Chapter 9 : Skenario

1770 Kata
    "Raka, mana istri kamu?" Tanya Ratu setelah mereka selesai makan. Raka meletakan tisu dan mengangkat kepala menatap Ratu. "Tadi di rumah ada temennya."     "Terus, kapan aku bisa ketemu?"     Raka menggerakan kedua bahunya dan berkata, "Ya.. kapan-kapan."     "Ck, besok aku ke rumah kamu gimana?"     "Istriku kan ngampus."     Ratu menghela napasnya. "Kayaknya cuma buat ketemu istri kamu aja susah banget ya? Udah lama lhoh, aku pengin ketemu yang namanya Tiffany."     Raka terkekeh menanggapi ucapan Ratu.     Tiba-tiba ponsel Ratu berdering. Sang pemilik segera meraih ponselnya yang terletak di meja dan mengangkat panggilan itu.     "Mama aku nelpon. Sebentar, ya?" Kata Ratu dan menjauh dari Ratu. Raka mengangguk.     "Hallo, ma?"     "...."     "Aku lagi di Kafe sama Raka Ma.."     "....."     "Iya iya.. aku pulang sekarang."     Ratu kembali duduk di hadapan Raka. "Kayaknya aku harus pulang deh. Di rumah Mama udah nunggu." Katanya.     "Oh, emang mau kemana?"     "Biasa. Ibu-ibu mau jodohin anaknya, dengan alasan pengin cepet punya cucu."     Raka terkekeh. "Emang mau, gitu? Di jodohin?"     Ratu menganguk sambil berdiri. "Daripada nyari sendiri, suka salah."     Dibalas Raka dengan ber-oh ria.     "Yaudah aku pulang dulu yah?" Pamit Ratu.     Raka mengangguk. Ratu pun keluar dari Kafe. "Semoga, lo nggak salah jodoh kayak gue, Rat. Karena nggak semua pilihan Orangtua itu benar." Gumam Raka dan keluar dari Kafe.     Setelah masuk ke mobil, Raka mengirimkan pesan kepada Roy, bahwa dirinya akan berkunjung ke apartemen Roy sekarang juga. ****     Nyaris berdebat dengan pikirannya sendiri, tentang dia akan berangkat ke kampus atau tidak akhirnya Tiffany memilih untuk berangkat bersama Eva dan Ofi. Kebetulan, hari ini mereka bertiga sama-sama ada     kelas siang jadi bisa berangkat bersama.     "Tiffany lama deh, dandannya..." gerutu Ofi.     "Tau nih, Lemot banget kayak elo Fi." sahut Eva.     Ofi menoleh dengan mata melotot. "Iya! Gue emang lemot!" Ujar Ofi sewot.     "Lhah gue kan ngomong apa adanya." Kata Eva sambil cekikikan melihat perubahan wajah Ofi yang sudah merah menahan amarah.     Tiffany datang, dengan penampilan yang berbeda dari sebelumnya dia hanya memakai kaos biasa. "Aku udah siap!" Katanya.     Eva dan Ofi mendongak, "Pake lipstik tipis aja lamanya minta ampun." Kata Eva.     "Emangnya elo? Lipstik seminggu udah ludes." Celetuk Ofi.     Dan sekarang? Tiffany bingung. Pada akhirnya dia menggandeng tangan kedua sahabatnya itu, menggiring keluar agar bisa cepat berangkat ke kampus ****     Setelah menempuh jarak yang lumayan jauh, akhirnya Raka sampai di apartemen Roy. Dia menekan bel beberapa kali. Pintu terbuka dan nampaklah seorang Roy sambil menggendong bayi.     "Masuk bro." Kata Roy, memerintahkan boss gilanya itu masuk.     Raka masuk dan duduk di sofa. "Bini lo mana?"     Roy duduk di sebelah Raka. "Kenapa lo? Nyari-nyari Bini gue? Bini gue nggak di jual!" Roy kembali bertanya, dengan nada sewot.     Raka menggeleng, "Tanya aja. Tumben nggak kelihatan, biasanya kalo gue kesini langsung bikinin teh."     "Bilang aja kalo lo ngasih kode biar gue buatin lo minum. Bini gue lagi belanja."     "Gue nggak bilang begitu."     "Itu feeling gue. Eh, lo nggak mau nih gendong jagoan gue?" Roy menyodorkan anak pertamanya.     Raka memandangi wajah anak Roy dengan tajam. Sahabatnya itu sudah memiliki anak dan dirinya belum. Andai saja, dulu Laura tidak bunuh diri. Pasti Raka akan membawa Laura untuk kawin lari.     "Namanya siapa?"     "Rendy dong.." Wajab Roy, antusias.     "Nggak Ray aja?"     "Gue udah sembelihin dua kambing dan lo mau ngubah nama anak gue? Gue tau, lo kaya dan bagi lo buat beli dua kambing itu masalah kecil. Tapi bagi gue, beli dua kambing itu berat banget." Cerocos Roy.     Raka menggerakkan bahunya keatas. "Sini gue gendong."  Tangannya sudah siap untuk mengambil alih Rendy.     Roy menyerahkan Rendy ke dekapan Raka. Roy berkata, "Makanya, cepet-cepet bikin dong. Biar kita bisa jodohin anak kita gitu..."     "Gue nggak mau besanan sama lo!" Sahut Raka dan kembali fokus memandangi Rendy yang terlihat bahagia saat Raka menimangnya.     "Songong lo! Eh, BTW lo kesini mau ngapain? Nggak mungkin kan seorang Raka tiba-tiba dateng tanpa alasan yang pasti."     Raka baru ingat. Kedatangannya kesini untuk menanyakan tentang resto mana yang cocok untuk Dinner.     Raka menoleh ke Roy. "Gue mau nanya, resto yang pas buat dinner dimana ya?"     "Lo mau dinner sama siapa, bro?"     "Kalo gue bilang dinner sama istri gue, lo bakalan percaya apa enggak?"     Mata Roy melotot. "Demi apa lo?" Roy mengulurkan tangannya untuk di tempelkan ke dahi Raka, "lo nggak lagi sakit, kan? Eh, atau elo... amnesia?"     Raka berdecak, "Berlebihan lo!" Dan berdiri, membawa Rendy ke jendela ruangan untuk melihat keindahan alam yang sudah Tuhan berikan.     Roy mengikuti dari belakang. "Eh, tapi gue tau resto yang pas buat lo dinner." Katanya.     Raka menoleh, setelah Roy sudah di sampingnya, "Dimana?"     "Resto Love? Gimana?"     "Resto Love milik... Deno?"     Roy mengangguk dan tersenyum, "Minggu lalu gue kesana waktu ngerayain ultah bini dan gue liat-liat... desainnya bagus juga."     "Mahal?"     "Raka bin neraka. Kalo lo mau ngebahagiain istri tuh nggak usah itung-itung bisa nggak sih? Namanya juga resto terkenal yaa.. makanannya mahal lah."     "Enggak juga. Bulan lalu gue makan di warteg, makannya enak tapi murah."     "Boss gue terlalu bego! Resto, di banding-bandingin sama warteg! Eh, ngapain lo kuliah di USA kalo cuma masalah begituan aja lo nggak ngerti?"     "Lo lebih bego dari gue. USA, mana ada yang namanya warteg?"     Roy menghela napas. "Udah deh gini aja. Lo nurut aja sama gue. Lo pasti puas deh liat desain restonya."     "Gue nggak mandang desain, Roy. Yang penting bagi gue, makanannya tuh murah dan enak. Masalah tempat gue nggak masalah."     "Mending lo ngajak Tiffany makan di warteg aja deh. Nggak usah sok-sokan tanya resto mana yang cocok. Semua cocok kalo harga murah, itu yang terpenting buat lo kan?"     "Oke! Sekarang juga, lo pesenin tempat di resto itu. Gue kesana jam tujuhan."     "Ngomong daritadi kek. Kalo gini kan gue dapet komisi dari Deno." Gumam Roy seraya berjalan mengambil ponselnya yang terletak di kamar.    Raka menundukkan kepalanya. Ternyata Rendy mendengar percecokan antara dirinya dengan Roy. Raka   tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi mulus anak Roy itu. ****     Tiffany dan dua sahabatnya itu telah tiba di kampus. Saat ini, mereka sedang berjalan menyusuri koridor kampus dengan riang, seolah Tiffany telah melupakan hidupnya yang sungguh menyedihkan.     Saat hendak melewati sebuah pintu ruangan, tiba-tiba seseorang telah keluar dan hampir bertabrakan.     Ketiganya berhenti berjalan dan memandangi laki-laki di hadapannya, kecuali Tiffany. Dia menundukkan kepala karena dia sudah tahu bahwa di hadapannya adalah Dika karena ini ruangan Dika.     "Eh, Pak Dika." Pekik Eva. "Maaf ya Pak, kita jalannya nggak hati-hati." Lanjutnya.     Dika tidak menggubris ucapan Eva. Dia menatap Tiffany, yang sedari tadi menundukkan kepala.     "Tiffany?" Dika memanggil nama Tiffany.     Eva berdecak, dia mengalihkan pandangannya. Sedang Tiffany yang di panggil Dika masih saja menundukkan kepala.     "Tiff, lo kenapa?" Tanya Ofi.     Tiffany menggeleng.     "Tiffany, maafkan saya..." Ujar Dika dengan suara sedikit agak serak.     Tiffany mendongak, menatap wajah Dika lekat-lekat. "Tidak ada seorang dosen, yang meniduri mahasiswinya sendiri hanya untuk kesenangan semata!" Bisiknya.     Eva yang tadinya tidak tertarik, langsung menoleh memperhatikan gerak-gerik Tiffany.     "Tiffany ngomong apa sih?" Bisik Eva kepada Ofi yang terlihat serius memperhatikan Tiffany. Ofi menggerakkan bahunya acuh.     Tiffany menjauhkan wajahnya dan melirik kedua sahabatnya. "Aku duluan." Katanya dan berlari meninggalkan kedua sahabatnya.     "Bapak ada masalah apa dengan Tiffany?" Tanya Ofi.     "Pak, saya memang suka dengan Bapak. Tapi kalau sudah berurusan dengan sahabat. Saya harap Bapak tidak macam-macam dengan saya." Tambah Eva.     Dika menghela napas. "Saya hanya ingin meminta maaf kepada Tiffany, karena saya telah melakukan kesalahan. Saya mohon, kalian jangan ikut campur dengan masalah ini." jelas Dika dan berjalan meninggalkan keduanya     Eva dan Ofi saling berpandang. "Lo percaya?" Tanya Ofi.     Eva menggeleng, "Kita harus cari tahu." Ofi mengangguk. ****     Roy kembali lagi menghampiri Raka yang masih berdiri didepan jendela apartemennya. "Udah gue pesan. Lo mau minum apa? Kayaknya kalo nunggu bini belanja bisa seharian dan lo nggak mungkin kan nunggu disini cuma buat minum teh bikinan istri gue?" Kata Roy.     "Terserah lo."     "Teh tanpa gula, ya?"     "Pelit banget lo, Roy sama boss sendiri."     "Ngapain pake gula? Lo kan udah manis..." Roy menoel dagu Raka dan berlalu.     Raka melirik Rendy. "Papa kamu gila, ya? Ah.. semoga kamu nggak gila kayak Papamu." Katanya dan tersenyum.     Merasa keram dan pegal, Raka memilih untuk duduk di sofa. Dan, lagi-lagi pikirannya menanyakan apa yang harus dilakukannya untuk nanti malam. Raka bingung.     Apakah dia akan memberi racun di makanan Tiffany?     Atau...     Dia akan memberikan kado yang berisi ular?     Atau...     Dia akan membuat istrinya itu bahagia untuk kali pertamanya dan terakhir kalinya?     Tiba-tiba sebuah ide telah menyangkut di otaknya. Raka meraih ponsel yang terletak di meja dan dia menghubungi Ketua Maid.     "Hallo.. Ketua Maid?" Sapa Raka.     "...."     "Tolong, pilih semua baju yang terlihat bagus di lemari istri saya."     "....."     "Iya, semua. Sisakan saja baju yang biasa-biasa saja di mata kamu dan nanti kalo dia bilang dimana bajunya, kamu bilang saja bajunya sedang dicuci."     "...."     "Bajunya kamu taro di gudang untuk sementara waktu. Kamu ambil saja kuncinya di nakas kamarku."     Selesai dengan rencana pertama, Raka tersenyum gembira.     Roy datang, membawa nampan yang berisi dua cangkir teh dan dia letakan di meja.     "Minum dulu pak boss, sini anak gue biar gue yang gendong." kata Roy.     Raka menyerahkan Rendy dan berkata, "Gue jadi ragu mau minum minuman bikinan lo."     "Jaga ucapanmu Nak, ayah sudah buatkan teh susah payah. Hargailah teh itu." Kata Roy sok dramatis.     "Nggak lucu!" Sindir Raka dan meminum teh itu dengan hati-hati, karena masih panas. ****     Tiffany masih beruntung hari ini. Kenapa? Karena hari ini bukan dosen Dika yang mengajarnya, syukurlah. Setidaknya Tiffany bisa fokus menerima mata kuliah hari ini.     Selesai mengikuti bimbingan, Tiffany memilih untuk pulang. Cepat-cepat Tiffany masuk ke kamar dan mandi. ****     "Ra, lo tau nggak? Kenapa si Denis ngundurin diri dari kantor lo?" Tanya Roy, basa-basi.     Raka menoleh dan menggerakkan bahunya sebagai jawaban.     "Dia pernah curhat ke gue, katanya dia itu males kalo disuruh nyari p***n buat lo!"     "Harusnya gue udah pecat dia satu bulan yang lalu." Sahut Raka.     "Kenapa?"     "Lo liat aja, kerjanya cuma molor di kantor. Masih baik gue ngasih kerjaan buat nyari p***n, sedikit berguna ngegaji dia."     "Lo tuh, perhitungan banget ye.. pelit!!"     "Gue itu hemat!" Elak Raka.     "Terlalu hemat itu bahasa latinnya pelit."     "Ssshhh... terserah lo!"     "Lo nggak balik?" Tanya Roy.     "Lo ngusir gue?"     "Kamu kok ngusir boss sendiri sih?" Celetuk istri Roy yang  sudah pulang beberapa menit lalu.     "Tuh, istri lo aja ngerti."     "Maksud gue, emang lo nggak pegel apa duduk di sofa mulu."     "Biasa aja. Yaudah, gue pulang dulu." Raka berdiri sambil tangannya mengantongi ponsel dan berjalan keluar dari apartemen Roy.     Roy mengikuti langkah Raka, setelah sampai di pintu dia berteriak. "Sukses ya buat dinnernya nanti malem.. bro..."     Raka hanya mengacungkan jempolnya lalu masuk ke lift.     Sampai di rumah, Raka langsung masuk ke kamar. Saat hendak melewati pintu kamar Tiffany yang tak tertutup dia mendengar gerutuan istrinya. Raka tersenyum puas, pasti istrinya itu sedang mencari-cari pakaian bagusnya yang tiba-tiba saja menghilang.     Masih dengan senyuman bahagia, ia masuk ke kamarnya dan mandi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN