Bab 4

1314 Kata
5 tahun kemudian. Aku meliukkan tubuh mengikuti alunan musik dari earphone yang terpasang dikedua telingaku, hal yang selalu aku lakukan jika hatiku sedang gundah gulana, keringat membasahi tubuh dan juga baju yang melekat ditubuhku, aku mendengar pintu kamar terbuka dan aku yakin jika bukan Mommy pasti Ocean. Aku memutar tubuhku dan melihat Ocean sedang berkecak pinggang sambil menggelengkan kepalanya melihat ulahku. "Kak Ai! Ya ampun katanya mau jemput Kak Biyan ke bandara, tapi kok malah sibuk nari-nari nggak jelas sih!" teriak Ocean dengan wajah kesalnya, aku mengacuhkan teriakan Ocean dan melanjutkan kembali gerakan tari sesuai dengan alunan musik. Kak Biyan? 5 tahun hubungan kami tak luput dari pasang surut, tahun pertama komunikasi antara kami sangat terjaga. Setiap pagi, siang dan malam kami sempatkan untuk memberi kabar tentang keadaan masing-masing, tahun kedua komunikasi yang tadinya terjaga mulai sedikit berkurang, biasanya 3 kali sehari kini berubah menjadi 2 kali sehari, tahun ketiga komunikasi semakin berkurang akibat kesibukanku menjadi mahasiswi baru dan cukup mengalihkan pikiranku akan dirinya yang juga terlihat acuh, tahun keempat bisa dihitung sebulan itu berapa kali kami berhubung dan puncaknya diperingatan 5 tahun yang jatuh satu minggu yang lalu, kebiasaannya memberikan kejutan atau memberikan ucapan anniversary hilang begitu saja, akupun bersikap acuh karena aku merasa lelah menunggu dalam ketidak pastian. Semua berubah saat Mommy memberitahu jika hari ini kak Biyan kembali dari Jerman, jika ditanya bahagiakah aku? Aku akan jawab sangat bahagia akhirnya setelah 5 tahun kami bertemu kembali, tapi ada rasa takut juga di dalam hatiku, bagaimana jika kak Biyan sudah tidak mencintaiku, bagaimana jika ia pulang membawa wanita lain yang telah menjadi kekasihnya, arghhh pikiran buruk itu membuatku enggan untuk bertemu dengannya. "KAK AISHA!" teriakan Ocean membuyarkan lamunanku tentang kehidupan percintaan yang telah 5 tahun ini aku jalani, Ocean lalu mematikan alat pemutar musik yang memekakkan telinga, aku menghentikan liukan tubuh dan menatap Ocean dengan nafas tersengal-sengal. "Apasih Ocean, kakak lagi nggak mood main sama bocah seperti kamu, kalo mau main... main sama Mommy atau Daddy saja," usirku dengan kesal karena Ocean mengganggu kesenanganku untuk menutupi jika hatiku hari ini sedang gundah gulana, bukannya keluar dari kamarku yang ada Ocean langsung menarik tanganku dan mendorongku agar segera masuk ke dalam kamar mandi. "Aku nggak mau main Kak, tapi aku mau ajak kakak menjemput Kak Biyan," ujar Ocean yang tidak berhenti mendorong tubuhku, aku menatapnya dengan tatapan tidak mau diganggu dengan alasan apapun. "Kakak nggak mau, kamu saja yang pergi... lagian nggak dijemput pasti dia bakal pulang sendiri kok, memangnya dia anak kecil yang harus dijemput segala... manja!" balasku dengan sinis, Ocean mendengus dan berbalik arah meninggalkanku yang memilih meminum air mineral di banding ikut pergi bersama Ocean. Bahkan air dingin yang aku teguk barusan tidak bisa menghapus rasa galau yang aku alami. "Kakak nggak berubah ya, padahal kak Biyan baik loh sama kita," Ocean menghentikan langkahnya sebelum membanting pintu dengan keras, aku menghela nafas dan menatap ponsel yang sudah beberapa hari ini tidak memunculkan nama kak Biyan, ragu-ragu aku mengambil ponsel itu dan mencari namanya di kontak. Beberapa kali aku mengetik lalu menghapus, mengetik lalu menghapus sampai tak terhitung berapa kali aku melakukan hal itu. To : Honey "Miss you, kak" Balasan yang aku harap muncul saat mengirim SMS itu tak kunjung datang meski satu jam aku menatap layar ponsel dan berharap ada satu balasan agar perasaanku tenang, aku lalu membuang ponsel itu keatas ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi agar suara tangisku tidak didengar oleh penghuni rumah lainnya. **** Andai saja Mommy tidak menyuruhku untuk turun menyambut kepulangan kak Biyan, pasti hari ini aku memilih untuk berdiam diri saja di kamar, ruang keluarga Dinata terlihat ramai semenjak kepulangan kak Biyan, aku melihat Mommy sibuk menghidangkan berbagai jenis makanan untuk menyambut kepulangan anak angkatnya yang sudah 5 tahun ini meninggalkan Jakarta untuk belajar menjadi penerus Daddy, aku bersikap acuh dan memilih duduk di sofa meski dadaku berdetak tak karuan. Sesekali mataku melirik kearah kak Biyan yang duduk dihadapanku, penampilannya berubah dibandingkan 5 tahun yang lalu, wajahnya terlihat lebih dewasa dengan tumbuhnya anak-anak rambut disekitar mulutnya, saat matanya melihatku dengan reflek aku langsung membuang wajah. "Jadi kakak nggak akan pergi lagikan? Rumah sepi semenjak kakak nggak ada, Kak Aisha? Beuh dia sibuk dengan dirinya sendiri bahkan nggak peduli jika aku ajak main," suara manja Ocean langsung dibalas dengan senyum oleh kak Biyan, aku berusaha mengalihkan kegugupanku dengan memainkan game yang ada diponsel. "Kamu apa kabarnya Ai?" tanya kak Biyan, aku bersikap acuh dan tidak menjawab pertanyaannya, buat apa ia bertanya jika tau jawabannya bahwa aku ini sedang tidak baik karena ulahnya! Tiba-tiba aku merasakan tangan Mommy memukul tanganku pelan. "Aduh Mom," aku mengelus tangan yang sakit akibat pukulan Mommy. "Kak Biyan nanya tuh, kamu ini kapan sih bersikap lebih baik... walau bagaimanapun Kak Biyan itu kakak kamu loh" kakak? pacar keleesss Mom tapi ya gitu status saja yang pacaran tapi sikap dan perhatiannya jauh dari yang namanya pacaran. "Kak Biyan itu punya mata kok Mom, jadi nggak usah aku jawab pasti dia tau kalo aku baik-baik saja, udah ah Ai mau kuliah dulu," aku berdiri dan mencium Mommy dan Daddy secara bergantian, dan melewati kak Biyan begitu saja meski aku bisa merasakan tangan kak Biyan berusaha memegang tanganku tapi dengan cepat aku menghalau tangannya dari tanganku. Baru akan naik ke tangga aku mendengar suara kak Biyan yang meminta izin Mommy dan Daddy "Mom, Dad... boleh nggak Biyan antar Aisha kekampusnya, mumpung waktu Biyan free hari ini" tawar kak Biyan, aku ingin menolak tapi lidahku terasa kelu, entah apa yang mereka perbincangkan dibelakangku, tapi yang pasti Mommy akan meminta kak Biyan menjagaku sepulangnya dari Jerman Aku membuka lemari pakaianku, tiba-tiba muncul ide untuk membuat Kak Biyan marah, aku mengambil baju yang jarang aku kenakan karena kak Biyan tidak menyukainya, setelah berganti baju aku memoleskan sedikit make up dan tak lupa memoleskan lipstick berwarna senada dengan kaos yang aku kenakan. Setelah penampilanku sudah berubah lebih baik, aku kembali turun dan melihat Kak Biyan masih sibuk berbincang dengan kelurga lainnya. "Ayo, katanya mau antar aku," kak Biyan melihatku dengan tatapan marahnya, ya ini yang aku tunggu. Jika ia masih mencintaiku pasti ada reaksi darinya saat melihatku berpakaian seperti ini. Kak Biyan lalu berdiri dan berpamitan kepada Mommy dan Daddy, setelah itu ia menghampiriku dan membantu membawakan tas serta buku-buku yang tadi aku bawa. Suasana hening sangat terasa kental saat kami masuk kedalam mobil, kak Biyan membantuku memasangkan seatbelt sebelum meninggalkan rumah. Aku membuang wajah agar tidak menatap wajahnya, aku takut luluh dan menghambur kepelukannya. "Kakak nggak suka kamu memakai baju seperti ini kalau ke kampus," suara bariton kak Biyan membuatku yang susah payah menahan emosi langsung berpaling menatapnya tajam, dadaku naik turun. "Apa peduli kakak tentang pakaianku! Bukannya kakak sudah nggak peduli dengan diriku lagi," balasku dengan ketus, Kak Biyan menepikan mobilnya lalu memegang tanganku, tapi aku berusaha melepaskan pegangannya. "Kakak peduli karena kakak ini pacar kamu, kakak nggak suka kamu keluar dengan pakaian terbuka seperti ini, bagaimana kalo ada penjahat yang tergiur melihat paha kamu, kamu jugakan yang bakalan terluka," balas kak Biyan dengan senyum yang langsung membuatku luluh, semua amarah, kesal, berubah menjadi kerinduan teramat dalam, aku langsung menghambur kepelukan kak Biyan dan menangis sambil terus memeluk kak Biyan agar ia tidak pergi lagi dariku. "Miss you kak! Kakak ke mana saja selama ini, kenapa bersikap acuh dan melupakan aku, hiksss aku pikir kakak sudah tidak mencintaiku lagi, aku pikir kakak bosan dan mencari wanita lain, aku pikir kakak..." nafasnya tersengal-sengal sambil memukul dadanya, kak Biyan memegang tanganku dan menciumnya berulang kali. "I miss you too, darling... maaf beberapa bulan ini bersikap acuh, jujur kakak sibuk dengan tugas kuliah yang hampir membuat kakak gila, kakak belajar dengan rajin agar bisa segera kembali untuk kamu, tapi yakinlah hati dan cinta kakak hanya untuk kamu," lagi-lagi aku terharu mendengar jawabannya. Kak Biyan mengelus pipiku pelan, aku menahan nafas saat bibirnya mendekati bibirku, dan rasa rindu selama 5 tahun ini tertahan akhirnya buncah dengan ciuman demi ciuman yang kami lakukan, tanganku bergelung dilehernya dan sejenak aku melupakan niatku untuk kuliah, aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan kekasih hatiku hari ini tanpa adanya pengganggu. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN