31. Mrs. Aiden

2173 Kata
Deema terkagum-kagum melihat jalanan indah yang sedang mereka lewati. Mobil yang mereka naiki berada di sebuah jalan layang, dan mereka bisa langsung melihat indahnya sungai panjang yang berwarna hijau, dan pegunungan serta hutan yang rimba. Tak lupa dengan langit berwarna biru bersih, tanpa awan. "Mas, boleh di buka gak kacanya?" Tanya Deema yang meminta izin terlebih dahulu. "Boleh ... Buka saja." Dengan senang hati, Deema membuka kaca mobil dan menikmati angin sejuk yang menerpa wajah dan rambutnya. "Wah ... Sejuk banget udara di sini. Mas suka ke sini?" Tanya Deema. "Beberapa tahun yang akan datang, orang pasti ramai ke sini." Deema mengerti maksud Aiden. Aiden akan membuka taman hiburan yang berhubungan langsung dengan alam. Ia pun berencana untuk membangun resort di sana. Deema bisa melihat betapa kayanya Aiden saat ini. "Gimana? Suka tempatnya?" Tanya Aiden. Deema mengangguk dengan semangat. "Suka banget, indah, Mas ... Pengunjung pasti suka." Deema sedikit mengeluarkan tangannya dari dalam mobil, ia ingin merasakan angin yang sejuk membelai tangannya. Untung saja, di belakang mobilnya tidak ada kendaraan lain. "Udah, di tutup lagi, takut ada hewan yang tiba-tiba masuk," kata Aiden yang memberitahu Deema untuk menutup kaca mobilnya. "Hmmm ... Iya, Mas." Deema pun menutup kembali kacanya, jalanan yang mereka lewati sekarang memang cukup seram karena di kelilingi oleh pohon rindang. "Saya punya coklat di belakang, kamu gak lihat?" Deema melihat ke belakang jok mobil, ia tidak menemukan apapun di sana. "Enggak aja coklat, Mas ...." "Oh ya? Apa saya lupa simpan?" Aiden melihat ke arah sisi kanannya, dan mendapati satu batang coklat yang panjang itu. "Ini ternyata ...." "Ya ampun ... Sudah mulai pikun." "Saya enggak pikun. Buka ..." Kata Aiden sambil memberikan coklat itu. Deema pun menerimanya dan membuka kertas yang membungkus coklat itu. Deema memotongnya, dan memberikannya ke arah tangan Aiden yang tengah menyetir. "Kamu gak lihat saya lagi apa? Kalau saya nerima coklat kamu, terus tangan saya gak pegang stir nanti kita nabrak pohon gimana?" Sebentar, Deema lebih baik mengalah berbicara dengan Aiden kali ini. Ia mengerti maksud dari ucapan Aiden. Bahwasanya, Aiden ingin di suapi coklat olehnya. "Buka mulutnya, aku suapin," kata Deema yang tidak ingin Aiden merasa malu. Padahal, di dalam hatinya, Deema ingin tertawa karena lucu melihat Aiden yang sangat gengsi itu. Setahu Deema, Aiden bisa-bisa saja tidak memegang stir hanya beberapa detik, lagipun mobilnya mobil bagus, pasti akan aman-aman saja. Aiden membuka mulutnya dan menerima potongan coklat itu masuk ke dalam mulutnya. "Enak?" Tanya Deema. Aiden mengangguk. "Pengganti rokok di depan kamu." "Kamu ngerokok, Mas?" Tanya Deema yang sedikit terkejut. "Iya, tapi tidak secandu orang lain. Hanya satu atau dua saja." "Oh ... Kalau kamu mau ngerokok, silahkan enggak apa-apa ...." Aiden menggeleng. "Ada kamu, saya tidak tega kalau kamu harus mencium asapnya." "Kenapa ngerokok padahal udah tau bahayanya." Sebentar, Aiden terdiam. "Kenapa bandel padahal udah tau kalau itu gak baik." Ucapannya di balikan! Sungguh Aiden membuat dirinya kesal. Tidak ingin kalah, Deema pun menjawab. "Ih, apa hubungannya, Mas? Kamu ngapain ngerokok yang jelas-jelas kamu tau sendiri kalau itu bahaya." "Hanya penghilang penat, Deema ... Tidak menjadi kecanduan ...." Akhirnya Aiden mengalah, ia tidak ingin berdebat dengan Deema. Takut jika menghancurkan mood Deema. "Bener gak kecanduan? Tapi tiap hari kamu pasti ngerokok?" "Iya, tiap hari. Semenjak kemarin saya tidak merokok, dan reaksi tubuh saya seperti ini, mulut saya tidak enak." Dengan cepat Deema kembali memberikan Aiden potongan cokelat yang lebih besar. "Ini, makan ... Makan ..." Katanya dengan sedikit terburu-buru, membuat Aiden tertawa terbahak-bahak. "Hahhahaha ...." "Loh, kok ketawa? Ini cepet makan, jangan ngerokok lagi," kata Deema dengan wajah polosnya. Aiden menyentil dahi Deema pelan. "Mukanya polos banget," katanya dan tawa Aiden masih dilanjutkan. Deema mengusap dahinya yang sedikit sakit karena Aiden. "Sakit tau, Mas ...." "Maaf ... Maaf ... Habisnya reaksi kamu lucu banget." "Memang benerkan, Mas? Kamu harus makan cokelat lagi, kalau enggak mulut kamu enggak enak. Nih cepat makan," ucap Deema kembali memberikan Aiden potongan cokelat itu. Dan Aiden menerima dengan baik cokelat yang sudah di berikan oleh Deema. "Kamu juga makan, enak loh ...." "Enggak. Nanti kalau aku senyum gigi aku coklat lagi." "Tinggal minum, Deema ...." "Coba kamu iiii ..." Katanya sambil mencontohkan. Aiden pun mengikuti perkataan dari Deema untuk menunjukkan gigi bagian depan. "Kok kamu bisa sih makan cokelat tapi giginya gak cokelat?" Aiden tersenyum dengan bangga. "Apapun saya bisa." "Hmm ... Makin kepedean ...." Deema melihat jika mobil mereka berbelok ke arah sebuah gapura dan di dalamnya itu pun ada sebuah rumah cukup besar. "Kita sudah sampai, Mas?" Tanya Deema. Aiden pun mengangguk. "Kita sudah sampai." Deema bisa melihat sekarang banyak sekali anak-anak yang mulai mengerumuni mobilnya. "Mas aku di sini aja deh." "Kamu gak mau turun? Liatin banyak anak kecil gitu." "Eh, aku turun aja." Aiden meminta anak-anak itu untuk menjauh dari mobilnya karena ia akan membuka pintu mobil, takut jika ada yang tersenggol. "Selamat pagi ..." Sapa Aiden yang langsung mendapatkan banyak sekali pelukan hangat dari anak-anak panti asuhan. Deema yang turun pun langsung tersenyum sambil melihat anak-anak yang sedang melihatnya juga. Mereka pun tanpa ragu memeluk kaki Deema. "Apa kabar ..." Sapa Deema yang baru pertama kali bertemu dengan mereka. Tak lama dua orang penjaga panti pun datang dan menyuruh anak-anak itu untuk kembali bermain dan menjauh dari Aiden. "Tidak apa-apa, Bu ... Biarkan saja," ucap Aiden yang sekarang membawa semua anak itu untuk berjajar di belakang mobilnya. "Lucu banget ternyata, Mas ..." Kata Deema, saat ini ia sudah ada di samping Aiden. "Lucukan? Pasti kamu seneng, apalagi di dalam ada beberapa bayi." "Oh ya? Aku gak sabar banget pengen liat ..." Ujar Deema sambil mengusap-usap kepalanya seorang anak perempuan yang terus memegangi kakinya. "Berjajar ya semua, Om punya hadiah buat kalian semua," kata Aiden memperingati anak-anak yang berjumlah kurang lebih 35 orang itu. Dengan tertib, mereka pun berjajar. Aiden membuka bagasi belakang mobilnya. Kemarin ia menyuruh asistennya untuk membeli beberapa mainan, makanan dan alat tulis untuk ia bagikan, dan ternyata sudah di rapikan di dalam bagasi mobilnya ini. "Yang perempuan bisa ke Kakak ya ..." Kata Deema sambil menepuk tangannya agar beberapa anak memperhatikan dirinya. Deema dan Aiden mulai membagikan buku, makanan dan alat tulis itu dengan tertib. Aiden sesekali bisa melihat wajah Deema yang sangat senang, dan Aiden pun kembali bisa melihat sisi lain dari seorang Deema yang ramah dan penyayang. Selesai, semua anak-anak itu di arahkan untuk kembali bermain karena Aiden memiliki satu keperluan untuk di bicarakan kepada pemilik panti ini. "Selamat pagi, Pak. Selamat datang kembali," sapa seorang bapak yang sudah berumur, ia berjabat tangan dengan Aiden dan Deema. "Terimakasih, Pak sudah menyambut," kata Aiden berbicara dengan wibawa yang ia punya. "Ini siapa, Pak?" Aiden belum menjawab, Deema dan Aiden malah saling menatap satu sama lain. "Maaf sudah mengganggu privasinya, seharusnya saya tidak bertanya ...." Aiden tersenyum. "Tidak apa-apa ... Dia calon istri saya," katanya mengatakan itu dengan sangat mulus. Aiden berbicara sesantai itu, tanpa tau jantung yang ada di dalam, jantung Deema berdetak hampir terlepas dari tempatnya. Tapi, Deema tidak bisa apa-apa, ia hanya bisa tersenyum ke arah bapak itu. "Saya sudah kira, semoga dilancarkan semua niat baiknya, Pak." Deema merasa saat ini ia sudah seperti seorang wanita kelas atas yang menemani suaminya bekerja ke luar kota. Mungkin seperti ini kali ya? Pikirannya. Namun ada satu yang kurang untuk melengkapi perannya. Tidak adanya tas, kacamata dan topi branded yang menempel di tubuhnya, untuk memperlihatkan kesan bahwa dia adalah seorang nyonya. Stop. Stop menghayal, Deema. Ini hanya sebuah peran, dalam hatinya kembali menyadarkan Deema. "Mari, Pak kita bicarakan di dalam ...." Bapak itu mempersilahkan Deema dan Aiden untuk berjalan terlebih dahulu. Deema hanya bisa berdiri di samping Aiden, dan mendengarkan keduanya mengobrol tentang hal yang ia tidak ketahui. Sampai, ada sebuah batu cukup besar yang ada di hadapan Deema, dengan tanggap Aiden pun menarik pinggang Deema dengan lembut, memberitahu agar dirinya tidak lewat situ. Kembali, jantung Deema berdebar ... Bisa-bisanya Aiden melakukan hal seperti ini, tetapi obrolan mereka masih berjalan dengan baik. Aiden pun kembali melepaskan rangkulannya, dan kembali santai mengobrol. Sepanjang perjalanan untuk bisa sampai di sebuah kantor yang ada di panti ini, pikiran Deema tidak fokus. Ia tidak tahu harus merasakan kesenangan atau kesedihan di sini, setelah melihat perlakuan Aiden yang sangat baik dan perhatian kepadanya. Mungkin, jika Aiden memastikan hubungan mereka, Deema tentunya akan senang jika Aiden bersikap seperti ini. Tapi ... Karena hubungan mereka belum pasti, Deema merasakan sedikit sedih di dalam hatinya. Pinggang Deema kembali di rangkul pada saat Aiden berjalan ke arah samping, dan melihat ke arah sebuah lapangan luas yang ada di hadapannya. Deema hanya bisa terdiam dan menunduk, biarlah Aiden yang mengendalikan dirinya. "Alat-alat berat akan datang besok pagi. Mungkin lima hari mendatang anda bisa memindahkan ini semua ke tempat yang sudah saya sediakan." "Untuk akomodasi, saya perlu menyiapkan atau ...." "Semua akomodasi sudah saya tanggung, anda sendiri sudah melihat lokasinya lebih baik dari ini." "Baik, terimakasih banyak, Pak." "Bu, mari masuk ke dalam ... Cicipi masakan khas daerah sini. Silahkan, Bu, Pak ...." Aiden tersenyum ke arah Deema dan ia mempersilahkan Deema untuk berjalan terlebih dahulu. Deema memaksakan senyumannya untuk membalas senyum Aiden. Ia tidak ingin mengecewakan Aiden karena moodnya sendiri. Ketika masuk ke dalam sini, banyak sekali anak-anak yang sedang berlarian. "Kamu mau lihat bayi-bayi?" Tanya Aiden. "Ada, Mas?" Tanya Deema. Ia ingin mengalihkan moodnya untuk menjadi lebih baik lagi. "Ada, Bu ... Mari kita lihat," bapak itu yang menjawab, dan membawanya ke sebuah ruangan yang tidak memiliki pintu. Deema bisa melihat jika di sini ada kurang lebih 5 bayi yang di jaga oleh satu orang suster saja, dan ada beberapa bayi yang menangis. Deema pun meminta izin kepada Aiden untuk melihat lebih jelas bayi-bayi itu. "Boleh, Mas?" Tanya Deema. Aiden mengangguk. Bapak pemilik panti itu pun mengizinkan Deema untuk masuk ke dalam. Deema menghampiri seorang bayi yang masih sangat kacil, ia menangis sendiri dengan wajah yang sudah memerah. "Suster, saya boleh menggendong?" Tanya Deema. "Silahkan, Bu ... Saya bantu." Suster itu meletakkan satu kain di tangan Deema, agar kulit bayi yang sangat sensitif itu tidak terkontak langsung dengan kulit tangannya. Suster menggendong bayi itu dan menyimpannya di tangan Deema. "Uuu ... Anak manis ... Jangan nangis ..." Kata Deema menimang-nimang bayi itu dengan lembut. Perlahan tangis bayi itu mereda, dan Deema bisa melihat jika bayi yang sedang ia gendong ini menjulur-julurkan lidahnya, sepertinya ia haus. "Suster ... Dia haus ...." Suster memberi Deema satu botol kecil, dan Deema membantu bayi itu untuk meminum su-su dengan baik. "Haus cantik?" Tanya Deema yang mengobrol dengan bayi yang sepertinya perempuan. Ia melihat ini dari baju dan telinga yang sudah di beri anting. "Cantik haus?" Tanya Deema. Ia sangat gemas melihat bayi yang lucu ini. Asik dengan bayi yang ia gendong, sampai-sampai Deema lupa dan tak sadar jika Aiden sudah ada di sisinya. "Anteng banget ..." Katanya sambil tersenyum ke arah Deema. Deema sedikit terheran dengan Aiden yang akhir-akhir ini banyak tersenyum kepadanya. "Maaf, Mas aku lupa ... Habisnya dedeknya gemes banget." "Suka? Mau di bawa pulang?" "Kamu kira apa? Gampang banget di bawa pulang." Deema tidak melihat bapak pemilik panti, ia pun menanyakan kepada Aiden. "Kemana bapaknya, Mas?" "Ke dalam. Kamu mau di sini atau ikut saya?" "Tapi ini ... Aku masih mau gendong ...." "Suster, boleh saya bawa keliling?" Tanya Aiden. Suster itu pun mengangguk. "Silahkan, Pak ..." "Bawa saja. Hati-hati ...." Deema berjalan, dan Aiden memperhatikan Deema agar semuanya baik-baik saja. Aiden tahu jika Deema sedikit ceroboh. Aiden bisa melihat jika bayi itu tertidur dengan nyaman di dalam gendongan Deema. Dan Deema, tak henti-hentinya menciumi pipi dari bayi itu. Aiden bisa melihat jika Deema sangat suka sekali dengan bayi. "Pak Aiden. Sudah cocok sekali ... Semoga cepat-cepat diberikan momongan ya ..." Seorang ibu tua datang dan berjabat tangan dengan Aiden. Aiden hanya bisa tersenyum membalas ucapan ibu tua itu. Dan sama halnya dengan Deema ia hanya bisa tersenyum. Sampai saat ini, ia tidak bisa menghitung sudah berapa banyak pasang mata yang mengira mereka adalah suami istri, dan apakah mereka tidak melihat wajahnya yang masih terlihat anak SMA ini? Orang mungkin tak sadar, karena pakaian yang di pakai oleh Deema sekarang mempengaruhi pandangan orang lain terhadap umurnya. "Pegal?" Tanya Aiden. Deema menggeleng. "Aku suka bayi, aku mau puas-puasin gendong bayi." Aiden dan Deema saat ini berjalan ke arah ruangan out door yang, ruangan ini sudah di rapihkan dan di atas mejanya pun sudah tersedia berbagai macam makanan. Jamuan mereka. "Silahkan, Pak, Bu di cicipi ..." "Terimakasih, Bu ..." Kata Deema sambil tersenyum. "Sama-sama, Bu ... Ibu baik banget orangnya kelihatan dari cara ibu menggendong bayi." Sontak Aiden dan Deema saling pandang, tapi Deema buru-buru memutuskan kontak mata itu. "Oh ya, Bu? Saya masih harus belajar." "Saya gendong dulu bayinya, ibu dan bapak silahkan makan terlebih dahulu." Ibu itu mengambil alih untuk menggendong bayi itu. Deema saat ini duduk di sebuah kursi yang sudah di sediakan oleh Aiden. Tak lama, bapak panti datang dan ikut bergabung bersama. Aiden dan bapak itu kembali mengobrol, dan Deema hanya tersenyum dan menjawab pertanyaan yang di lontarkan saja. Tak lupa ia mencicipi semua jamuan yang sudah di sediakan. Atas suruhan dari Baginda maha raja, Aiden.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN