30. Baju couple

1945 Kata
Hari Minggu pagi sudah tiba, Deema terbangun di sebuah kamar mewah yang sangat cantik ini. Ia bukan lagi terbangun di kamarnya yang sumpek dan berdebu. Tidak perlu terheran dan bertanya-tanya. Semua pemikiran kalian benar adanya. Deema menginap di rumah Aiden. Tidak, Deema tidak tidur di kamar Aiden. Ia tidur di kamar tamu lantai atas, yang bersebelahan dengan kamar Aiden. Jika kalian bertanya bagaimana bisa Deema menginap di rumah Aiden, karena paksaan dari Kaila. Semalam, Deema berada di toko hingga pukul 1 dini hari, karena mereka banjir pesanan untuk hari Minggu ini, dan untungnya semua pekerjaannya itu dapat selesai, dan bisa diantarkan pagi ataupun siang hari ini. Jadi, Deema dengan leluasa bisa meminta izin kepada Kaila. Deema terbangun karena mendengar sebuah ketukan, dari pintu di dekat televisi yang ada di hadapannya. Deema baru tersadar, jika itu adalah sebuah pintu. Lalu ia bertanya, pintu apa itu? Deema rasa, pintu masuknya ada di sebelah kanan, dan pintu toilet ada di belakangnya. Tak lama, ada sebuah suara yang memanggil namanya. "Deema ...." "Astaghfirullah!" Deema terkejut sambil memegang dadanya. "Mas?" Tanya Deema. "Iya, cepet mandi saya sudah siap." "Astaghfirullah ... Kirain siapa ... Iya, sebentar, Mas." Deema tersadar jika itu adalah connecting door yang menghubungkan kamar ini dengan kamar Aiden. Ya ampun ... Jika memang benar seperti itu, Deema harus memastikan jika semalam Aiden tidak masuk ke dalam kamarnya. Deema memeriksa sekitarnya, tidak ada yang aneh. Aman .... Ia berjalan menuju toilet untuk membersihkan dirinya, mencuci rambutnya, dan tak lupa mencuci pakaian yang baru ia pakai ini. Deema rasa, sepertinya di dalam lemari sana ada baju yang bisa ia pakai. Kamar ini kamar tamu, pastinya kamar ini sama seperti di lantai bawah. Selesai, Deema keluar dari toilet hanya menggunakan handuk yang membungkus tubuh bagian atasnya, sampai ke lutut. Ia membuka lemari dan terkejut jika di dalamnya tidak ada apa-apa. "Lah, ini gimana nasib Gue ... Serius ini enggak ada baju? Di kamar bawah ada kok ...." Deema mulai panik karena tidak menemukan baju apapun di dalam lemari ini. Ia sudah mencarinya di dalam laci juga, namun tidak ada satu helai pun baju. "Yaelah ... Kenapa yang tadi harus Gue cuci sih ...." Deema melihat jam besar yang ada di dinding, pukul 5 lewat, Aiden pasti sudah menunggunya. "Aduh ... Mana dingin lagi ...." "Ini gimana?" Deema berjalan ke arah toilet untuk melihat bajunya yang ternyata sudah basah kuyup seperti itu. "Aish ... Ini gimana? Masa Gue keluar gak pake baju gini? Di sangka apa Gue ...." Ketukan di pintu kembali terdengar, Deema buru-buru keluar untuk melihat siapa yang mencarinya. Ah, siapa tau itu Bibi, ia bisa meminta tolong meminjam bajunya. Lagian, ketukan pintu itu berasal dari pintu masuk, bukan pintu yang bisa terhubung dengan kamar Aiden. Dengan sedikit ragu, Deema membuka sedikit pintu itu, dan menyembulkan kepalanya ke luar, sampai bagian tubuh atasnya yang hanya tertutup handuk itu terlihat keluar. "Astaghfirullah ..." Aiden langsung menghadap ke belakang melihat Deema yang hanya mengenakan handuk. "Dari tadi kamu ngapain aja belum pakai baju?" Kata Aiden yang berbicara tapi matanya tidak melihat ke arah Deema. "Eh, itu ... "Deema pun menyembunyikan tubuhnya di balik pintu, tapi pintu itu masih terbuka agar ia bisa berbicara dengan Aiden. "Ayo cepat," kata Aiden yang sudah bersiap dengan kameja biru lautnya dan celana hitam yang ia pakai. "Mas, di dalam enggak ada baju. Hehehe ...." "Ya ampun ... Deema, yasudah masuk, nanti saya suruh bibi." Dengan cepat Deema pun kembali menutup pintu. Ia mengetuk-ngetuk kepalanya menggunakan tangannya. "Deema gak ada otak ... Deema gak ada otak ..." Katanya yang ingin mengutuk dirinya sendiri. Walaupun Deema sedikit jahat, tapi ia masih punya rasa malu. Tak lama pintu yang sedang ia sandari ini di ketuk, dan suara bibi terdengar memanggil namanya. "Bibi ..." Bisik Deema. Bibi itu pun tersenyum dan memberikan Deema baju dan ... Sepasang sepatu berwarna putih. "Mbak, sudah di tunggu Mas di bawah." "Iya, Bi. Terimakasih banyak ya." Deema pun menutup pintu, dan langsung memakai bajunya. "Hah? Warna biru?" Deema baru tersadar jika dress ini berwarna biru, dan lengan bagian dalamnya berwarna putih. Ia pun tak tahu mengapa Aiden sangat suka sekali memberikannya dress seperti ini. "Biru ... Baju Gue sama dong. Ah, dasar mas-mas tukang gombal." Deema sedikit kesal, ia hanya geli jika memakai baju couple seperti ini. Apalagi warna sangat-sangat sama dengan warna baju Aiden. Selesai, Deema menyisir rambutnya dengan cepat, ia tidak memakai make up kali ini. Lebih baik ia cepat-cepat turun dan segera menemui Aiden. Ketika turun ke lantai bawah, Deema tidak menemukan Yara ataupun Farid di sini. Tapi Deema bisa melihat Aiden yang sedang berdiri di depan mobilnya. Satu orang asisten rumah tangga membukakannya pintu utama. "Mbak, mas sudah nunggu." Deema mengangguk dan tersenyum. "Terimakasih, Mbak. Bunda kemana?" Tanya Deema. "Ibu lagi ke pasar pagi-pagi sama supir." "Bunda pergi ke pasar?" Tanya Deema. "Iya, Mbak. Sama beberapa bibi juga." "Oh iya kalau begitu, tolong berikan salam untuk Bunda ya. Aku pergi dulu, Bi ...." Deema bisa melihat jika Aiden terus memperhatikan dirinya dengan wajah yang sangat datar. Deema tidak tahu apa arti tatapan itu, entah Aiden kesal menunggu atau Aiden marah kepadanya. Dan lebih baik, Deema berjalan sambil menunduk, agar mata mereka tidak berkontak secara langsung. "Kalau jalan lihat ke depan, jatuh nanti," ucap Aiden sambil membukakan pintu mobil untuk Deema. Deema pun mengangkat kepalanya, ia terkagum melihat Aiden yang sangat tampan menggunakan stelan jasnya. Dan gaya rambut yang berbeda, serta ... Kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Ah ... Aiden sangat-sangat tampan sekali. Tidak ingin memperlihatkan bahwa ia sedang memperhatikan Aiden, Deema pun buru-buru masuk ke dalam mobil. "Terimakasih, Mas," ucapnya ketika Aiden masuk ke dalam mobil. Aiden hanya mengangguk dan langsung melajukan mobilnya. Deema tidak bisa jika tidak melirik ke arah Aiden, ia ingin melihat ciptaan tuhan yang sangat-sangat indah ini. Kulit putih, hidung mancung, alis tebal, bibir tipis, tak lupa badan tegap dan tingginya, serta ... Ada rambut-rambut halus di sekitar wajahnya. Aiden sungguh tipe-tipe seperti sugar Daddy. "M--mas ..." Panggil Deema dengan gugup. Ia ingin meminta maaf dengan Aiden karena lama menunggu. "Hm?" Fix. Aiden marah dengannya. "Mas marah?" Tanya Deema. Ia berbicara sambil menghadap ke arah Aiden, dan ini kesempatan Deema untuk terus memperhatikan Aiden yang sangat tampan ini, dengan baik. "Marah kenapa?" Tanya Aiden. "Ya i--aw!" Deema terkejut karena tubuhnya terdorong ke samping, menubruk bagian sisi tubuh sebelah kiri Aiden. Dengan refleks, Aiden merangkul tubuh Deema agar tidak tersungkur ke bawah. "Mas ..." Rengek Deema karena merasakan sakit di dahinya, sudah menabrak bahu bagian atas Aiden. "Kamu ngapain ngerem mendadak sih!" Kesal Deema sambil mengusap-usap kepalanya. Aiden melihat untungnya di belakang tidak ada kendaraan lain, ia pun bisa membantu Deema untuk duduk di tempatnya lagi. "Makanya, di pakai sabuk pengamannya," kata Aiden sambil memakaikan Deema sabuk pengaman. "Lagian kamu ngapain ngerem mendadak gitu." Katanya masih kesal. "Ada motor belok tiba-tiba, kamu gak liat?" Tanya Aiden. "Iyalah gak liat, orang kamu ngeliatin saya terus," lanjutnya yang menjawab pertanyaannya sendiri. "Ish! Mas!" Kesal Deema. "Iya ... Iya ... Maaf ya. Sakit?" Deema mengangguk dengan manja. Aiden pun mengusap sebentar kening Deema yang sepertinya terbentur dengan sangat kencang itu. "Udah enggak apa-apa ...." Aiden kembali melajukan mobilnya. Jalanan memang masih sangat gelap. Jam masih menunjukkan pukul 05.30, dan sepertinya langit sedikit mendung. "Mas gak marah?" Tanya Deema yang tadinya bermaksud menanyakan hal itu. "Marah?" Ulang Aiden kembali. "Gara-gara aku bangun lama." Aiden pun menggeleng. "Enggak ... Saya enggak marah." "Habisnya tadi mukanya gitu, datar banget," kata Deema. Aiden hanya mengangkat bahunya. Tak kehabisan topik pembicaraan, Deema pun bertanya tentang hal yang mengganjal di dalam pikirannya. "M--mas ... Di kamar tamu ada pintu yang terhubung sama kamar kamu ya?" Tanya Deema sedikit ragu. Sebentar, Aiden melirik ke arah Deema dan mengangguk. "Iya ... Kenapa?" "T-ttapi ... Semalem kamu gak masuk ke kamar aku kan?" Aiden tidak menjawab, ia hanya melirik Deema sekilas. "Mas ...." "Menurut kamu?" "Ya mana aku taulah ... Aku gak tau kalau itu ada pintu yang terhubung sama kamar kamu. Kalau kamu malem masuk ke kamar aku gimana? Aku laporin polisi kamu." "Loh ... Kok gitu? Saya gak ngapa-ngapain kamu loh ... Buka pintunya aja enggak." "Bener?" "Iya, Deema ... Walaupun kuncinya ada di kamar saya." Aiden masih saja bercanda di tengah-tengah Deema berdebar karena takut jika semalam Aiden masuk ke dalam kamarnya. Bukan apa-apa, Deema hanya takut Aiden melihat cara tidurnya yang tidak indah itu. "Mass ... Aku bilangin bunda loh ...." "Enggak. Bercanda. Saya enggak buka pintunya." "Jujur ya ...." "Iya, Deema ...." Katanya, perjalanan mereka untuk sampai di panti asuhan itu sekitar 2 atau 1 jam setengah, tergantung kecepatan Aiden membawa mobilnya. Jika sendiri, Aiden bisa menempuh jarak itu hanya satu jam. Namun karena ia membawa Deema, Aiden harus membawa mobilnya dengan hati-hati dan waktu untuk bisa sampai di sana kira-kira sekitar 2 jam. "Mas, ini baju siapa?" Tanya Deema untuk mengobrol dengan Aiden. "Baju kamu." Deema menggeleng. "Bukan, ini bukan baju aku." "Saya beli. Beberapa hari yang lalu, berbarengan dengan ini," katanya sambil menunjuk bagian kameja dalamnya yang berwarna sama dengan baju yang di pakai oleh Deema. "Mas ... Mas ... Ada-ada aja ...." "Tapi baguskan?" Deema tidak bisa berbohong jika baju ini tidak bagus. Baju ini baju mahal, jelas bagus. Dress simple berwarna biru dengan lengan panjang berwarna putih, Deema merasa dirinya sudah seperti Cinderella. "Bagus, Mas. Terimakasih ya ..." Hanya itu yang bisa Deema ucapkan. Aiden pun mengangguk. "Bagus kalau kamu suka." "Tidur lagi saja, perjalanan masih jauh." "Emm ... Mas ngajak aku buat ada temen ngobrol. Masa aku tidur, nanti kalau ada apa-apa aku takut." "Takut kenapa?" "Takut nanti di bawa pergi jauh ke tengah hutan sama kamu." "Memang itu tujuan saya," kata Aiden yang berbicara sambil melihat ke arah Deema. Hatinya sedikit terkejut, Deema pun melihat ke arah Aiden. "Serius, Mas?" "He'em ...." "Kita ngapain ke tengah hutan ... Katanya mau ke panti ...." "Kamu mau ngapain ke tengah hutan." Deema berpikir sebentar. "Aku gak mau ngapa-ngapain kok ... Kamu gak jelas deh ...." "Hahaha ... Mukanya mulai panik. Bercanda, Deema ...." Bukannya marah, Deema malah ikut tersenyum disaat Aiden tertawaan. "Ganteng banget sih, Mas ..." Gumam Deema yang masih terdengar di telinga Aiden. "Saya? Ganteng? Baru tau ya kamu." Dengan cepat Deema menutup mulutnya, dan sedikit menepuk-nepuk mulutnya. "Ya ampun ...." "Hahaha ... Saya tau kok kalau saya ganteng ...." "Ah ... Mulai deh kepedeannya ...." Mereka terus mengobrol dengan hal-hal random yang tak jelas. Yang penting suasana diantara mereka tidak sekaku kemarin-kemarin. Di tengah perjalanan, akhirnya mereka sudah masuk ke dalam jalan TOL. Deema pun bergegas untuk menghias wajahnya yang belum sempat ia hias di rumah Aiden tadi. Sambil menyetir, Aiden tidak lupa memperhatikan Deema yang tengah ber-make up ria itu. Sangat menggemaskan melihat wajah Deema yang sangat serius itu. "Jangan tebel-tebel, kita mau ke temu anak-anak, bukan sama pejabat," kata Aiden yang memberitahu. "Aelah, Mas ... Komen mulu nih. Belum juga aku pakai bedaknya." Deema melanjutkan acara dandannya, hanya memakai alas bedak, bedak, blush-on, merapihkan alisnya, memakai mascara, eye shadow, eyeliner, dan terakhir lipstiknya. Ini bukan termasuk make up simple, tapi Deema rasa ini simple karena tidak berlebihan. "Gak usah cantik-cantik ...." "Tutupin aja mukaku pakai tripleks, Mas ..." Ucap Deema mencoba sabar. "Jangan cantik-cantik makanya." "Iya, Mas ganteng ...." Mereka sudah mulai saling memuji satu sama lain. Tinggal menunggu waktu saja, kapan mereka akan menyatakan perasaannya masing-masing. Aiden menepikan mobilnya ke sebuah tempat servis area, yang di dalamnya berisi restoran-restoran makanan yang enak-enak. Mereka pergi ke luar kota, pastinya akan melewati tempat seperti ini. Aiden harus mengajak Deema makan terlebih dahulu, dan melanjutkan perjalanan mereka. "Makan dulu ya, nanti kita lanjuti perjalanan kita lagi." "Berapa jam lagi, Mas?" Tanya Deema yang merasa kantuknya mulai menyerang. "Sekitar enam puluh sampai lima puluh menit lagi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN