Makan siang masih berlangsung. Jam istirahat mereka berlangsung selama 1 jam. Saat ini, Deema dan karyawan lainnya tengah menikmati makan siang mereka.
Deema duduk di sebelah Nomi, dan di hadapannya ada Kaila yang juga ikut bergabung makan siang bersamanya.
''Guys, gimana? Enak gak makan ayam bakar hujan-hujan gini?'' tanya Kaila.
''Emm ... enak banget, Kak. Apalagi selesai makan kita langsung tidur,'' kata Nomi yang langsung mendapat persetujuan dari teman-temannya.
''Setuju banget,'' jawab Deema.
''Ah sayangnya ya, kerjaan kita masih banyak banget. Oh ya, siapa yang bersedia buat temenin saya selama minggu ini di toko?'' tanya Kaila.
Semua orang pun menunjuk ke arah Nomi. Nomi yang sedang meminum es tehnya pun tersedak. ''Uhuk ... Uhuk ... Ada apa?'' tanyanya.
''Mbak Nomi temenin Kak Kaila di sini selama seminggu,'' kata Arin yang memberi tahu.
''Iya. Nomi-kan tinggal di sini, Kak. Jadi dia aja yang nemenin Kak Kaila. Saya mau pulang ke kampung dulu,'' ucap Riki.
''Nomi? Bisa?''
Nomi pun mengangguk. ''Bisa dong, Kak ... Aku gak kemana-mana kok, setia sama The K ....''
Semua pun tertawa. Mereka tidak bisa menjamin akan ada pekerjaan yang sangat mengenakan seperti pekerjaan mereka ini. Memiliki bos yang baik, penyabar, dan tidak sombong, juga pekerjaan mereka yang sangat menyenangkan.
Obrolan mereka terhenti di saat ada satu suara ponsel berdering, mereka melihat jika Kaila sedang mengangkat telponnya. ''Lanjut ngobrol aja.'' kata Kaila.
Yang lain melanjutkan obrolan mereka, berbeda dengan Deema yang sempat melihat nama yang tertera di layar ponsel Kaila, sebab Kaila duduk berhadap-hadapan dengan dirinya. Ya, nama yang menelpon Kaila adalah Aiden.
Deema diam-diam melihat ke arah Kaila yang sedang serius menelpon itu. Kaila bangun dari duduknya, dan pergi menjauh untuk menerima telpon itu.
''Iya ....''
''Kok bisa?''
''Yauda, gimana kamu.''
''Oke ....''
Deema memasang telinga dengan baik untuk mendengarkan apa yang jadi obrolan mereka. Namun, Deema hanya bisa mendengar hanya itu ucapan yang dilontarkan Kaila.
Tak lama Kaila kembali duduk di tempat nya, dan melanjutkan acara makannya yang tertunda. Sedangkan Deema, ia langsung melihat ponselnya yang sengaja ia simpan di kantuny celananya. Namun ... Tidak ada tanda-tanda pesan yang masuk di sana. Aiden tidak mengabarinya sejak semalam, padahal hari ini adalah weekend.
Deema menjadi tidak berselera untuk makan. Ia menyelesaikan makannya dengan meminum es tehnya, dan bangun dari sana.
''Eh, kok udahan?'' tanya Kaila.
''Iya, kamu mau kemana, Deem?'' tanya Nomi juga.
Deema tersenyum. ''Aku udah kenyang, mau solat duluan ke atas. Aku duluan ya ....'' kata Deema yang sekarang berjalan ke lantai dua untuk pergi ke mushola kecil yang dibuat oleh Kaila.
Deema memilih menjauh dari orang-orang saat ini, ia tidak ingin menunjukan ekspresi wajahnya yang tidak mengenakan. Lebih baik, Deema memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanan shalat zuhur.
Pikirannya terus tertuju kepada Aiden yang sampai saat ini masih belum mengabarinya.
''Mas Aiden lagi sibuk kali. Atau, dia punya kerjaan mendadak.'' Deema mengangkat bahunya. ''Entahlah, bikin pusing aja.''
Butuh waktu 10 menit untuk Deema menyelesaikan shalatnya. Ia menyandarkan tubuhnya sebentar di tembok mushola ini. Harusnya saat ini ia kembali merias wajahnya, namun Deema tidak memiliki selera untuk menghias wajahnya.
Moodnya sangat-sangat turun kali ini. Ia masih sangat-sangat kesal kenapa Aiden belum juga menghubungi dirinya. Sesulit itukah, untuk Aiden mengirimkan pesan kepada dirinya. Baru saja kemarin, Aiden membuat moodnya naik, dan sekarang, dengan mudahnya, Aiden menjatuhkan lagi moodnya.
''Kenapa? Lagi ada pikiran?'' tak lama, Kaila datang dan duduk di sebelahnya.
''Eh, Kak ... Enggak kok ....''
Kaila memegang lengan Deema. ''Kenapa? Cerita sama aku. Kamu lagi mikirin sesuatu?''
Deema menggeleng, dan tersenyum ke arah Kaila. ''Aku baik-baik aja, Kak ... Tapi moodku aneh banget hari ini. Aku mau datang bulan mungkin,'' ucapnya.
''Yakin? Gak mau cerita sama aku?''
''Emm ....''
''Cerita aja enggak apa-apa ....''
Ingin rasanya Deema bertanya tentang Aiden saat ini, tapi ... Ia merasa tidak enak. Dan jika Deema tidak bertanya saat ini, mungkin, hatinya akan terus tidak tenang seperti ini.
''Aku boleh tanya gak, Kak ...''
Sepertinya, Deema harus bertanya agar hatinya tenang. Dan ia tidak perlu lagi menduga-duga hal yang tidak-tidak kepada Aiden.
Kaila mengangguk. ''Boleh dong ....''
''Kalau boleh tau, Mas Aiden kemana ya? Hari ini dia gak ada kabar ...'' ucap Deema dengan suara yang sangat pelan.
''Oalah ... Kamu galau gara-gara anak itu?''
Deema langsung menggeleng. ''Enggak, enggak kok, Kak ....''
Deema menjadi bingung karena melihat Kaila tertawa saat ini. ''Ke--kenapa ketawa, Kak?''
''Hahaha ... Aduh, aku baru di telpon Aiden, dia bilang baru selesai pulang dari rumah sakit, dan nyuruh aku pulang buru-buru. ''
''Hah? Rumah sakit? Siapa yang sakit, Kak?'' tanya Deema sangat khawatir, karena ia melihat Aiden semalam baik-baik saja.
''Aiden.''
''Mas Aiden? Kenapa? Dia sakit? Perasaan semalam baik-baik aja deh ....''
''Hahaha ....''
''Loh, kok ketawa, Kak?''
''Bentar ... Bentar, aku gak kuat nahan tawa kalau cerita ini.''
Deema yang sedang kebingungan itu pun menjadi ikut tertawa karena suara tawa Kaila yang sangat menular.
''Jadi gini ... Semalem, pulang dari rumah kamu ... Diakan bareng Zaffran tuh, sesampainya di rumah sana, dia nunggu Zaffran keluar dari mobil dan Aiden.''
Deema memasang telinganya mendengar cerita dari Kaila.
''Dia nunggu Zaffran keluar dari mobil, sambil sandarin badannya di tembok. Nah, Aiden itu, kalau udah malam sendiri di dalam mobil dan pulang, dia suka buka kancing baju kemejanya, dan ngeluarin baju kamejanya dari celana. Dan kamu tau dia kenapa?''
''Ke--kenapa? Kak?''
''Punggung dia di serang semut merah banyak ... Banget. Dia langsung teriak-teriak dan minta tolong sama Zaffran. Karena keadaan di dekat garasi itu gelap, Aiden teriak-teriak sambil minta tolong ke depan rumah.''
''Aku yang kebetulan ada di depan rumah ketawa ngakak, karena kelucuan Aiden yang mukanya panik banget waktu itu ....''
''Hahahaha ....'' Kaila pun kembali tertawa karena mengingat kejadian semalam.
Kali ini Deema tidak ikut tertawa karena ia bisa membayangkan, pasti sangat sakit sekali terkena gigitan semut seperti itu. Ia sudah menduga yang tidak-tidak kepada Aiden kali ini, ia sangat berdosa sekali.
''Kamu tau gak? Dia langsung buka semua baju dan celana dia di depan rumah, sisa kolor dia aja. Bunda dan Ayah juga ikutan panik, karena teriakan Aiden yang luar biasa banget.''
''Terus, udah gitu, Kak?''
''Tadi pagi dia ke rumah sakit, punggungnya merah-merah gitu. Kasian sih ... Tapi itu lucu banget .....''
''Ya ampun ... Mas Aiden kasian banget.''
''Iya, dia nyuruh aku pulang karena Bunda dan Ayah pergi keluar kota siang nanti.''
''Mas Aiden sama siapa di rumah?''
''Sendiri kayanya. Dia gak telpon kamu?''
Deema menggeleng. ''Enggak, Kak ... Kalau aku tau, aku telpon dia deh kayanya.''
''Yasudah, selesai shalat, aku antar kamu ke rumah ya, kamu temenin Aiden di sana. Nanti aku balik lagi ke toko.''
''T--tapi gak apa-apa, Kak?''
''Gak apa-apa ... Aku juga mau ambil sesuatu di rumah. ''
Deema pun mengangguk dengan senang.
...
Sesampainya di rumah Aiden yang sangat mewah ini, Deema berjalan sambil digandeng oleh Kaila.
''Bunda sama Ayah udah berangkat deh kayanya.''
''Ada acara, Kak?''tanya Deema.
Kaila mengangguk. ''Iya, biasa ... Acara-acara kaya gitu ....''
Mereka pun masuk ke dalam. Keadaan di dalam rumah besar ini sangatlah sepi. Tak lama ada seorang asisten pembantu rumah tangga yang menghampiri Kaila.
''Bi, Ayah Bunda udah berangkat? ''
''Sudah, Kak, satu jam yang lalu.''
''Aiden?''
''Tuan muda ada di kamarnya sendiri. Dia meringis terus, katanya punggungnya panas, makanya saya telpon Kakak ....''
''Ah iya, terimakasih, Bi ....''
Kaila langsung mengajak Deema menuju kamar Aiden. Ketika membuka pintu kamar Aiden, mereka langsung bisa melihat Aiden yang tidak memakai atasan, tengah tengkurap di atas kasurnya.
''Woy ... Paus ya?'' tanya Kaila yang masih saja tertawa.
Aiden pun langsung menengok ke arah sumber suara, dan ia cukup terkejut karena di sinipun ada Deema.
''Kak ... Bantu kipasin ...''katanya sudah seperti anak kecil.
''Kipasin gimana lagi, sih? Ini udah paket AC, nanti kamu masuk angin.''
''Masih panas ...''rengeknya.
Deema baru tahu jika Aiden yang sedang sakit merengek seperti anak kecil. Ia pun menjadi sedikit tertawa.
''Nih, di bawain penyemangat hidupnya. Jangan ngerengek lagi, malu-maluin,'' kata Kaila.
''Kamu tunggu di sini ya, Deem. Aku mau ambilin kompres air dingin buat Aiden dulu.''
Deema mengangguk. Ia membuka tasnya, dan berjalan mendekat ke arah Aiden yang tengah menahan sakit itu. Ia pun bisa melihat, punggung kekar Aiden itu, kini memerah.
Deema duduk di sebelah Aiden. ''Mas ... Kamu baik-baik aja?''
''Sayang ... Sakit ....''
''Kok bisa gini?'' tanya Deema, ia membantu Aiden untuk mengipas punggungnya yang berwarna merah, menggunakan kipas angin portabel berwarna pink.
''Maaf ya, saya gak balas pesan kamu.''
Deema mengangguk. ''Iya, enggak apa-apa, Mas. Aku kira kamu sibuk. Tapi aku baru tau kalau kamu sakit kaya gini.''
''Ini panas banget.''
''Lagian kenapa bisa sih, Mas? Ceroboh banget.''
''Saya gak tau kalau di tembok itu ada semut merah.''
''Ya Allah ... Kamu gak capek tengkurep terus?'' tanya Deema.
''Sakit kalau tiduran.''
Deema salah fokus dengan bentuk tubuh Aiden yang sangat indah ini. Apalagi, Aiden hanya menggunakan celana pendek saja, tanpa menggunakan kaos.
''Yang dikipasin punggung, bukan kaki saya.''
''A-ee ... Iya, Mas.''