Liburan 1

668 Kata
Akhir Perselingkuhan - Liburan Pagi itu Shafira sibuk mengemas bajunya dan punya Ferdy di travel bag ukuran sedang. Kemarin sore mama mertuanya sudah telfon dan mewanti-wanti agar jangan lupa segera berkemas karena akan berangkat pagi-pagi sekali. "Sayang, sudah selesai, Mama dan Mbak Lena sudah datang," tanya Ferdy masuk kamar. Shafira mengangguk. Ia membiarkan Ferdy mengangkat travel bag, sedangkan dirinya melangkah ke meja rias untuk mengambil handbagnya. Di luar pagar sudah terparkir mobil Mbak Lena. Mama mertuanya melongok dari jendela kaca dan tersenyum. Shafira mengangguk sejenak, kemudian masuk mobil yang disiapkan Ferdy di halaman. Tidak lama kemudian mobil meluncur meninggalkan komplek perumahan dan menuju jalan besar. Hening dalam perjalanan mereka, hingga mobil mamasuki halaman villa yang telah di booking beberapa hari yang lalu. Saat itu jarum jam menunjukkan angka sembilan pagi. Hawa dingin khas kota Batu menyambut saat mereka turun dari mobil. Pemandangan perbukitan nampak memukau dikejauhan. "Gimana kehamilanmu?" tanya Bu Aida sambil mendekati Shafira dan meraba perutnya. Setelah mereka masuk di villa dengan tiga kamar. "Alhamdulillah, nggak rewel, Ma." "Syukurlah. Kalau begitu istirahat dulu di kamar. Selonjoran sebentar, baru nanti jalan-jalan." Shafira mengangguk. Ia masuk ke kamar dengan dinding nuansa warna putih begitu juga dengan seprei dan bedcover. "Rebahan aja dulu." Ferdy menyingkap bedcover. Shafira nurut, karena memang pinggangnya cukup pegal, kemudian Ferdy menyelimuti kaki istrinya. * *.* Suhu udara malam itu mencapai 15°C. Benar-benar membuat menggigil tubuh. Rencana mau jalan keluar akhirnya di urungkan. Dua keponakan Ferdy sudah menyusup dibawah selimut sambil bermain gadget di temani nenek mereka. Sedangkan dua pasang suami istri itu bercanda diruang tamu. Mereka berbincang seolah tidak ada apa-apa dalam hubungan Ferdy dan Shafira. "Fer, kemarin mama sempat bilang, katanya kangen sama dua cucunya di Bandung. Mau nengokin," ucap Mbak Lena. Saudara sulung mereka memang tinggal di Bandung. Namanya Mbak Mala. Tapi sudah meninggal enam tahun yang lalu. Dan kedua anaknya ikut papanya. "Nanti aja kalau ada waktu longgar, Mbak," kata Ferdy. Hening. Dari teras villa pandangan mereka menyapu kerlip lampu nun jauh di sana. Shafira memainkan ujung jilbabnya. Ada yang teremas dalam benak. Mungkin, ini adalah kebersamaan terakhir dengan keluarga suaminya. Jujur saja, ia tidak menginginkan semua ini. Keluarga Ferdy benar-benar membuatnya nyaman. Tapi pengkhianatan itu, rasanya akan susah dilupakan. "Ngantuk, Sha?" tanya Mbak Lena sambil menyentuh tangannya. "Belum, Mbak," jawab Shafira sambil tersenyum. Mbak Lena menggenggam erat jemari Shafira. Ia paham apa yang sedang dipikirkan adik iparnya. Ferdy memperhatikan, sedangkan Mas Hari mengalihkan pandangan. Suasana berubah canggung. * * * Setelah hampir tiga Minggu Shafira pindah kamar, malam itu kembali Ferdy dapat mencium bau harum tubuh istrinya. Walaupun Shafira tidur dalam posisi membelakangi dirinya. Ferdy memberanikan diri, memeluk pinggang istrinya. Erat mendekap. "Maafin Mas ya, Sha," ucap Ferdy lirih di dekat tengkuk istrinya. Shafira diam. "Kita jangan cerai," ucapnya lagi. "Apa yang membuat, Mas, tega melakukan ini padaku? Bukankah aku pernah bilang, bicaralah jika memang tidak ada lagi rasa padaku. Kenapa harus mengkhianati, tidur dengan perempuan lain." Ferdy semakin mengeratkan pelukan. Shafira berusaha melepaskan diri, meskipun tidak bisa. "Mas tahu, mas salah. Maafkan, Sha." "Apa alasan, Mas, berbuat itu padaku?" "Mungkin karena kami sering ketemu dan melakukan perjalanan dinas bersama. Itu saja. Percayalah!" Keduanya saling memandang. Cukup lama. Wajah itu, sangat dirindukan Shafira. Juga ingin dilupakannya. Setetes butir bening luruh di sudut mata. Ferdy mengusapnya. Shafira mengalihkan pandangan, ia tahu sayunya mata Ferdy penuh rayuan. Dan membuatnya paham, sorot mata itu akan bermuara kemana. Percintaan. Benar saja, bibir prianya mulai mencumbu dengan tangan yang membelai tubuhnya. Shafira ingin menolak, tapi reaksi tubuh mengkhianati perasaan. Shafira ingat sebuah artikel. ' Jika suami pezina meminta istrinya untuk berhubungan intim, sang istri tetap boleh melayani. Dengan dasar karena hubungan suami dan istri adalah halal. Malam itu penuh luka-luka yang menganga. Luka pengkhianatan, luka penyesalan dan luka hubungan percintaan yang tidak bisa lagi dinikmati indahnya, bagi Shafira. Semanis apapun Ferdy memperlakukannya, luka tetaplah luka. Yang membekas dan menyiksa. "Mas masih tetap mencintaimu, Sha." Ungkapan Ferdy yang terucap berulang kali dianggap bagaikan gurauan bagi Shafira, hanya karena Ferdy puas melampiaskan hasratnya. * * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN