32. Perang Urat Syaraf.

1771 Kata

“Masuk,” seru Dia ketika pintu ruang kerjanya diketuk. Nani masuk diikuti kepala Wahyu yang menyembul di pintu. "Pak Wahyu ingin menemui Ibu," Nani melapor sopan. Wahyu yang berdiri di punggung Nani melambai-lambaikan tangan jenaka. “Halo, Wahyu. Ada kabar? Tumben kamu mencari saya sampai ke sini,” ujar Dia tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop, hanya melirik Wahyu sekilas dari sudut mata. Sementara Nani kembali ke meja depan. "Kabar saya baik. Eh, saya tidak dipersilakan duduk ini?" Wahyu menyindir dengan gurauan. “Kalau mau duduk, ya duduk saja. Tidak perlu menunggu dipersilakan. Lagipula, sebentar lagi kita akan jadi keluarga, kan?” jawab Dia santai, sambil tetap mengetik. Peringatan Bayu tempo hari ternyata benar; Wahyu mulai menunjukkan perhatiannya. "Oke, kalau begi

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN