Pagi yang indah, senyuman tidak pernah pudar dari bibirku. Semalam, aku bermimpi begitu indah, membuatku merasa nyaman, tenang dan damai. Aku sama sekali tidak mengkhawatirkan kematian, seolah aku percaya diri, kalau aku akan hidup lebih lama dari yang dokter perkirakan. Kebahagian terpancar jelas di wajahku membuat papa yang sedang mengelapku terheran-heran. “Kamu sedang bahagia hari ini, Re? Kenapa?” tanya papa sembari menyeka tanganku dengan kain yang direndam ke air hangat. Aku tidak menyahut, hanya memberikan senyuman termanis yang bisa diberikan. “Kamu seperti seseorang yang sedang jatuh cinta,” terka papa. “Apa kamu jatuh cinta pada seseorang? Siapa? Herman?” Tebakan papa semakin ngawur. “Tidak, Pa.” Aku cemberut, berusaha membuatnya berhenti menggodaku dan menebak sembarangan.

