23. Doi cemburuan

2095 Kata
4 jam pelajaran sudah selesai, saat ini waktunya istirahat. Deema dengan ketiga temannya berada di kantin. Ya, kali ini Deema bisa pergi ke kantin tanpa harus kabur-kabur lagi, karena Deema sudah memegang uang sekarang. "Lo mau pesen apa, Deem?" Tanya Celline. "Pesenin jus alpukat aja. Gue masih kenyang makan tadi." Celline mengangguk dan menuliskan pesanan-pesanan mereka. Lalu ia pun pergi untuk memesan. "Kalian tau gak, dua Minggu lagi sekolah kita bakal ngadain pentas seni!" Kata Lola dengan semangat. "Iya, seneng banget Gue. Akhirnya ada PENSI lagi." "Oh ya? Gue kok baru tau?" "Ah, Lo kemana aja, Deem. Orang udah dari lama di kasih tau, kalau tanggal 15 bakalan ada PENSI." "Katanya sekolah kita ngundang artis ya?" "Iya! Band yang lagi ngetop itu loh ... Seneng banget deh gue ...." Aya dan Lola sudah heboh dengan penyambutan pentas seni nanti. Deema yang tidak berselera itu pun hanya tersenyum melihat kedua temannya yang sangat antusias itu. Celline pun datang dan kembali gabung dengan mereka. "Kenapa? Kenapa?" "Itu, Cell ... Lo ingetkan, bentar lagi ada PENSI?" "Ha! Iya itu. Gue baru inget sekarang. Oh iya, Deem, Avyan minta nomer w******p Lo ke Gue. Tapi gak Gue kasih, soalnya Gue-kan gak punya nomer Lo." Deema mengeluarkan ponselnya. "Ini, nomer Gue. Lo simpen aja, tapi jangan kasih ke sembarang orang." Celline mengangguk. Ia pun mengetikkan nomer Deema di ponselnya. "Gue masukin ke grup kita-kita juga ya," katanya, dan Deema mengangguk. "Avyan bilang ke Gue beberapa hari yang lalu, katanya ... Lo mau gak jadi vokalis band-nya. Dia kekurangan vokalis." "Nah! Bener! Gue setuju dan Gue mau dengerin kalau vokalisnya Lo, Deem." Kata Lola dengan semangat. "Lah, memangnya suara Gue bagus?" "Waw! Lo gak tau kalau suara Lo bagus banget? Banget, banget, banget ..." Aya yang kini heboh. Deema mengangkat bahunya. "Gue gak mau. Gue gak PD." "Permisi ..." Pesanan mereka datang. Celline, Aya dan Lola asik dengan makanan yang mereka pesan. Deema hanya mengaduk-aduk jusnya karena tidak berselera untuk makan. "Deem," panggil seseorang yang sekarang sudah duduk di sebelahnya. Kalian bisa menembak jika itu Avyan. Avyan yang baru saja mereka jadikan topik obrolan, sekarang sudah duduk di sebelahnya. "Lo lagi apa?" Tanya Avyan. Deema yang tak suka dengan kehadiran Avyan pun, ia menggeser duduknya, untuk lebih dekat dengan Lola, dari pada dekat dengan Avyan. "Nah. Ini orangnya. Lo langsung ngomong aja sama Deema, tentang kemarin," kata Celline kepada Avyan. "Lo udah denger dari Celline-kan? Lo mau gak jadi vokalis band Gue. Band Gue gak punya vokalis cewek," katanya, Avyan berbicara sambil melihat ke arah Deema. "Pergi jauh-jauh Lo dari Gue! Jijik Gue liatnya," kesal Deema yang tidak suka dengan kehadiran wajah Avyan yang ada di hadapan wajahnya. "Serius Lo gak punya vokalis cewek? Bukannya cewek Lo bejibun ya?" Sindir Deema yang mendapatkan cekikikan dari ke tiga sahabatnya. "An-jir si Deema bisa aja, Lo jangan gitu dong. Avyan mukanya jadi malu tuh," kata Aya. Avyan membenarkan posisi duduknya. Ia sedikit bingung bagaimana caranya ia berbicara baik-baik dengan Deema. "Maaf ya kalau Gue nyakitin Lo kemarin. Gue mau kok balikan lagi sama Lo," kata Avyan dengan mudahnya. "Wah, Avyan mulai berani," ucap Lola sambil menggeleng. "Enggak! Ogah banget Gue balikan dan punya pacar kek Lo. Udah, sana pergi. Bikin perut pengen muntah aja," kesal Deema sambil melirik Avyan dengan sinis. "Tapi, Lo masih tetep mau-kan jadi vokalis band Gue? Please Deema ... Ini buat acara nanti. Bantuin Gue buat kali ini aja ya ..." Avyan memohon-mohon di depan Deema, dengan wajah memelasnya. Deema menatap ke arah teman-temannya, untuk meminta pendapat akan hal ini. Ketiganya pun mengangguk. "Ya udah sana Lo pergi. Biar Gue pikir-pikir dulu," kata Deema. Avyan pun tersenyum cerah di sana. "Lo seriuskan? Semoga Lo mau ya. Nanti besok atau sore, Gue tanya lagi. Bye Deema ...." Avyan pun pergi dari hadapan mereka, dan akhirnya Deema bisa bernapas lega. "Gak ada salahnya Lo bantuin Avyan buat jadi vokalisnya, Deem. Kita juga dukung Lo, Kok," ucap Celline yang membantu membuka pikiran Deema. "Iya, bener. Lagipun ini buat sekolah kita juga. Katanya nanti kita bakal ngundang lima atau empat sekolah buat hadir di sini. Kalian bisa bayangin ramainya kaya apa." "Lo orangnya percaya diri, Gue tau. Suara Lo juga bagusssss bangettt ... Lo bantu aja Avyan. Hanya sebatas membantu, buat sekolah kita," kini Aya ikut berbicara. Sambil mengaduk-aduk jusnya, Deema memperhatikan ke tiga temannya itu berbicara. Ia hanya bisa mengangguk-angguk. "Dan ... Satu lagi, pak Aiden pasti bangga ngeliat Lo hadir di atas panggung besar. Hahaha ...." Pembicaraan mereka pun diakhiri dengan tawa. Deema ikut tertawa, sambil memikirkan bagaimana nanti jika ke tiga temannya ini mengetahui keadaan dirinya yang sebenarnya. Pasti Deema akan di jauhi oleh mereka. Hmm ... Deema kembali pusing memikirkan hal itu. Dan ... Masih ada lagi, masalah tawaran Avyan tadi, Deema terima atau tidak? Dan jika ia harus menerima itu, apa ia harus izin terlebih dahulu kepada Aiden? Ah, Deema, kalian kan belum memiliki hubungan apa-apa. Tidak perlu ribet dengan masalah seperti itu. Juga ... Jika ia menolak ajakan Avyan, Deema sedikit tak tega, dan semua ucapan teman-temannya tentang membantu sekolah itu, benar adanya. Jika ia bernyanyi di atas panggung membawa harum nama sekolahnya, pasti ada kebanggaan tersendiri untuk orang-orang. Deema mengangkat bahunya, tak tahu, bingung, pusing, memikirkan hal seperti ini. .... "Bye ... Bye ... Lo balik sama siapa?" Tanya Celline yang sudah masuk ke dalam mobil jemputannya. Deema melambaikan tangannya. "Gue balik sendiri, mau ada keperluan dulu." Jawab Deema. "Oke deh, Gue balik duluan ya." Deema pun mengangguk dan melihat mobil yang di naiki oleh Celline pergi dari hadapannya. Sedangkan Aya dan Lola sudah pergi pulang ke rumah mereka masing-masing. Saat ini, Deema harus menunggu angkutan umum di depan sekolahnya. Ia pernah melihat ada satu atau dua angkutan umum yang suka melintas di depan sekolahnya, dan semoga hari ini juga ada. Deema berdiri di pinggir gerbang sekolah, untuk menunggu angkutan umum yang lewat. Suara klakson motor yang ada di belakangnya berbunyi. Suara itu seperti untuknya, Deema pun menengok ke belakang, ternyata itu Avyan. Deema pun menepi, untuk lebih berjauhan dari jalanan umum. "Jalan luas, main mepet aja," gumam Deema kesal. Tak lama, Avyan sudah berada di hadapan Deema. Ia membuka helmnya dan tersenyum. "Naik, Gue anter pulang," kata Avyan. Deema melipat tangannya didada, dan mengangkat alisnya. Seolah-olah Deema bertanya, apa untungnya jika ia menaiki motor Avyan ini. Deema sudah tidak ingin berurusan dengan Avyan. "Males." "Ayo, Deem. Gue anter anggap aja Gue temen Lo." Deema melirik Avyan sebentar, jika ada perempuan yang di tawari seperti ini oleh Avyan, mereka pasti tidak akan menolak. Bagaimana tidak, Avyan sangatlah tampan dan keren, katanya. Tapi, Deema pun tidak mengelak jika Avyan tidak tampan, Avyan tampan, hanya saja ia tidak suka dengan sikapnya. "Ayo, nunggu apa?" 'Kalau Gue naik motornya Avyan, ongkos Gue bisa irit. Lagi pun gak ada salahnya juga sih. Tapi ... Aiden ... Ah, biarlah gak ada kabar ini.' Deema melihat-lihat sekitarnya, takut ada Aiden atau siapapun yang melihat, tapi tidak ada. Akhirnya Deema memutuskan untuk menaiki motor Avyan. "Anter Gue ke jalan pinggir kota," kata Deema. "Siap bos, silahkan naik." Deema pun menaiki motor, di bantu oleh Avyan. Motor itu pun melaju dengan cukup kencang. "Avyan! Jangan kenceng-kenceng! Gue takut!" Kata Deema yang ketakutan sambil memegang tas Avyan. "Hahaha ... Iya-iya ini Gue pelan-pelan." Kecepatan laju motor itu pun Avyan kurangi. "Peluk aja gak apa-apa ...." Deema menepuk pundak Aiden sedikit kencang. "Modus Lo, buaya!" "Hahaha ... Lo lucu banget sih." "Hmmm ...." "Rumah Lo di sana?" Tanya Avyan. "Enggak. Gue lagi ada perlu." "Hah?" Tanya Avyan yang kurang mendengar suara Deema. "Gue ada perlu ..." Katanya dengan lebih kencang. "Hah? Lo masih sayang sama Gue?" Kembali Deema memukul pundak Avyan lebih kencang. "Lo ngomong sekali lagi Gue potong mulut Lo," kesal Deema. "Hahaha ..." Avyan hanya tertawa. "Lo kali yang masih suka sama Gue," kata Deema dengan pelan, berharap Avyan tidak mendengar. "Iya, Gue masih sayang sama Lo. Gimana?" "Hahaha, basi." Kata Deema dengan tawa jahatnya. Tak terasa, mereka sudah sampai di pinggir kota, Deema meminta di turunkan untuk turun di pengkolan depan. "Di sini?" Tanya Avyan. Deema mengangguk. "Iya. Gue turun di sini." Deema pun turun, dan merapihkan bajunya. "Thanks ya." Avyan mengacungkan jempolnya. "Jangan lupa ya sama tawaran Gue. Suara Lo bagus, semoga Lo mau jadi vokalis band Gue. Gue tunggu besok ya. Bye Deema ...." Setelah melambaikan tangannya, Avyan pun pergi dari hadapan Deema. Deema tidak membalas ucapan atau lambaian tangan Avyan. Ia lebih baik berjalan menuju toko the K yang ada di hadapannya. Saat ini jam menunjukkan pukul 3 sore, semoga ia bisa melanjutkan kerja hari ini. Deema membuka pintu toko. "Selamat sore, Mbak No ... Mi ...." Suara semangatnya di gantikan oleh suara kecilnya karena di hadapan sana, ia melihat Aiden tengah berkacak pinggang sambil menatap tajam kearahnya. "Sore, Deema ... Baru pulang sekolah?" Tanya Nomi. Tatapan Deema kearah wajah Aiden, namun ia mengangguk untuk menjawab ucapan Nomi. "Ha? Iya, Mbak ...." Aiden melirik matanya ke arah atas, memberi instruksi kepada Deema untuk segera ke atas. "Kamu ganti baju dulu ke atas, Deem. Nanti bantu aku ke sini hias buat pesenan besok." "I--iya, Mbak. Aku ke atas dulu," kata Deema dengan gugup karena ia masih di tatap tajam oleh Aiden. Deema bisa melihat Aiden yang berjalan terlebih dahulu ke lantai atas, Deema pun mengikuti di belakangnya sambil menunduk. Mengapa jantungnya berdetak sangat kencang seperti ini? Ia seperti terintimidasi jika bersama dengan Aiden. Sesampainya di lantai dua, Aiden sudah melipat tangannya di depan tubuhnya, dan menyandarkan tubuhnya di tembok. Ia menatap kearah Deema dengan sangat tajam. Tak bohong, Deema sudah merasakan kaki dan tangannya sangat dingin. Ketika melewati Aiden, Deema bisa merasakan hawa yang tidak baik. Ia menyimpan tasnya, dan mengambil baju gantinya untuk berganti pakaian, dan memulai kerja. Deema bingung harus apa sekarang, karena Aiden berdiri di dekat tembok toilet. "Apa?" Aiden mengeluarkan suaranya. "Apa?" Tanya Deema lagi yang memberanikan dirinya. "Siapa? Pacar kamu? Siapa yang nyuruh naik motor? Ngapain naik motor kaya gitu? Pacaran? Kenapa gak nunggu saya? Saya liat kamu ngobrol ketawa-ketawa sama siapa itu? Anak nakal yang saya pergoki berdua dengan kamu." Ada rasa lucu, kesal dan tak enak hati melihat Aiden bertanya seperti itu. Aiden sangat menggemaskan di mata Deema. Aiden benar-benar sangat lucu, ketika sedang cemburu seperti ini. Eh, apakah Deema bisa bilang jika ini kecemburuan? "Cemburu?" Tanya Deema sambil tersenyum kecil. Aiden yang sedikit gugup, ia pun berdiri, dan mengalihkan pandangannya. "Cemburu? Ngapain saya cemburu." "Emm ... Yauda kalau gak cemburu," ucap Deema. Setelah berucap seperti itu, Deema pun pergi begitu saja dari hadapan Aiden dan masuk ke dalam toilet. "E--eh ...." Aiden menggaruk tengkuknya, ia pun kesal dengan dirinya mengapa sangat panas melihat Deema seperti itu. Apa Deema tidak tahu? Jika tadi dirinya sudah ada di dalam mobil di parkiran hanya untuk menunggunya, dan ternyata Deema malah bersama laki-laki lain, betapa kesalnya Aiden di sana. Deema keluar dari toilet dan sudah mengganti pakaiannya. Aiden bisa melihat jika Deema sedang menggunakan celemek, dan topi serta sarung tangannya, karena di lantai bawah tadi Deema sudah melihat ada banyak sekali pesanan kue yang belum di hias dan di selesaikan. Tanpa memperdulikan Aiden, ia pun berjalan menuju tangga. "Saya belum selesai berbicara," kata Aiden, ia belum puas dengan jawaban dari Deema. Tidak ingin mencari keributan, dan Deema sedikit kasihan dengan Aiden. Ia pun membalikan badannya. "Kenapa lagi?" "Saya gak ada di mata kamu?" "Ya ampun, Mas ... Kamu masih bahas itu? Hahaha ...." Sungguh Aiden sangat menggemaskan. "Dengerin ya ... Dia temen aku, dia nawarin buat bareng karena kita se arah. Lagi pun aku gak dapet kabar dari kamu, dan nunggu angkutan umum lama banget. Udah?" "Bener? Saya nunggu kamu di parkiran." "Oh ya? Maaf, aku gak tau. Kamu gak ngabarin aku juga," kata Deema yang tidak enak hati. "Hmmm ...." "Kenapa lagi?" Tanya Deema, di sini dirinya yang sedang PMS, kenapa Aiden yang bad mood seperti ini? "Enggak," kata Aiden yang memilih duduk di kursi. Deema pun mendekat kearah Aiden sambil tersenyum. "Aku minta maaf ya ... Kita cuma temenan aja kok, dia nawarin aku buat jadi vokalis band dia." "Vokalis band? Band yang isinya cowok-cowok semua?" Tanya Aiden, dan sekarang ia menyimpan ponselnya. Deema pun mengangguk. "Iya, band sekolah." Aiden dengan cepat menggelengkan kepalanya. "No! Enggak ada band-band." "Serius? Kamu gak mau denger suara aku yang bagus? Lagi pun ... Ini buat sekolah, buat pensi kan?" Aiden terdiam. "Setiap latihan harus ada saya." Deema mengangkat alisnya. "Hahaha ... Kamu gemesin banget sih. Iya, mas ganteng ... Aku kerja dulu ya. Kamu pulang aja istirahat. Aku ke bawah dulu." Deema pun pergi dari hadapan Aiden. Aiden tersenyum manis mendengar suara Deema dan melihat wajah cantik itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN