terlalu besar. Rumah peninggalan eyang dan sekarang menjadi miliknya. Rumah dengan type tiga puluh enam. Namun sudah di renovasi di bagian dapur. Sehingga cukup lega kalau hanya ditempati sendiri.
Dulu Celia hidup berbahagia bersama papa dan mamanya. Sebagai anak tunggal yang selalu dimanja. Namun takdir berkata lain. Mamanya kepincut pada kekasih lamanya yang merupakan seorang pengusaha sukses. Walau hanya menjadi istri kedua namun mamanya rela meninggalkan anak dan suami. Sementara sang ayah merupakan pegawai di sebuah BUMN yang sebenarnya mampu membiayai sebuah keluarga. Mereka bukan orang yang kekurangan. Namun godaan akan mantan kekasih yang kaya raya begitu besar bagi ibunya. Dan akhirnya sang papa harus kalah dengan sang mantan yang kaya raya dan punya banyak perusahaan. Saat ini mamanya sudah memiliki dua anak dari papa tirinya.
Tak lama setelah orang tuanya bercerai, papanya pun menyusul, menikah dengan seorang janda pengusaha properti. Juga berasal dari keluarga kaya raya. Sama seperti ayah tirinya yang tidak menginginkan kehadirannya. Demikian juga ibu tirinya. Bersama papanya, mama tiri Celia memiliki satu orang anak. Akhirnya Celia tinggal berdua saja dengan neneknya. Terakhir kali ia bertemu papanya adalah saat neneknya meninggal. Dan pertemuan itu terasa sangat dingin. Karena mama tirinya tampak mendominasi. Celia hanya diam, toh kalimatnya tidak akan berarti bagi papanya.
Bagi Celia orang kaya hanya sumber masalah. Dengan seenaknya mereka mengambil apa yang mereka inginkan tanpa memikirkan kehidupan orang lain. Uang mampu membeli apa saja termasuk cinta dari pasangan mereka. Kebencian Celia bertambah sejak kejadian di SD dulu. Dimana ada anak laki-laki menyebalkan yang mencium bibirnya di depan toilet. Hanya karena ia tidak bersedia memberikan contekan ketika pelajaran agama.
Kejadian terakhir membuat Celia malu. Hampir setiap hari ia menangis karena diejek teman-teman. Walau akhirnya anak lelaki itu pindah sekolah. Namun Celia sebagai murid beasiswa harus mampu bertahan. Karena itu adalah sekolah terbaik dan ia tidak ingin mengecewakan neneknya. Biaya pendidikan di sekolah bagus tidak akan terjangkau oleh mereka. Terlebih karena semenjak orang tuanya berpisah sang neneklah yang membiayai hidupnya.
Dari nenek Celia belajar membuat macam macam kue. Pada jamannya kue nenek sangat terkenal. Terutama aneka jajanan pasar. Pelanggannya berasal dari kalangan menengah atas. Dari situlah mereka hidup. Walau papanya sering berusaha mengulurkan bantuan. Tapi selalu ditolak oleh nenek. Namun sedikit berbeda dengan nenek, Celia lebih suka berkecimpung dengan cake, terutama cake decorating. Namun ia tetap bisa membuat kue tradisional dan sudah punya langganan tetap. Sehingga walau tinggal sendiri ia mampu menghidupi dirinya.
Karena suka dengan kuliner juga maka ia mengambil kuliah di jurusan tata boga. Selesai kuliah ia tetap menerima pesanan walau tidak dalam partai besar. Pernah beberapa Bakery ternama memintanya untuk bekerja pada mereka. Namun ia menolak karena lebih suka bekerja sendiri dan tidak terikat waktu. Beberapa tahun ini ia juga mengajar di dua buah sekolah. Sebagai tenaga pengajar lepas. Hanya masuk ketika ada pelajaran cooking class.
Di usia yang hampir menginjak dua puluh lima tahun, sebenarnya tidak sedikit pria yang berusaha mendekati dan mengajaknya menikah. Karena Celia adalah perempuan yang cantik, tinggi dan sexy. Namun Celia masih enggan, karena trauma akibat perpisahan orang tuanya. Beberapa kali ia mencoba berhubungan dengan pria namun selalu gagal. Karena sulit baginya untuk percaya pada laki laki. Ditambah lagi laki laki yang naksir semua berasal dari kalangan berada. Ia takut akan kecewa apalagi mengingat latar belakang keluarganya. Sudah pasti calon mertuanya kelak akan mempertanyakan. Lalu ia harus jawab apa?
Selesai mandi segera Celia kembali ke dapur. Mempersiapkan semua bahan dan mulai bekerja. Ia sangat mencintai dunia kuliner. Dan selalu teringat kalimat sang nenek. "Menjual kue mungkin tidak membuat kita kaya. Tapi pasti bisa membuat kita bertahan hidup". Kalimat itulah yang selalu menyemangati dirinya ketika sedang jenuh atau lelah bekerja.
***
Celia sedang membenahi buku buku yang ada di depannya ketika Charlotte memasuki ruang guru. Sebagai guru tidak tetap, Celia memang tidak punya meja sendiri. Tetapi bergabung dengan beberapa guru honor lainnya di ruang BP. Tiba tiba Charlotte menghampirinya
"Miss Celia udah mau pulang?"
"Udah, memang kenapa?"
"Aku masih nunggu sopir. Miss mau nemenin aku kayak minggu kemarin?"
"Boleh, Chacha sudah makan?"
"Sudah tadi di kantin." jawabnya tidak semangat.
"Kita ngobrol di luar yuk. Miss sudah selesai" Ajak Celia lalu berdiri dan menggandeng tangan Charlotte melintasi ruangan yang telah kosong. Charlotte hanya menurut dan sesekali memandang wajah Celia dengan bahagia. Entah kenapa ia sangat suka pada guru yang satu ini. Selalu tersenyum dan perhatian padanya.
"Kok tangan Chacha anget." Celia bertanya sambil meletakkan tangannya di dahi sang murid. Yang ditanya hanya mengangguk. Tampaknya muridnya yang satu ini sedang demam. Tapi mengantar Chacha ke klinik juga percuma. Karena hari ini jumat, dokter tidak datang.
Ketika sampai di drop zone area mereka duduk di bangku yang telah disediakan. Charlotte bercerita tentang kegiatannya hari ini sementara Celia mendengarkan dengan seksama. Walau demam tapi Charlotte tampaknya senang bercerita padanya. Sudah lebih dari setengah jam, namun supir Charlotte belum juga datang. Celia menawarkan diri untuk menghubungi.
"Chacha mau miss hubungi supirnya?"
"Gak usah miss, mungkin macet. Miss Celia sibuk atau mau pulang?"
"Enggak sih, miss bisa nemenin disini."
"Aku seneng deh ditemenin sama miss Celia."
"Miss juga seneng kok nemenin kamu,"
"Miss, aku ngantuk."
"Ya udah, sini miss pangku."
Segera Charlotte naik kepangkuan gurunya dan meletakkan kepalanya dibahu Celia. Sementara Celia menepuk nepuk punggung dan membelai rambutnya. Tak lama Charlotte pun tertidur. Dipandanginya wajah gadis kecil tersebut. Cantik sekali, kulitnya putih dengan rambut coklat yang panjang. Celia berani bertaruh pasti orang tuanya juga tampan dan cantik. Cukup lama mereka menunggu, sampai akhirnya seorang pria yang masih mengenakan jas turun terburu buru dari mobilnya. Dan menghampiri Celia. Azka tahu bahwa yang sedang dipangku perempuan itu adalah putrinya.
"Maaf, saya terlambat menjemput putri saya. Kebetulan tadi ibu saya ke bandara dan berangkat bersama supir Charlotte. Dan saya ada rapat di kantor." ujar Azka dengan nada menyesal saat menghampiri Celia
"Nggak apa apa, dia sedang tidur dan agak demam. Kebetulan dokter yang biasa bertugas disini tidak masuk. Jangan lupa bawa ke dokter nanti sore."
"Ok." jawab Azka lalu langsung mengambil Charlotte dari gendongan Celia. Sejenak mereka sangat dekat. Azka bisa menghirup aroma segar rambut Celia. Dan Celia bisa mencium aroma parfum Azka. Setelah itu Celia mundur lalu berkata
"Kalau begitu saya permisi pak."
"Ia miss, terima kasih sudah menemani Charlotte" ucapan Azka hanya dibalas anggukan oleh Celia. Kemudian Celia melangkah menuju mobilnya yang berada di parkiran khusus guru. Sementara Azka memandangi gadis itu dari spion mobil. Tak lama kedua mobil tersebut sudah melaju.
***
"Kok Chacha gak bilang sama papa kalau demam. Kan papa bisa jemput dulu tadi. Jadi gak perlu ngerepotin miss." ucap Azka begitu putrinya terbangun ketika mereka sampai di kantor.
"Papa kan biasanya sibuk." jawab putrinya dengan malas.
"Eyang berangkat ke Jerman siang ini, tadi diantar sama pak Hari. Maaf papa terlambat jemput Chacha. Kamu masih ngambek sama papa?"
"Gak ngambek kok."
"Cha, ayo dong ngomong sama papa kayak biasa."
"Papa gak akan mau dengerin omongan Chacha."
"Kalau papa bisa, papa pasti dengerin Chacha." jawab Azka dengan wajah serius
"Papa sayang gak sama Chacha?"
"Sayang banget. Kan Chacha anak papa."
"Chacha gak suka tante Karin jadi mama Chacha."
"Trus Chacha maunya siapa?" Selidik Azka
"Miss Celia aja!"
"Miss Celia yang mana?"
"Yang tadi gendong Chacha di sekolah."
"s**t!" tiba tiba Azka berteriak kencang. Namun ketika ia menyadari bahwa putrinya masih berada di hadapanya, segera ia merubah mimik wajahnya. Entah kenapa Azka curiga bahwa guru Charlotte tadi sudah berusaha mengambil kesempatan. Siapa yang tidak ingin menjadi istri seorang Azka Wiratama. Dasar perempuan licik, berani sekali mengambil hati anak kecil agar bisa memuluskan rencananya.
"Kenapa Chacha suka sama miss Celia?" Tanya Azka akhirnya setelah berusaha menyembunyikan kekesalannya.
"Miss Celia sayang sama aku."
"Tante karin juga sayang sama kamu, papa tahu itu."
"Tante karina cuma sayang sama papa. Sama aku enggak!"
"Chacha tahu darimana?"
"Aku ngerasa begitu." kali ini putrinya menjawab sambil berlinang airmata.
Azka segera memeluk Charlotte, kalau sudah menangis ia tak akan tega untuk membantah. Teringat bahwa sedari kecil ia membesarkan Charlotte sendirian. Bahkan mereka pisah kamarpun setelah putrinya TK. Charlotte adalah segalanya bagi Azka. Namun hubungannya dengan Karina pun serius. Malah ia sudah meminta Karin menikah dengannya walau belum melamar secara resmi.
Sekali lagi ia mengecup kening putrinya, dan menyadari bahwa Charlotte memang demam. Ia harus membawanya ke dokter sore ini. Segera ia meminta sekretarisnya untuk mendaftarkan nama Chalotte ke dokter anak langganan mereka. Yang ia pusingkan saat ini jadwal kerjanya besok sangat padat. Ada beberapa meeting bisnis besok di luar kantor.
Kalau ibunya disini ia tidak perlu bingung. Sementara mommy Pingkan masih di bali. Terpaksa ia harus meninggalkan Charlotte besok di kantor. Kebetulan di ruangannya ada kamar untuknya beristirahat. Lalu ia akan meminta sekretarisnya untuk mengawasi. Ini jauh lebih baik dari pada Charlotte ditinggal di rumah. Akan sulit baginya untuk mondar mandir antara kantor di jalan Sudirman dan rumah di PIK.