Hari sabtu siang, di toko kue The K ramai sekali customer yang datang. Ada diantara mereka yang hanya membeli beberapa kue, mengambil pesanan, dan ada juga yang menongkrong di sana sambil menikmati kue lezat buatan The K.
Toko yang baru saja Kaila rintis beberapa bulan yang lalu, perlahan sudah di kenal banyak orang karena strategi pemasaran Kaila yang sangat patut diacungi jempol. Apalagi kemarin dengan kedatangan Deema yang membawa keberuntungan bagi toki The K itu. Bahkan Kaila bisa menerima omset perbulan sebanyak ratusan juta rupiah. Kebanyakan orang yang memesan ke toko ini adalah pesanan acara-acara.
Saat ini, Deema tengah bergantian menjaga kasir. Ia kasihan dengan Arin yang terus berisi di belakang kasir seharian ini. Jam pulangnya hanya tinggal satu jam lagi.
Di dalam toko saat ini ada beberapa pelanggan yang sedang duduk menongkrong, dan bercengkrama dengan teman-temannya. Rencananya, toko The K ini, akan membeli tanah kosong yang ada di sebelahnya dan meluaskan tempat ini.
Lonceng berbunyi, tanda ada pelanggan yang masuk.
''Deema ....''
Deema yang matanya tengah melihat ke arah komputer harus teralihkan dengan suara yang ia dengar, itu adalah suara Celline.
''Hai ... Sini-sini ....''
Celline yang diketahui bersama adik perempuannya itu masuk dan terkagum-kagum dengan interior lucu dan cantik dari toko ini.
''Wah ... Kebetulan banget Lo yang jaga.''
Deema pun menghampiri Celline, dan berhigh five dengan adik perempuan Celline.
''Ternyata Lo beneran ke sini.''
''Yaiyalah. Guekan udah janji.''
''Cella apa kabar?'' tanya Deema yang sudah bertemu dengan Cella adik dari Celline beberapa kali.
''Kabar baik, Kak.''Jawab anak berusia 6 tahun itu.
''Wah ... Bagus banget sih ini tempatnya. Suka gak, Dek?'' tanya Celline.
''Suka, Kak.''
Deema pun tersenyum. ''Sini, pesan dulu. Ada banyak cup cake loh di sini.''
''Ini sih, kesukaan Cella,'' kata Celline sambil tertawa kepada adiknya.
Deema kembali kebelakang kasir untuk melayani Celline.
''Kak, aku mau cup cake putri duyung itu. Sama ... Cake red velvet ya ...'' mata Cella sudah tertarik dengan kue yang lucu-lucu itu. Deema merasa memiliki kesenangannya tersendiri karena cake hiasannya di sukai oleh orang lain.
Deema menyimpan pesanan Cella di atas nampan. ''Gue pengen banget ice cakenya, keluaran terbaru ya?'' Celline malah tertarik dengan cake yang ada di dalam lemari pendingin.
''Iya, baru beberapa minggu ini.''
''Gue mau rasa cokelat aja.''
Deema menyimpan kue pesanan Celline di tempat yang sama. ''Minumnya sekalian?''
''Adek mau apa?''
''Emm ... Aku mau ice itu loh, Kak ...'' Cella menunjuk ke arah daftar menu.
''Itu? Ice creamy stroberi? '' tanya Deema.
''Iya, Kak.''
''Gue juga samain kaya Cella.''
Deema pun memberikan tempat yang sudah diisi oleh kue kepada Celline. ''Ini, gak perlu bayar. Bentar Gue bikinin minumnya dulu ya.''
''Cella, cup cakenya dimana. Itu buatan aku loh,'' kata Deema yang membuat Cella menganga.
''Wah ... Bagus banget, Kak.''
''Deem. Gue bayar di akhir, gak ada penolakan.''
Celline mengajak adiknya untuk duduk di dekat jendela. Sambil melihat rintik hujan yang turun.
Tak lama, Deema datang memberikan pesanan minuman kepada Celline dan Cella.
''Enak gak, Cell?'' tanya Deema yang melihat Cella sangat serius memakan cakenya.
''Enak banget, Kak Deema ... Aku suka cakenya.''
''Bagus kalau kamu suka.'' ucap Deema sambil mengusap-usap rambut Cella. Adik dari Celline itu sangat lucu dan manis.
''Sini dong, temenin kita,'' kata Celline saat melihat Deema hendak beranjak dari mereka.
''Iya, Kak Deem.''
Deema pun akhirnya duduk diantara Celline dan Cella.
''Lo udah lama kerja di sini?'' tanya Celline.
''Emm ... Belum ada sebulan sih.''
''Tapi tempat ini keren banget sih, lucu-lucu gitu. Adek mau rayain ulang tahun di sini gak?'' tanya Celline.
''Mau banget, Kak. Aku juga suka sama tempat ini.''
''Cella mau ulang tahun? Kapan?'' tanya Deema.
''Sekitar dua minggu lagi. Tolong bilang dong ke owner-nya Gue mau nyewa tempat ini, bisa?''
Deema pun membisikan sesuatu ke telinga Celline, yang membuat Celline cukup terkejut.
''Hah? Kakaknya Pak Aiden!'' katanya yang terkejut.
''Syuttt ... Heboh banget sih.''
''Hahaha ... Gue kaget banget.''
Deema mengangguk. ''Owner-nya kakaknya Pak Aiden.''
''Wah, Gue harus kenalan sih kalau gitu.''
Tanpa di sangka, Kaila turun dari lantai dua, yang masih memakai apronnya. ''Deema? Belum pulang?''
''Eh, Kak. Aku belum pulang.''
''Kak, ini ada temen, aku. Murid Pak Aiden juga.''
Celline langsung berdiri dan berjabat tangan dengan Kaila. ''Wah ... Selamat datang, senang berkenalan.''
''Aku Celline, Kak. Ini adik aku, Cella.''
''Hai, Cella, suka kuenya?'' tanya Kaila dengan ramah.
''Suka. Cup cakenya enak banget.''
Mereka yang ada disana pun tertawa. ''Silahkan ... Silahkan dinikmati.''
Kaila yang hendak pergi, ditahan oleh Deema. ''Kak, Celline mau nyewa tempat ini buat ulang tahun bisa?''
Kaila terdiam sebentar. ''Ulang tahun?''
''Iya, dua minggu lagi, Cella ulang tahun. Dia tertarik sama tempat ini.''
''Emmm ... Sebelumnya memang belum ada yang merayakan ulang tahun di sini. Tapi untuk konsumsi ulang tahun, kita menyediakan.''
''Cella baru pertama kali ke sini, Kak. Dia sudah suka,'' ucap Deema yang membantu Celline agar bisa melaksanan ulang tahun adiknya di tempat yang bagus seperti ini.
''Gini saja deh. Emmm ... Saya pikir-pikir dulu, nanti kalau ada hal lain, saya kabarkan langsung ke Deema ya. Saya tidak bisa langsung memutuskan begitu saja, karena ini baru pertama kalinya.''
Celline mengangguk dengan sopan. ''Tidak apa-apa, Kak. Santai saja.''
''Baik kalau begitu. Selamat menikmati makanannya.''
''Deema, sebelum pulang ke ruangan saya dulu ya.''
''Iya, Kak.'' Kaila pun mengambil sesuatu di ujung tempat ini, sebelum ia pergi ke lantai dua.
''Astaga ... Lo udah sedeket itu sama kakaknya? Gue gak habis pikir sih.'' Celline menatap kagum ke arah Deema.
''Ah, Gue gak sedeket itu kok.'' jawab Deema yang tidak ingin melebih-lebihkan.
''Emm ... Merendah untuk meroket. ''
''Hahaha ...'' mereka berdua pun tertawa.
Deema, Celline dan Cella banyak sekali mengobrol hal yang lucu. Sampai waktunya Deema untuk pulang tiba, ia pun memutuskan untuk pamit kepada Celline karena waktu bekerjanya sudah berakhir.
Celline menghampiri Deema yang sedang berada di belakang mesin kasir. ''Lo gak perlu bayar pesanan Gue. Berapa tadi totalnya?''
''Biarin, Cell. Biar Gue yang bayar.
''Deema. Gue bayar atau Gue gak kesini lagi.''
Lagi, lagi, dan lagi, mengapa orang yang ada di sekitarnya selalu saja mengancam dirinya dengan hal-hal yang sangat aneh.
''Iya-iya ... Totalnya jadi seratus tiga puluh sembilan ribu.'' Celline memberikan dua lembar uangnya. Ia pun menepuk bahu Deema. ''Gue balik duluan ya. Cella pengen pipis katanya. Bye ....''
''Woy! Ini kembaliannya, '' ucap Deema, tapi Celline hanya melambaikan tangannya.
''Yeu ... Dasar orang kaya.''
....
Waktunya Deema untuk pulang ke rumah pun tiba. Ia masih menunggu Arin untuk berjaga di sini. Tak lama, Arin datang dan Deema langsung menuju lantai dua.
Teringat akan pesan Kaila, ia pun terlebih dahulu menghampiri Kaila yang ada di ruangannya.
Deema mengetuk pintu ruangan Kaila.
''Masuk, Deem.''
Setelah mendapat sahutan dari dalam, Deema pun masuk ke ruangan Kaila yang sangat wangi parfum mahal ini.
''Ada apa, Kak?'' tanya Deema yang sedikit curiga karena dirinya di panggil kemari.
''Duduk dulu.''
Deema duduk di sofa yang ada di ruangan Kaila. Kaila pun yang tadinya duduk di kursi kerjanya, kali ini ia bangun dan duduk di samping Deema.
''Kamu mau pulang?'' tanya Kaila.
''Iya, Kak. Tadi Kak Kaila nyuruh aku buat ke sini kan? Ada apa, Kak?''
Kaila mengangguk. Ia pun menyandarkan tubuhnya di sofa. Perasaan Deema sudah tidak enak akan hal ini.
''Emm ... Saya ragu ingin bercerita. Tapi ... Ini harus di ceritakan agar tidak ada kesalahpahaman diantara kalian.''
Deema mengerutkan dahinya. Bingung dengan ucapan yang di ucapkan oleh Kaila. ''M--maksudnya, Kak?''
Kaila menggeleng. Ia pun terbangun, dan langsung memegang tangan Deema dengan kedua tangannya.
''Deema, kamu harus ingat satu hal. Apapun masalah yang kamu hadapai bersama Aiden, tolong ... Jangan tinggalin dia.''
Deema sangat-sangat terkejut dengan perkataan Kaila. Ia tak habis pikir, kenapa kaila berbicara tentang hal seperti ini kepadanya.
Melihat raut wajah Deema yang kebingungan, Kaila pun memperjelas ucapannya. ''Aku ngomong seperti ini, bukan permintaan dari Aiden. Tapi ... Sebagai Kakaknya aku mohon sama kamu, masalah apapun nanti yang akan kamu hadapi bersama Aiden, tolong ... Tetap di sisinya. Aku tau sayang kalian itu benar-benar tulus.''
Deema sudah tau arahan dari pembicaraan ini. Mungkin, ini ada sangkut pautnya dengan pembicaraan Kaila dan Aiden yang sempat ia kuping beberapa hari yang lalu.
''Engg-- a--aku sama Mas Aiden baik-baik aja, kok, Kak. Kenapa Kak Kaila ngomongya kaya gitu?'' tanya Deema dengan hati-hati.
''Entah ... Aku terlanjur nyaman dengan kehadiran kamu di hidup Aiden ataupun aku. Aku hanya mau membantu Aiden.''
''T--tapi ... Mas Aiden enggak ngomong apa-apa sama aku, Kak.''
''Aiden memang seperti itu. Ia selalu menutupi semuanya, dan peran kamu di sini yang harus terus bertanya tentang bagaimana keadaan Aiden. Agar kamu juga tahu, dan tidak menerka-nerka. Kamu paham kan ucapan aku, Deem?''
Deema tidak tahu harus menjawab apa, ia hanya bisa mengangguk.
''Aku tau kamu orang baik. Adik aku pun orang baik. Tentang apapun masalah nanti yang kalian hadapi, ingat pesan aku yang tadi, ya?''
Deema pun tersenyum. Kali ini ia yang memegang kedua tangan Kaila. ''Aku gak bisa janji, Kak. Tapi aku mau mencoba ... Tentang bagaimana hasilnya nanti, aku masih belum bisa menebaknya.''
''Emm ... Memangnya ada masalah apa, Kak?'' tanya Deema yang ingin memancing Kaila agar bisa memberitahu dirinya.
''Tidak ada. Dan semoga seterusnya memang tidak ada.''
Deema kembali tersenyum, namun senyumnya kali ini terkesan singkat. Pikirnya, tak mungkin jika Kaila berbicara sangat serius kepadanya saat ini, tidak terjadi apa-apa. Deema rasa ... Masalah besar akan menimpa hubungannya dengan Aiden nanti. Mungkin ... Tentang perjodohan Aiden yang ia dengar.
''Oh iya. Ada titipan dari Aiden.'' Kaila berjalan ke arah ujung ruangannya, megambil satu paperbag yang berukuran sangat besar.
''Ini, katanya tolong dikasih ke kamu.''
''Ini, apa, Kak?'' tanya Deema.
''Aku pun gak tau isinya apa.''
Deema pun mengangguk dan menerima paperbag itu. Ia pun pamit untuk pulang, tak lupa ia mengucapkan terimakasih kepada Kaila.
''Hati-hati pulangnya, Deem. Aiden lagi sibuk ngurusin kasus uangnya yang diambil kabur orang di kantor, jadi gak bisa jemput kamu.''
''Tidak apa-apa, Kak. Aku tau Mas Aiden bukan orang sembarangan.''
Mereka pun sedikit tertawa, sebelum akhirnya Deema memutuskan untuk langsung pulang.
Ia memakai tas kecilnya, yang berada di sebuah meja tempat peralatan karyawan. Ia pun turun dan berpamitan dengan Riki dan Arin yang ada di lantai bawah.
Ketika keluar dari toko, ternyata gerimis ini turun cukup deras. Dan tak lama, ada seorang supir taksi datang menghampirinya.
''Nona Deema?''
''Engg ... Kenapa, Mas?''
''Saya di suruh mengantarkan pulang.''
Deema melihat-lihat disekitarnya, takut jika ada orang yang sedang memantaunya.
''Dari siapa, Pak. Perasaan saya gak pesan taksi.''
''Silahkan di baca pesan yang ada di ponselnya.'' ucap supir itu dengan sopan.
Deema pun membuka ponselnya, dan muncul satu notifikasi pesan dari Aiden yang mengatakan bahwa ia harus menaiki taksi yang sudah dipesan. Deema tidak menjawab pesan itu, ia lebih memilih untuk langsung menaiki taksi.
Melihat rintik hujan yang sangat manis, semakin menghanyutkan Deema kedalam percakapannya tadi dengan Kaila. Ia masih memikirkan apa maksud dari ucapan Kaila itu. Jika memang ada sangkut pautnya dengan perjodohan Aiden, dan tentang perjodohan Aiden benar adanya. Mungkin ... Deema akan terpaksa harus melepaskan Aiden.
Deema tersenyum miris. Belum saja hubungannya genap dua minggu, masalah besar seperti ini sudah datang menghampirinya.