Selesai berpakaian rapi, Tiffany keluar dari kamar Dika dan berjalan mengendap-endap untuk keluar dari unit apartemen.
Sykurlah, tidak ada orang dan pintu pun kuncinya masih menggantung disana. Cepat-cepat Tiffany membuka kunci itu dan berlari masuk ke lift.
Sampai diluar, Tiffany celingukan. Bingung. Dia bingun akan menaiki apa untuk pulang ke rumah. Uang tidak punya, bahkan tas pun dia ketinggalan di Ofi semalam.
Daripada berdiam diri di jalanan, Tiffany akhirnya memilih untuk berjalan, padahal jarak antara apartemen itu dengan rumah Raka sangatlah jauh tapi masih baik, Tiffany mengerti arah jalan pulang. Tiffany terus berjalan, dia sama sekali tidak merasa letih, berjalan pun sepertinya dia tidak fokus. "Aku kotor, aku brengsek..." Katanya dengan nada lirih, tangannya memukuli d**a dan matanya menatap kedepan.
Setelah dua jam Tiffany berjalan, akhirnya dia sampai di komplek rumah Raka. Tetangga-tetangganya menatap Tiffany dengan tatapan terheran-heran. Bagaimana tidak? Tiffany berjalan tidak melihat ke bawah, walau tadi habis tersandung batu pun dia sama sekali tidak perduli dan tadi pun dia hampir terserempet motor untuk yang ketiga kalinya.
Sampai di gerbang, Pak Budi supir Raka sekaligus penjaga gerbang membukakan gerbangnya agar Tiffany masuk.
"Silakan Non." Kata Pak Budi.
Tiffany mengangguk dan masuk.
Didalam, saat Tiffany hendak masuk ke kamar dia mendengar suara aneh di kamar Raka. Ia menggeleng dan cepat-cepat masuk ke kamar. Dia duduk di tepi kasur dan memandangi dinding kamar.
Semalam aku tidak pulang, dia tidak mencariku. Dia asik bermain dengan p*****r. Sedangkan aku? Aku tidak pulang karena dosen brengsekku memperkosaku. Apa kita pantas dikatakan suami-istri? Batin Tiffany.
Tiba-tiba pikiran negarif menghampiri otaknya. Bagaimana jika Tiffany hamil?
Apa Raka akan menceraikannya? Apakah Dika akan tanggung jawab atas perbuatannya?
Lama melamun, Tiffany memilih untuk mandi, membersihkan tubuhnya.
****
Dika. Lelaki itu terbangun saat menyadari bahwa di sisinya tidak ada Tiffany lagi. Dia mencari-cari Tiffany hingga akhirnya dia tahu bahwa wanita itu sudah pergi dengan memakai baju yang sudah dia siapkan. Dika memungut dress berwarna biru muda yang tercecer di pintu kamarnya. Dia meremas dress itu dan di lempar ke kasur.
Dia sadar, dia sudah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan olehnya kepada Tiffany, yang notabe adalah mahasiswinya sendiri. Bagaimana bisa lelaki itu sadar, setelah semalam dia bangun dan menyiapkan baju untuk Tiffany? Apa semalam Dika ngigau?
Kenapa dia baru sadar di pagi hari?
"Aarrghhhh..." Dika menjambak rambutnya keras-keras, hingga sebagian ada yang rontok. Tapi itu belum seberapa, dengan apa yang di perbuat olehnya kepada Tiffany. Seharusnya Dika memberikan nyawanya kepada Tiffany dan itu bisa dikatan impas.
"Gue brengsek... gue biadab..." katanya, sambil kepalanya di benturkan di dinding kamar.
****
Raka keluar dari kamar sambil merangkul mesra seorang wanita cantik yang berbadan seksi.
"Mass.. aku pulang yah?" Kata wanita itu kepada Raka, setelah mereka sudah sampai di pintu utama.
Raka mengangguk dan tersenyum.
"Kapan-kapan undang aku lagi." Bisik wanita itu.
Raka menutup pintunya dan memanggil seorang Maid. "Maid...."
Wanita muda menghampiri Raka, "Ya, Tuan?"
"Apa dia sudah pulang?" Tanya Raka.
"Maaf Tuan. Apa yang Tuan maksud adalah Non Tiffany?"
Raka mengangguk. Dia terlalu malas untuk mengucapkan nama 'Tiffany'.
"Sudah Tuan. Tadi saya lihat Nona Tiffany langsung masuk ke kamar dan tidak keluar lagi." Kata Maid.
Raka mengangguk mengerti dan mempersilakan maidnya kembali bekerja. Raka menghampiri kamar Tiffany. Saat dia hendak membuka pintu, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Ck, siapa sih?" Katanya, kesal sambil tangannya merogoh saku jeans.
"Mama?" Gumamnya.
"Hallo Ma?"
"Hallo, Raka. Tiffany sudah pulang apa belum?"
Raka melirik pintu kamar Tiffany.
"Udah Ma..."
"Syukurlah. Mama sama Papa nanti malam mau ke rumah kamu. Boleh kan?"
"Nggak bisa Ma, aku sama dia mau makan malam di luar." Elak Raka.
"Ck, kamu sengaja ya?"
"Enggak Ma.. aku emang udah janji sama dia kalo aku mau makan malam diluar. Pengin bikin surprise buat dia."
"Ciee... kamu romantis juga yah?"
Raka tersenyum kecut. Mati saja Raka, jika dia sudi mengajak Tiffany makan malam diluar dan memberinya surprise. "Iya dong." Sahut Raka.
"Yaudah. Mama kesananya kapan-kapan aja. Ohiya Raka, kamu nggak berangkat ke kantor?"
"Males. Udah dulu Ma, aku mau makan. Laper."
"Iya. Seb—,"
Raka menyimpan ponselnya kembali di saku dan berbalik badan untuk membuka kamar Tiffany.
Cklek
Matanya tidak melihat Tiffany. Dimana wanita itu? Dia kembali menutup pintunya lagi dan turun dari tangga menuju dapur untuk di buatkan sarapan.
Tiffany terkikik saat Raka sudah berlalu. Sebenarnya dia mengumpat dibalik pintu dan dia melihat ekspresi Raka yang sedang melongo, lewat celah kecil di pintu.
Dia duduk di pinggir kasur. "Mas Raka tadi waktu nelpon sama Mama, bilang kalo nanti malam dia mau ngajak aku makan malam di luar dan bilang kalo dia mau ngasih aku surprise?" Gumam Tiffany.
"Beneran nggak sih?" Katanya lagi, celingukan kesana-kemari tanda bingung.
Akhirnya Tiffany memilih untuk keluar dan mencari Raka untuk menanyakan yang sebenarnya. Langkahnya terhenti saat melihat Raka sedang duduk di meja makan sambil memainkan ponsel.
Tiffany menghampirinya dan menyapa, "Ehmm, Mas?"
Raka mendongak dan menaikan sebelah alisnya. Sepertinya Raka tidak marah, melainkan bingung.
Tiffany duduk di kursi yang kosong, tepatnya di hadapan Raka. "Kamu mau ngajak aku makan malam diluar? Terus mau ngasih aku surprise?" Tanyanya dengan wajah polos.
Raka tersenyum meremehkan. "Emang kenapa?"
"Jadi bener? Kamu mau ngajak aku makan malam?"
Masih dengan tersenyum, Raka mendekatkan wajahnya di hadapan Tiffany. "Itu tidak akan pernah terjadi, Sayang."
Oh God. Dia memanggilku Sayang? Batin Tiffany sudah berbunga-bunga.
Tiffany mengangkup pipinya dengan kedua tangannya,
"Kenapa tidak akan pernah terjadi?" Tanyanya.
Raka melirik ke samping dengan malas. Istrinya itu sungguh bodoh, padahal dirinya sudah membiayai kuliah agar istrinya itu pintar. Karena malas, Raka berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Tiffany.
Tiffany segera mencegah Raka. Dia menahan pergelangan tangan kanan Raka, hingga Raka berhenti dan berbalik badan.
"Apa? Kamu mau ngasih pertanyaan bodoh lagi? Iya?" Tukas Raka, sambil terus berusaha agar tangan kanannya bisa terlepas dari Tiffany, tanpa bantuan dari tangan kiri karena tangan kirinya kini memegang ponsel.
"Kalo nanti malam kamu nggak ngajak aku untuk makan malam diluar dan memberiku surprise, aku akan lapor ke Mama."
Raka menghela napas. "Sekarang kamu udah berani ya?" Tiffany mengangguk.
"Lepasin tangan aku dulu. Bisa-bisa tangan putihku berkarat lama-lama di pegang sama kamu." Kata Raka berlagak sombong.
Tiffany melepas tangan Raka dengan ekspresi kesal.
"Oke! Nanti malam aku bakalan ngajak kamu makan malam diluar. Tapi ingat, jangan bicara apa-apa ke Mama."
Tiffany mengangguk setuju. "Surprisenya?" Katanya dengan kepala yang di miringkan.
"Nanti, aku kasih kecoa." Kata Raka kesal dan pergi meninggalkan Tiffany. Pada akhirnya Raka tidak jadi makan, karena sang Maid memasak terlalu lama.
Tiffany tertawa lebar.
Tiba-tiba seorang Maid datang dan berkata. "Maaf Non. Di depan ada tamu untuk Non Tiffany."
Tiffany berhenti tertawa dan menatap maidnya dengan tatapan heran. "Siapa?"
"Dua perempuan, Non."
Pasti Eva dan Ofi. Batin Tiffany.
"Tolong buatkan minum, ya?"
Tiffany berterima kasih kepada Maid dan berjalan menghampiri temannya itu yang sudah menunggu. Tiffany melihat Eva dan Ofi sudah duduk di ruang tamu.
"Ehmm.."
Keduanya menoleh saat Tiffany berdehem.
"Tiff, semalam lo kemana sih? Tiba-tiba ngilang."
"Tiff, lo semalam mabuk berat ya?"
"Tiff, kenapa lo bisa mabuk sih?"
"Tiff, lo semalam diantar sama siapa?"
"Tiff, lo nggak apa-apa 'kan?"
"Sorry ya Tiff, gue nggak bantu lo semalam."
Itu pertanyaan yang Eva dan Ofi beri kepada Tiffany. Tiffany hanya berdiri ditempat, memandangi kedua sahabatnya yang bertanya layaknya wartawan.
"Tiff, ini tas lo. Semalam 'kan lo nitip ke gue." Ofi menyerahkan tas kepada Tiffany.
Tiffany meraih tasnya dan berterimakasih lalu duduk.
"Jawab dong Tiff... gue yang baru sakit aja, minum selul gelas belum mabuk-mabuk amat kok." kata Eva.
Ofi menonyor kepala Eva dan berkata. "Bir itu bak obat buat penyakit lo!"
"Gue bukan pecandu, Neng!" Sahut Eva sewot.
"Udah deh, kalian itu kalo nggak cek-cok kayak nggak afdol ya? Sampe-sampe aku di kacangin." Celetuk Tiffany, dia terkekeh.
"Nggak!" Sahut Eva dan Ofi bersamaan.
Tiba-tiba seorang Maid menghampiri mereka dan meletakan tiga minuman di meja, beserta camilan ringan.
"Silakan.." Katanya dan berlalu.
"Tiff, pembantu lo belum ada yang di pecat ya? Tiap kali gue kesini pasti orangnya sama kayak waktu lalu." Bisik Ofi.
Tiffany mengangguk. "Iya, belum ada yang di pecat sama sekali."
****
Selesai membersihkan tubuhnya, Raka keluar dari kamar. Niatnya dia akan makan diluar bersama Ratu.
Saat hendak menuruni tangga yang ke-12 Raka mendengar keributan, suara tawa seseorang, sampai jeritan. Raka menautkan alisnya dan mempercepat jalannya.
Sampai di ruang tamu, dia melihat tiga wanita.
Ofi, sahabat Tiffany yang satu itu melihat keberadaan Raka. Cepat-cepat dia memberhentikan tawa Eva dengan membekap mulut Eva. "Hmmmppjh...." Eva meronta.
"Ada suaminya Tiffany." Bisik Ofi.
"Ehmm.." Raka berdehem.
Tiffany yang mendengar suara itu, berbalik dan mendapati suaminya. Sedangkan Eva mengangkat kepalanya dan dia juga melihat pandangan yang sama dengan Tiffany.
Eva menepiskan tangan Ofi dari mulutnya.
Ofi mencium tangannya sendiri dan berkata. "Bau mulut lo!"
Eva tak menggubris. Dia memandang wajah Raka terus-menerus. Terlihat beda dengan satu bulan yang lalu saat dia berkunjung.
"Kalau mau bertamu, harus sopan!" Tukas Raka dan kembali berjalan.
"Mas, kamu mau kemana?" Teriak Tiffany setelah tadi dia bengong.
"Makan!" Sahut Raka tanpa repot-repot berbalik badan.
"Pe'a, lo nggak masakin buat suami?" Celetuk Eva.
"Aku baru pulang tadi." Mata Tiffany melotot sendiri. Barusan dia keceplosan.
"Emang semalam lo dimana?" Tanya Eva.
"Lo kemana Tiff?" Sambung Ofi.
Tiffany terlihat tegang, "Mmm... mm..ah iya. Aku nginep di rumah Ibu." Jawabnya gelalapan. Keduanya manggut-manggut.
"Terus, itu si Raka mau makan dimana?" Tanya Ofi. Tiffany menggerakan bahunya, acuh.