4. Amukan Warga

1186 Kata
Bilqis segera mengunci pintu kamar begitu dia masuk. Dadanya berdegup kencang. Dia sangat takut melihat Jindan yang tiba-tiba saja berada di dapur saat dia keluar dari kamar mandi. Bilqis tahu Jindan tidak berniat mengintipnya. Namun dadanya tetap saja berdebar sangat kencang. Bilqis terus saja memegang dadanya sambil beristighfar. Perlahan, saat dadanya sudah tidak berdetak sekeras tadi, Bilqis mulai merebahkan dirinya di kasur. Bilqis memilih untuk memejamkan matanya meski dia belum tidur. Dia seperti tidak mengantuk padahal ini sudah lewat dari jam biasa dia tidur. Bilqis coba miring kanan, gagal. Dia coba lagi miring kiri, sama saja. Bilqis akhirnya menyerah. Dia melihat jam di dinding. Sudah jam sebelas malam dan dia sama sekali tidak bisa tidur. Gadis itu menghela nafas. Mungkin karena ini bukan kamarnya, atau karena di luar ada pemuda itu. Bilqis tidak tahu. Dia tidak bisa menggambarkan apa yang dia rasakan. Dia merasa kasihan pada pemuda yang sampai saat ini dia tidak tahu namanya karenanya dia terpaksa tidur di luar. Namun Bilqis juga setuju mereka tidak sebaiknya berada dalam satu rumah meski dia di kamar. Dia –mereka- takut khilaf. Bukankah setan tidak pernah menyerah untuk menggoda makhluk-makhluk? Tiba-tiba saja dia mendengar suara aneh, seperti seorang pria yang tengah kesakitan. Bukan! Mirip suara pria yang mendesis. Entah. Bilqis tidak tahu. Seketika bulu kuduk Bilqis meremang. Seumur-umur Bilqis belum pernah mendengar suara seperti itu. Dia langsung membayangkan makhluk-makhluk tak kasat mata yang mungkin menghuni rumah ini. Bilqis pun menutup matanya rapat. Dalam hati, dia melafalkan ayat kursi keras-keras. Badannya meringkuk di atas kasur. Tidak ada selimut yang menutupinya, mungkin karena memang tidak ada kipas angin apalagi AC di sini. Setelah lima kali membaca ayat kursi, suara itu menghilang. Bilqis kini menjadi tenang. Sebaiknya dia cepat-cepat tidur sebelum suara itu kembali mengganggunya. Akan tetapi, tidak lama suara itu kembali muncul. Bilqis semakin mengeratkan tubuhnya. Matanya ditutup rapat. Ayat kursi kembali dia lantunkan. Kali ini dia mengucapkannya di mulut, tidak lagi di hatinya. Namun suara aneh itu tidak juga pergi. Bilqis sudah tidak tahan lagi. Dia harus memberi tahu pemilik rumah kalau di kamarnya juga dihuni makhluk halus yang suka mengganggu. Maka Bilqis menyeret kakinya keluar. Mulutnya terus berkomat-kamit sambil terus berlari kecil. Namun tiba-tiba kakinya membeku di balik pintu rumah saat dia menyadari kalau ternyata suara-suara aneh itu justru muncul dari bibir sang pemilik rumah di luar. Bilqis berjinjit menuju jendela. Disibaknya tirai putih itu. Dilihatnya pria muda itu duduk bersila. Di tangannya terdapat obat nyamuk bakar. Bilqis mendengarnya mengucap istighfar terus-menerus. Gadis itu terus saja mengintip. Lalu tiba-tiba matanya membesar dan mulutnya terbuka lebar saat dia melihat sang pemilik rumah dengan sengaja menyundutkan obat nyamuk yang terbakar itu ke tangannya. Bilqis segera berlari kembali ke kamar dan menguncinya. Dalam pikirannya, dia membayangkan kalau pria yang disangkanya baik itu ternyata memiliki kelainan untuk terus menyiksa diri. Bilqis memiringkan tubuhnya, menutup wajahnya dengan bantal. Hatinya terus berdoa memohon pada Tuhan agar bisa selamat malam ini. hingga akhirnya dia kecapekan dan tertidur. Dia berdoa semoga malam cepat berlalu. Pagi yang ditunggu pun datang. Azan subuh baru saja selesai dikumandangkan. Bilqis mengintip, mencari keberadaan sang pemilik rumah yang dia belum tahu namanya. Kosong. Tidak ada siapa pun di luar. Bilqis juga yakin kalau pria itu tidak akan di dalam karena dia menguncinya tadi malam. Mungkin dia sudah berada di masjid. Bilqis tidak mau memusingkan pria itu. Dia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan melaksanakan salat. Jam masih menunjukkan pukul lima. Matahari masih terlalu malu untuk menampakkan diri. Bilqis baru selesai salat, wirid, dan berdoa. Dia bermaksud untuk membuka jendela dan pintu. Sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi baik di rumah maupun di kos. Bukankah udara pagi baik untuk kesehatan? Maka dengan penuh percaya diri, Bilqis mulai menyibak tirai. Udara pagi langsung berembus masuk membawa kesegaran tersendiri. Bilqis masih berdiri di jendela dan mengirup dalam-dalam. Pohon di depan kontrakan membawa aroma pagi tersendiri bagi Bilqis. Suasananya begitu damai membuat senyum di wajah Bilqis tercipta. Namun semua itu harus berakhir saat Bilqis mendengar teriakan seseorang. “Astaghfirullah!!! Beneran ada cewek di rumahnya Jindan!!!” “Iya!! Beneran ada!!” “Ya Allah nggak nyangka kalau Mas Jindan ternyata juga doyan bobok bareng cewek.” Bilqis segera membuka matanya. Di depannya sudah terdapat gerombolan ibu-ibu memakai kerudung dan mukena berdiri tepat di depannya. Bilqis terkejut bukan main. Dadanya langsung bergemuruh dengan cepat. Keringat dinginnya membanjir. Tangan dan bibirnya gemetar. Air matanya sudah berada di ujung mata dan siap meluncur turun. “Tunggu, bukan! Bukan begitu!” Bilqis mencoba menjelaskan sesuatu. Tapi suaranya sudah tenggelam oleh teriakan-teriakan begitu banyak warga. Gadis itu juga terlalu takut melihat banyaknya wanita yang memandang drinya dengan tatapan jijik dan merendahkan. “Halah, ngaku aja!” “Mana Pak RT ini? Harus ditindak yang begini ini. Jangan sampai anak-anak kita juga ikutan bobok bareng pacarnya.” “Iya, betul! Betul!!” “Diarak saja!!” “Usir mereka!!!” “Laporkan polisi!!” Bilqis beringsut mundur. Kepalanya menggeleng tanpa henti. Rasa takutnya kian membesar. Suara isakannya yang keras bahkan tidak bisa membuat para warga mengasihaninya. Air matanya sudah turun menganak sungai. Para warga semakin banyak berdatangan. Sebagian mengolok, sebagian lagi mengambil ponsel dan merekamnya. Pintu rumah sudah dibuka. Tanpa aba-aba, seorang wanita berbadan gempal langsung mendekati Bilqis dan menarik tangannya. Gadis yang tidak tahu apa-apa itu langsung digelandang ke teras. Yang lain bersorak dan mendukung untuk memberi sanksi sosial. Sekuat tenaga Bilqis berusaha menjelaskan dan melepas tangannya. Tapi semua usahanya sia-sia. “ADA APA INI????” Seketika semua orang menoleh. Seorang pria dengan baju koko putih dan kopyah mendekat. Rupanya dia adalah RT di tempat ini. Pak RT datang dengan Jindan di belakangnya. Gerombolan orang-orang itu langsung membelah, memberi jalan pada Pak RT. Di belakang mereka, terdengar gumaman para warga. Bilqis menatap Jindan penuh permohonan. Dia sangat berharap Jindan bisa menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Jindan hanya melirik sekilas lalu menggeleng. Matanya seolah berkata kalau dia meminta maaf. “Ini, Pak. Jindan sudah membawa seorang gadis menginap di kontrakannya. Ini tidak bisa dibiarkan.” Seorang wanita dengan mukena warna hijau berkata dengan nafas menggebu. “Iya, Pak. Mungkin saja dia sudah tidak gadis lagi. Siapa yang tahu? Mereka tidur di rumah yang sama. Tidak ada orang lain,” sahut wanita lain yang memakai daster spongebob. Dan semua orang kembali berteriak, menghujat, memaki. Bilqis terus saja menangis. Wajahnya basah oleh air mata. Jilbabnya sudah tidak karuan. Tangannya dipegang erat oleh seorang wanita. Jindan berdiri tidak jauh dari Bilqis. Meski tidak ada air mata yang turun, tapi wajahnya tampak sangat khawatir, pucat. Tangannya sangat gemetar. Dia sudah mengatakan yang sesungguhnya pada Pak RT di depan kontrakannya tadi, tapi tampaknya pembelaannya tidak banyak membantu. Para warga sudah dibakar emosi. Sepertinya tidak akan ada ampun bagi mereka berdua. Kedua terdakwa tindak asusila itu hanya diam, menunduk. Siap menerima hukuman dari warga yang mengamuk. Mereka hanya bisa berdoa semoga tidak diarak dalam keadaan telanjang karena memang mereka tidak melakukan apa pun. “Ayah, maafkan Bilqis, “ isak Bilqis dalam diam. “Ya Allah, ampuni dosaku,” pinta Jindan dalam hati. Matanya kembali melirik Bilqis. Dia sama sekali tidak menyangka niat baiknya menolong gadis kecopetan berakibat seperti ini. Kalau sudah begini, apa dia harus menyesal?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN