Chapter 7 : Tragedi Ulangtahun

2005 Kata
    Baru saja Tiffany berangkat ke kampus, dia sudah di hadang oleh Cindy—teman Tiffany yang pintar, terkenal dan baik.     Cindy menyapa Tiffany dengan sopan. "Hai.. Tiff.."     Tiffany tersenyum kikuk. "Ada apa Dy?"     "Ah, nggak ada apa-apa. Gue cuma mau ngasih undangan ulang tahun. Nih, datang ya..." Cindy menyerahkan undangan yang berwarna biru itu ke Tiffany.     Tiffany meraihnya. "Kamu Ulangtahun Dy? Happy birthday ya..." katanya antusias.     "Thanks teman.. jangan lupa datang ya." Ingat Cindy lagi.        "Pasti. Semoga acaranya lancar ya."     Cindy mengangguk. "Gue lanjut bagiin undangan dulu yah?"     "Iya. Thanks Dy." Cindy melambaikan tangan.     Tiffany kembali memandang undangan itu dan mulai membukanya.     "Di club Star, delapan, hah..nanti malam?" Matanya membelalak saat menyadari bahwa acaranya nanti malam.     Cepat-cepat Tiffany menyimpan undangan itu di tas dan berlari ke kantin untuk menghampiri Eva dan Ofi, bertanya apakah mereka di undang juga atau tidak.      Sampai di kantin, semua mahasiswa memegang undangan berbentuk sama dengan miliknya. Di edarkan pandangan mata sipit itu, dan akhirnya menemukan dua sejolinya. Mereka di pojok, sedang bergosip sambil menunjuk-nunjuk mahasiswa lain. Tiffany menghampiri mereka.     "Eh, Tiffa..." refleks Ofi.     Tiffany tersenyum.     "Duduk Tiff. Eh Tiff lo di kasih undangan nggak sama Cindy?" Tanya Eva. Tiffany duduk dan mengangguk.     "Lo kesana naik apa Tiff?" Ofi memiringkan kepalanya.     "Ojek dong." Jawabnya sambil terkekeh.     "Eh eh.. Tiff, Pak Dika juga diundang tau. Malah undangannya beda sendiri." Kata Ofi.     "Fi, gausah bangunin macan tidur. Gue udah tau, dan lo ngasih tau itu lagi. Gue muak banget sumpah Fi sama lo." Celoteh Eva.     "Emang kenapa, kalo Pak Dika diundang terus undangannya beda sendiri? Itu kan hak Cindy, Va. Aku nggak mau tau. Itu bukan urusan gue." Sahut Tiffany dan tersenyum.     "Pak Dika kan suka sama lo.." kata Ofi lagi sambil melirik Eva, melihat ekspresi Eva.     "OFI... Sekali lagi lo ngomongin calon imam gue... gue gak bakalan ngizinin lo tidur di apartement gue lagi. Sana lo tidur di kolong jembatan." Teriak Eva.     "Va, udah deh.. itu juga apatemennya Ofi, bukan punya kamu. Lagian, Ofi kan cuma becanda." Celetuk Tiffany.     "Sebenernya lo mihak ke siapa sih?!" Teriak Eva dan Ofi bersamaan kepada Tiffany.     "Kalian," Jawab Tiffany dan tersenyum. "Aku masuk kelas dulu yah.. bye!" Eva dan Ofi hanya melongo memandang kepergian Tiffany. ****     Sibuk. Itulah kata yang pantas untuk Raka saat ini. Pagi, tepatnya pukul tujuh dia sudah harus metting dengan clientnya.     Dan sekarang, dia harus meeting lagi di sebuah Kafe bersama Roy si asisten gilanya itu.     "Mana sih, bilangnya jam delapan harus sampai di Kafe tapi malah belum nongol-nongol." Gerutu Roy.     "Elo sih Roy, pake cepet-cepet segala."     "Walaupun client kita telat, kitanya nggak boleh telat bro.. harus profesional dong."     "Lo itu ya, kalo di kasih saran malah balik ngasih saran. Otak lo taro dimana sih? Lama-lama gue pecat deh lo." Geram Raka.     "Janganlah bro... bini gue sama anak gue ntar makan apa.. 'kan kasian.." mohon Roy penuh dramatis.     "Itu bukan urusan gue!" ****     Setelah meyelesaikan tugas kampusnya, Tiffany pulang, menyiapkan baju untuk pergi ke acara ulang tahun Cindy.     Ia memasuki kamar dan langsung mengobrak-abrikkan lemarinya. Tiffany memang selalu seperti itu jika ada acara-acara apapun, pasti dia sibuk sendiri.     "Pake yang mana yah?" Katanya sambil menggaruk-garukkan kepala. Merasa bingung.     Matanya meneliti semua baju yang sudah dia keluarkam dari lemari dan di letakan di atas kasurnya. Dress biru muda, mata Tiffany berhenti di sebuah dress biru muda yang kelihatan pantas untuknya dan mungkin sedikit sopan karena tidak kekurangan bahan. Tiffany menambil dress itu dan mencoba mencocokkan ke tubuhnya.     "Bagus nggak yah?" Katanya sambil menatap dirinya di pantulan cermin.     "Ah yaudah lah, pake ini aja." Ucapnya lagi dan membereskan baju yang sudah dia amburadulkan.     Sudah menunjukan waktu pukul lima sore, Tiffany segera mandi dan membuatkan makan malam untuk Raka, sebelum Raka pulang.     Selesai mandi dan membuatkan makan, Tiffany duduk di sofa. Sedikit santai-santai. Di lihat akhir-akhir ini dia memang tidak ada waktu untuk istirahat kecuali waktu tidur. Karena dia harus mengurusi tugas kampus dan suaminya itu.     Raka pulang.     Tiffany langsung berdiri untuk menyapanya. "Udah pulang, Mas?"     Raka tidak menjawab. Dia berjalan lalang saja.     Tiffany menghela napas. "Mungkin dia lelah." Katanya dan memilih untuk masuk ke kamar. Karena tugasnya sudah selesai.     Tepat Pukul tujuh Tiffany menutup laptopnya dan menatap jam dinding.     "Ulang tahun Cindy!" Katanya dan beranjak mengambil dress di lemari untuk dia pakai.     Selesai memakai dress itu, Tiffany sedikit menaburkan sesuatu di pipinya dan mencoba untuk memakai lipstick malam ini, dia memang tidak terbiasa berdandan glamor. Lebih baik natural. Tapi, entahlah malam ini. Mungkin dia akan menjadi Tiffany yang kekinian.     Selesai menata wajah. Tiffany kembali menatap jam dinding dan kali ini sudah menunjukkan pukul setengah delapan sedangkan ulang tahun mulai pukul delapan, cepat-cepat dia memakai heels dan keluar dari kamar.     Di ruang santai, matanya melihat Raka sedang menonton siaran televisi. Tiffany menghampiri Raka. "Mas, aku mau ke Ulang tahun temen aku. Boleh kan?" Tanyanya.     "Terserah." Jawab Raka ketus, tanpa menoleh sedikitpun ke Tiffany yang di sampingnya.     "Kamu mau ikut?" Tawarnya.     Raka menoleh dan memandangi Tiffany. "Cantik..." gumamnya masih dengan memandang wajah Tiffany yang memang malam ini terlihat beda.     Tiffany terkikik. "Makasih." Katanya malu-malu.     Raka mengerjapkan kedua matanya beberapa kali dan menggeleng. "Apa liat-liat?!" Bentaknya.     Tiffany memicingkan ujung bibirnya "Bukannya Mas yang liatin aku? Terus bilang aku cantik?" Jelasnya.     "Mimpi!" Ketusnya dan berlalu ke kamar.     Tiffany menggeleng-gelengkan kepalanya. Kenapa suaminya itu semakin hari semakin gila? Huhh.. mungkin gila karena terlalu banyak pekerjaan. Dia segera menepiskan pikiran-pikiran negatifnya dan berjalan keluar rumah. Sebelum berangkat, dia sudah memesan ojek online memakai ponsel seorang Maid yang kebetulan memakai ponsel canggih  dan benar saja, tukang ojeknya sudah menunggu didepan gerbang rumah.     "Jalan, Pak." Ujar Tiffany setelah duduk di belakang tukang ojek.     Ojek itu berhenti disebuah club. Tiffany turun dan tak lupa untuk membayarnya.     Sebelum masuk, dia meletakan sepatu berhak tingginya  di bawah dan memasangnya lagi setelah tadi dia copot karena tidak bisa menaiki motor.     Setelah itu, dia masuk. Seorang penjaga memberhentikan langkahnya dan meminta undangan yang pagi lalu Cindy berikan kepadanya. Tiffany ingat, dia segera merogoh tas kecilnya dan menyerahkan undangan itu kepada dua penjaga. Tiffany pun di perbolehkan untuk masuk.     Alunan musik menyambutnya, bau alkohol yang sangat menyengat membuat Tiffany menutupi hidung. Ini kali kedua Tiffany mengikuti pestan ulang tahun di club, sebelumnya dia pernah mendatangi acara ulang tahun Eva yang kebetulan diadakan di club.     "Tiff... Tiff..." Suara cempreng itu sontak membuat Tiffany celingukan. Nah, ternyata Eva dan Ofi sudah datang. Tiffany menghampiri kedua curut itu.     Dilihatnya mereka sedang meminum. alkohol, mungkin?     "Baru sampai ya?" Tanya Eva yang sedang mabuk.     Tiffany mengangguk, "Acaranya belum mulai kan?"     "Dari jam tujuh udah mulai." Celetuk Ofi yang sedang meminum jus.     "Diundangan kan mulai jam delapan."     Ofi menggerakkan kedua bahunya, acuh, "Mau minum apa Tiff? Jangan bir yah? Buat nemenin gue.. please..."     "Sekali-kali minum lah Tiff, mumpung ada dan gratis." Celeruk Eva.     Benar juga. Batin Tiffany.     "Kayaknya aku minum deh Fi. Emang lo nggak mau? Gratis loh..." kata Tiffany.     "Tess.. tes.. mohon perhatiannya," akhirnya suara orang yang berulang tahun terdengar juga. "Sebelum lo semua nikmati acara ini. Ada baiknya gue selaku penyelenggara acara ini, berterimakasih sama kalian yang udah nyempetin dateng kesini. Berdirinya gue disini, gue juga mau ngucapin terimakasih kepada Pak Dika, yang selama 2 bulan ini sudah membimbing gue di kampus sehingga tugas-tugas skripsi gue bisa lebih baik lagi. Gue mohon kepada Pak Dika silakan ke depan. Please..."     "Kok Pak Dika di bawa-bawa?" Gerutu Eva.     "Udah deh Va, mabok tinggal mabok nggak usah mikirin gitu. Pusing beneran baru deh lo." Sahut Ofi. Eva berdecak.     Seseorang telah berdiri di samping Cindy. Dika sudah disana. Setelah tadi Cindy meniup lilinnya dan memotong kuenya, ia mengambilkan sepotong kue kepada dika.     "Aku suapin ya, Pak?" Kata Cindy, tidak memakai mik.     Dika menggeleng dan tersenyum kikuk.     "Please... sekali ini aja.." pinta Cindy dan mau tak mau Dika terpaksa mengangguk.     Cindy memotong satu sendok kue itu dan menyuapkan ke Dika.     Suara ciee-ciee bergemuruh menghampiri mereka. Cindy tersenyum.     "Makasih, Cindy." Ujar Dika.     "Makasih kembali, Pak."     "Semoga kuliah kamu tambah bagus dan semoga apa yang kamu inginkan bisa terwujud atas izin Tuhan."     "Amin..."     "Saya ke toilet dulu." Pamit Dika dan langsung berlari ke toilet.     "Oke terimakasih semuanya... sekarang kalian bisa nikmati acara ini. Semoga malam ini semuanya gembira. Bye.." Cindy melambaikan tangan dan kembali bergabung dengan teman-temannya untuk ikut menikmati acaranya.     Ofi menoleh ke Tiffany. "Tiff, tadi lo mau minum kan? Sana lo sama Eva aja, gue duduk di sini deh."     "Emang kenapa sih? Cuma minum doang, paling segelas dua gelas. Nggak sampe mabuk." Bujuk Tiffany.     "Tuh, Eva baru minum setengah gelas udah kliyengan kayak orang gila." Ofi menunjuk ke Eva yang ternyata sedang berdansa dengan seorang lelaki.     "Kamu kayak nggak tau Eva aja. Dia bohongan, paling biar di sangka hebat udah minum sampe mabuk. Kalo kamu nggak mau yaudah, aku titip tas ya? Nggak ada isinya sih, tapi titip ya?"     Ofi mengangguk dan langsung meraih tas Tiffany yang masih di pakai.     "Kok ketus gitu?"     "Gue mabok ini, gara-gara minum jus kebanyakan." sahut Ofi. Di balas kekehan oleh Tiffany.     Tiffany meninggalkan Ofi, dia meraih satu gelas bir dan bergabung dengan Eva.     Dua puluh menit kemudian, suasana semakin lepas. Eva, anak itu sudah kliyengan mondar-mandir seperti kesasar dan Tiffany, dia sudah tak karuan lagi padahal dia hanya minum tiga gelas. sedang Ofi, Ofi sibuk dengan ponselnya dan tidak memperdulikan kawan sekitarnya.     Brukkk.     Seseorang telah menabrak tubuh Tiffany. Tiffany yang sekarang sedang mabok berat, berusaha berdiri.     "Maaf..maaf.. saya tidak se—," Ucap seseorang itu terhenti saat menyadari bahwa dirinya telah menabrak Tiffany.     Dika. Ternyata Dika yang menabrak Tiffany.     "Tiffany... maaf.. saya tidak sengaja." Kata Dika sambil membantu tiffany berdiri. Tiffany hanya mercau tak jelas.     "Tiffany, kamu mabuk?" Tebaknya dan tiba-tiba Tiffany tergeletak di lantai lagi setelah tadi dia bangun.     Dengan cepat Dika menggendong Tiffany untuk keluar dari club.     Dika membaringkan tubuh Tiffany di mobilnya. Dia akan membawa Tiffany ke... entahlah, akan kemana.     Disela-sela perjalanan, Dika mulai dibuat bingung. Ia akan membawa tiffany kemana.     "Apartemen." Katanya lalu memutar arah.     Sampai di apartemen, Dika menghempaskan Tiffany di kasurnya. ****     Di rumah, Raka harus menghadapi Rahma seorang diri. Rahma. Wanita itu berkunjung ke rumah anaknya sejak satu jam yang lalu.     "Raka.. mana Tiffany, Mama pengin ketemu..." Rengek Rahma terus-menerus.     "Sebentar lagi Ma.. dia lagi ke supermarket." Jawab Raka yang keempat kalinya, dengan kata yang sama 'bentar lagi Ma.. dia lagi ke supermarket'.     Rahma berdecak, "Ini udah jam sebelas, masa malam-malam belanja. Mama nggak percaya kalo Tiffany belanja. Jangan-jangan kamu umpetin Tiffany ya?" Cerocos Rahma.     "Ngapain sih Ma, Raka bohong sama Mama!" Ketus Raka.     Rahma meminum teh sedikit dan dia berdiri. "Mama pulang aja."     "Bagus lah." Gumam Raka,     "Kamu bilang apa?"     "Ah, enggak. Itu.. tadi istrinya bagas lahiran." Elak Raka, salah tingkah.     "Istri kamu kapan?"     Sialan!     Raka sangat benci dengan pertanyaan itu. Dia memilih menggelengkan kepala untuk jawabannya.     "Cepat beri Mama cucu. Kamu nggak kasian apa? Mama udah tua gini belum nimang cucu, tante may yang adiknya Mama aja cucunya udah empat."     "Tante May, anaknya kan banyak."     "Emang, Tiffany nggak bisa bikin enam anak? Bisa Raka!"     "Sshhh.. mending Mama pulang deh. Udah malam juga, Raka ngantuk mau tidur!" Tukas Raka dan berlalu ke kamar.     Rahma tak habis pikir dengan sikap Raka. Bisa-bisanya anak itu mengusirnya, "Awas kamu Raka." Gumam Rahma dan keluar dari rumah anaknya. ****     Sedang di apartemen Dika. Lelaki sedari tadi memandangi wajah Tiffany dan sesekali mengelus lembut pipi tirus itu. "Kamu cantik." Gumamnya dan mengelus rambut Tiffany.     Sang empu menggeliat dan berbalik badan sehingga membelakangi Dika. Dika tersenyum dan membalikan tubuh Tiffany sehingga sekarang Dika bisa menatap mata Tiffany yang tertutup. Dika memajukan wajahnya ke wajah Tiffany.     Tiffany menggeliat lagi dan membuka matanya walau sayu-sayu.     Kakinya meronta-ronta, dia tidak bisa bergerak.     Selanjutnya, Dika melakukan hal yang tidak senonoh kepada Tiffany.     Esoknya, Tiffany membuka mata dan melirik ke samping melihat Dika disana. Wanita itu meneteskan air mata tanpa di minta, dia terisak.     Apa dirinya lebih b******k dari suaminya?     Tiffany menghapus air mata dan segera mengambil pakaian yang berceceran di lantai kamar.     Ia pandangi penjuru kamar. Ini kamar Pak Dika. Batinnya.     Tiffany melirik nakas, disana ada lempitan T-shirt berwarna putih dan celana jins milik wanita. Mungkin Dika sudah menyiapkan itu semua. Tiffany segera mengambil pakaian itu dan masuk ke kamar mandi yang terletak di kamar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN