22. Sedikit rasa kasih sayang

2192 Kata
"Emm ... Mas, biaya rumah sakitnya berapa? Biar aku bisa ganti." Akhirnya ucapan itu bisa keluar dari mulut Deema setelah ia ragu untuk bersuara. Aiden yang tengah menyetir pun menengok ke arah Deema. "Kenapa?" "Iya, biar aku ganti." "Gak perlu ... Lagi pun gak seberapa." Katanya dengan santai. Deema tidak enak hati mendengar perkataan Aiden. Ia merasa seperti benalu yang terus menempel di dekat Aiden. Selama mereka dekat, Aiden selalu saja mengeluarkan uang untuk Deema. "S--serius, Mas? T--tapi aku nyusahin kamu terus loh ...." Mengapa dirinya selalu saja gugup jika berbicara dengan Aiden. Padahal, kemarin-kemarin ia masih bisa berbicara blak-blakan tanpa malu ke orang lain. Tapi entah mengapa, sekarang hati dan sikap Deema perlahan berubah. Ia sedikit nyaman dekat sikap barunya ini. "Kapan saya enggak serius sama kamu?" Deema melirik ke arah Aiden yang ternyata sedang meliriknya juga. "Bukan gitu, Mas ... Biaya rumah sakitnya mahal loh. Aku bisa ganti kok tapi di cicil." Kata Deema dengan suara kecil di akhir kalimatnya. Aiden terkekeh. "Enggak perlu. Saya senang bisa bantu kamu. Oh ya, saya punya sesuatu buat kamu." "Emm ... Terimakasih, sudah mau bantu aku. Sesuatu apa?" Tanya Deema sedikit ragu. "Kamu ambil plastik-plastik di belakang. Bisa? Kalau enggak bisa enggak perlu." Deema pun melihat ke belakang mobil Aiden. Ada beberapa bungkus plastik besar di sana. Ia pun mengambilnya dan kembali duduk. "Aku ambil. Ini apa?" "Sayakan bilang kemarin kalau kamu jangan pakai rok pendek lagi. Itu saya belikan rok baru. Cukup atau tidak di kamu?" Deema membuka plastik itu. Ada satu set seragam di sana. Ia pun melihat baju itu dan mengukur di badannya. "Kok pas, Mas? Kamu yang pilih?" Tanya Deema sedikit antusias. "Emm ... Saya cari ukuran paling kecil." "Roknya juga kayanya pas. Kenapa beliin aku kaya gini? Sebentar lagi juga aku lulus." "Masih cukup lama. Rok pendeknya di buang aja. Besok kalau bisa sekolah, kamu pakai ini." "Iya, Mas bawel ...." Tak sengaja, mata mereka bertemu. Tatapan dalam keduanya memiliki arti yang sama. Mereka nyaman satu sama lain. Beberapa detik kemudian, suara tawa renyah keduanya pun bergema di dalam mobil. "Hahahaha ... Kamu ngapain liatin aku?" Tanya Deema. Aiden yang sedikit canggung menggaruk kepalanya, sambil tersenyum kecil. "Enggak apa-apa," katanya. "Udah bisa ketawa gitu, udah sembuh?" Tanya Aiden. Deema tersenyum, dan mengangguk. "Lebih baik dari tadi sore. Ini satu lagi apa, Mas?" "Buka aja." Deema pun membuka plastik satu lagi. Dan ia melihat ada dua tas lucu yang berbeda warna. "Ya ampun ... Mas, memangnya aku anak SD? Kok banyak printilan kaya gini?" Tanya Deema yang melihat tas berwarna hitam yang sangat girly. "Kamu gak suka?" Tanya Aiden dengan ekspresi yang sedikit terkejut. Deema melihat ekspresi Aiden, menjadi tidak enak hati. "Enggak kok, Mas. Aku suka, tapi rame banget ... Dan yang ini aku suka simple, terus lucu. Tapi, makasih ya ... Kamu baik banget," kata Deema tersenyum ke arah Aiden. Aiden pun ikut tersenyum. Rintik hujan terdengar di dalam mobil Aiden. Rintik hujan yang tadinya kecil, sekarang turun dengan sangat deras. Deema terkejut dengan hujan yang datang tiba-tiba. Ia melihat ke arah jendela, hujan yang sangat cantik di malam hari. Tak sadar, bibirnya pun tersenyum melihat itu. Hendak Deema membuka kaca mobil, buru-buru Aiden menguncinya. "Mas ..." Rengek Deema. "Kamu masih sakit, nanti kena air hujan. Di luar sangat deras sekali." "Tapi aku mau liat ... Sebentar ... Aja. Ya, ya ...." "Enggak, Deema ... Tidur saja, kalau sudah sampai saya kasih tau." Mendengar itu, Deema pun memutuskan untuk menyandarkan tubuhnya, dengan malas. Ia memegang kaca mobil, seolah-olah ia dapat memegang air hujan. Deema tidak puas mendengar suara hujan di sini, ia ingin mendengar suara hujan lebih jelas lagi, agar hatinya bisa lebih-lebih damai. Aiden bisa melihat jika Deema seperti sedang marah kepadanya. Deema menyandarkan kepalanya, lalu tangannya ia simpan di depan kaca. Aiden yang melihat itu, merasa kasihan dengan Deema. Ia pun membuka kaca mobil untuk Deema. Deema yang merasakan kaca mobil bergerak turun, ia pun terbangun dari sandarannya, dan tersenyum cerah kearah Aiden. "Makasih, Mas ...." Setelah mengucapkan itu, ia pun mengulurkan tangannya untuk bisa memegang air hujan yang sangat dingin itu. "Udah, masukin lagi tangannya, kamu liat saja." Deema mengangguk dan menuruti semua ucapan Aiden. Ia pun kembali memasukan tangannya. Bibir Deema tidak berhenti mengeluarkan senyumannya. Dalam hatinya, Deema berterimakasih kepada Tuhan karena sudah menurunkan hujan di malam hari ini. Hatinya yang tenang, menjadi lebih-lebih tenang. Beban pikiran yang menghantui dirinya, kini perlahan membaik. Suara hujan yang sangat-sangat menenangkan. "Kamu suka hujan?" Tanya Aiden. Deema melihat ke arah Aiden sambil mengangguk. "Namaku, Deema. Hujan." "Menurut aku, hujan satu-satunya teman aku yang mengerti keadaan aku seperti apa." Katanya mulai bercerita. "Dulu, waktu aku lagi punya banyak banget masalah, beban di pundak aku yang sangat-sangat berat, dan ... Cuma hujan yang bisa meringankan beban itu semua. Lebih tepatnya, suara hujan bisa nenangin pikiran aku. Coba deh kamu dengerin suara hujan, hati kamu pasti tenang ...." Deema bisa merasakan jika mobil ini berhenti. "Kok berhenti, Mas? Mogok?" Aiden menggeleng. "Saya mau dengar cerita kamu. Ayo lanjut." Deema tersenyum dan kembali bercerita. "Mas pernah gak punya masalah yang enggak berhenti di dalam kehidupan kamu? Pernah gak kamu punya pikiran yang sangat-sangat numpuk di kepala kamu?" Tanya Deema. "Pernah." "Terus, cara kamu nyembuhin itu semua gimana?" "Pergi liburan? Atau pasrahkan semuanya sama yang di atas. Saya tutup ya, kacanya." Deema mengangguk. "Oh ya? Kamu suka pergi liburan kemana kalau lagi suntuk?" "Ke pantai, atau ke hutan-hutan yang sejuk." "Kamu banyak uang bisa pergi kemana aja. Lah aku, kalau lagi punya banyakkkk banget masalah, aku cuma bisa nunggu hujan turun yang bisa ringankan semua beban aku." "Dan, kamu bisa bayangin gak, kalau aku lagi punya banyak masalah waktu musim kemarau? Hahahah ... Aku pasti udah gila banget nunggu hujan turun." Aiden tersenyum mendengar cerita-cerita Deema yang bisa menghiburnya. "Kamu suka suara hujan?" Deema mengangguk dengan mantap. "Hal yang paling aku sukai hidup di dunia ini, suara hujan." "Oh ya? Kalau nanti saya ada di hidup kamu, suara hujan masih nomer satu, yang paling kamu sukai?" Deema tersenyum malu. "Ih, apaan sih, Mas ... Bikin malu aja." "Saya serius, Deema ...." "Emm ... Kalau untuk itu, bisa di pertimbangkan." Mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya untuk bisa sampai di rumah Deema. Deema tidak menyadari jika Aiden sudah mensetting alamatnya di GPS mobil ini. Sampai tak terasa, Aiden sudah berhenti di depan rumah Deema. Deema yang tidak tahu ini di mana pun hanya terdiam, karena menahan kantuknya. "Deema? Sudah sampai." Deema pun kembali fokus. "Ha? Di mana ini?" "Di depan rumah kamu." Deema tidak bisa melihat rumahnya karena hujan turun sangat lebat. "Hah! Mas tau dimana rumah saya?" Ternyata benar, saat ini ia sudah berada di depan rumahnya. Atau lebih tepat, gubuknya selama ia tinggal. "Kamu tau dari mana rumah aku?" Tanya Deema, ia sangat malu kali ini karena Aiden sudah melihat rumahnya. Aiden yang tidak tahu apa-apa pun menggeleng. "Rumah kamu di sini kan?" "Kamu tau dari mana?" Tanya Deema dengan suara yang lebih serius. "Dari wali kelas kamu." "Oh okey, terimakasih atas tumpangannya. Saya turun." "Deema, pakai payungnya," kata Aiden dengan sedikit berteriak karena Deema sudah keluar dari mobilnya. Ia terlambat memberitahu dan Deema sudah keluar mobil terlebih dahulu. Ia bisa melihat jika Deema masuk ke dalam rumah kecil itu. Aiden sebentar terdiam, melihat ekspresi Deema tadi, mengapa ia merasa jika Deema marah dengannya? Apa ... Deema marah karena sedang datang bulan? Atau gara-gara ia membangunkan lamunannya tadi? Atau ... Ia salah berbicara? Aiden bingung kenapa Deema bisa marah kepadanya. Ia membuka ponselnya untuk memberikan pesan yang lupa ia sampaikan tadi kepada Deema. Ia memberitahu Deema untuk meminum obat dan makan kembali, dan tak lupa ia pun mengucapkan selamat malam untuk Deema. Pesan itu terkirim, Aiden pun memilih untuk pulang. Esok ia harus kembali ke sekolah dan mengajar. .... "Woy! Deema! Kemana aja Lo ..." Deema yang baru masuk ke dalam kelas langsung di sambut oleh teriakan Celline. Deema yang melihat teman-temannya berkumpul di belakang kelas, ia pun menghampirinya. Dengan senyum yang terpaksa, ia pun bicara. "Gue ada aja. Kitakan libur, jadi jarang ketemu," kata Deema. Aya mengangguk. "Lo kenapa? Sakit? Kok lemes banget gak kaya biasanya." "Iya, biasanya Lo yang paling heboh," kini Lola ikut berbicara. Deema hanya tersenyum, lalu duduk di bangkunya. "Biasa, Gue lagi males banget sekolah," katanya dengan santai. Ketiga teman-temannya yang tak puas dengan jawaban Deema pun, menghampiri Deema dan duduk mengerumuni Deema. "Kalian pada kenapa sih?" Kata Deema dengan suara kecil dan lemahnya. "Nah, ini nih ... Doi udah ke rukyah kayanya. Kok bisa ngomongnya sok adem kaya gini? Biasanya ceplas-ceplos, teriak-teriak, terus bentak-bentak. Sekarang kenapa jadi alim banget." Aya mulai mengoreksi tingkah laku Deema yang sedikit berubah. "Wah! Anjir Gue baru sadar kalau Deema pake rok panjang. Hahahaha ... Lo insaf di rukyah atau gimana?" Dengan hebohnya Celline menunjuk rok panjang yang di pakai Deema. "Di bilang Gue gak mood masuk sekolah, makanya Gue diem kaya gini," kata Deema seadanya. Celline, Aya dan Lola pun terdiam, memperhatikan Deema yang tengah membenarkan ikatan rambutnya. "L--lo sakit?" Tanya Lola yang melihat perban kecil yang menempel di pertengahan lengan Deema. Deema yang melihatnya pun mengangguk. "Semalem Gue di infus sebentar," kata Deema membenarkan. "Hah? Serius? Kenapa Lo gak ngasih tau kita-kita kalau Lo sakit?" Kata Celline sambil mengusap bahu Deema. Deema mengangkat bahunya. "Gue gak mau ngerepotin kalian. Gue baik-baik aja kok." "Syukur deh kalau Lo baik-baik aja. Oh iya, sekarang katanya kita di suruh ke lab IPA, ada praktik kimia." Kata Aya. "Oh ya? Kok praktik sih? Kitakan bukan jurusan IPA ..." Keluh Lola. Aya mengangkat bahunya. "Entah, Gue dapet kabar dari si sekertaris tadi, di suruh siap-siap bawa buku sama alat tulis. Kalau udah bunyi bel kita langsung ke atas." Mereka semua mengangguk. Deema merasakan getaran ponselnya di saku roknya, ia pun mengambil ponselnya dan melihat ada nama Aiden yang tertera di sana. "Gi-la! Lo dapet HP itu di mana? Gue mau beli aja mikir dua kali," ucap Celline yang heboh melihat ponsel Deema. Deema tersenyum kecil, ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika tidak ada telpon, ia tidak ingin membuka ponselnya. Deema tidak menjawab ucapan Celline, ia memilih untuk menjawab telpon Aiden. "Iya ...." "Kamu di sekolah?" Tanyanya di ujung sana. "Iya." "Sudah makan? Saya jemput kamu tadi, tapi kamu gak ada di rumah." Deema terdiam sebentar, Aiden ternyata semakin mengusik hidupnya. Deema marah semalam karena diam-diam Aiden mencari tahu alamatnya. Ia takut, jika Aiden tahu kondisi dan keadaannya, Aiden akan menjauh. "Enggak perlu cari saya. Saya tutup." Kata Deema dan langsung mematikan telpon Aiden. Tak lupa, ia pun mematikan ponselnya. "Deem? L--lo pacaran sama siapa?" Tanya Aya yang sedikit curiga. "Pacaran? Gue enggak pacaran sama siapa-siapa kok." "Serius? Lo gak pacaran sama siapa-siapa?" Kini Lola yang bertanya. Deema menggeleng. "Gue keliatan kaya pacaran ya?" Lola mengangguk. "Iya, Lo pasti lagi pacaran sama orang lain. Atau ... Lo punya om-om simpanan ya ...." Kata Lola bermaksud untuk bercanda. Ketiga teman Deema pun tertawa, dan Deema ikut tertawa kecil. "Hahaha ... Kok Lo tau, kalau Gue punya simpenan om-om?" Tanya Deema yang ingin membangun suasana agar temannya tidak terlalu curiga melihat perubahan dari Deema. "Ish, iya ... Lo beda banget sekarang. Punya henpon bangus keluaran terbaru, apalagi kalau bukan Lo jadi simpenan om-om?" Deema menoyor kepala Lola. "Otak Lo cuci dulu. Kalau Gue punya om-om, Lo mau?" Tanya Deema diakhiri dengan tawa. "Maulah!" Kata Lola dengan bersemangat. Sontak mereka pun tertawa terbahak-bahak karena kelucuan dari Lola. Sampai ... Ada satu panggilan yang mengalihkan perhatian mereka. "Deema." Aiden datang sambil membawa tas kecil. Jantung Deema seketika berdetak lebih kencang, karena melihat Aiden yang berjalan kearahnya dengan wibawa yang ia punya. Celline, Aya dan Lola pun, menjadi terdiam, memberi jalan untuk Aiden agar bisa bertemu dengan Deema. Saat ini, Aiden dan Deema menjadi pusat perhatian semua anak-anak kelas, bahkan keadaan di sini menjadi sangat hening. Deema melihat ke arah Aiden dengan wajah dinginnya. Sampai, Aiden tiba di hadapan Deema dan menyimpan tas kecil itu di hadapan Deema. "Di makan, jangan enggak." Setelah itu Aiden pun berbalik dan pergi dari kelas Deema. Sontak, semua yang ada di dalam kelas pun berteriak karena melihat keromantisan Aiden dan Deema. "Anjir! Gue juga mau ...." "Aaaaa wahh si Deema gercep banget." "Eh, ini serius? Guru baru yang ganteng itukan?" "Meleleh banget Gue kalau jadi Deema." "Woilah! Heboh bener Lo pada," ucap para laki-laki karena kesal mendengar semua perempuan yang ada di dalam kelas ini sangat heboh melihat kejadian tadi. "Berisik! Udah!" Kata Deema sambil berteriak. Mereka pun menyelesaikan percakapan mereka, dan kembali dalam mode mereka masing-masing. Karena takut jika Deema akan menghampiri dan membunuh mereka satu persatu. "Cell, itu beneran?" Tanya Aya kepada Celline. "Iya, anjir. Kenapa jadi Gue yang deg-degan kaya gini," katanya sambil memegang jantungnya. "Kalian lebay banget." Kata Deema sambil bangun dari duduknya. Lebih baik ia cepat-cepat pergi dari kelas ini, dan langsung menuju lab. Ia sudah tidak bisa menahan wajahnya yang kemerahan akibat ulah dari Aiden. "Deema! Woy! Dibawa ini makanannya nanti pak Aiden marah ..." Ucap Lola yang berlari mengejar Deema sambil membawa tas kecil milik Deema. Deema sedikit malu karena perlakuan Aiden tadi. Tapi entah mengapa, moodnya malah membaik kali ini. Dan senyum kecil pun terbit di bibirnya. "Dia lebih serius dari yang Gue duga."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN