32. Terjebak

1744 Kata
Menjelang sore hari, Deema masih berada di tempat yang sama. Menemani Aiden yang tengah memantau proses pembuatan jalan raya. Ternyata tidak hanya di satu tempat saja, di belakang lapangan besar itu pun sedang ada pembuatan jalan yang cukup panjang, untuk memudahkan para pengunjung nanti.  Deema sudah pegal dan lelah, tapi Aiden masih sangat sibuk mengobrol dengan beberapa pegawai di sini. Aiden menyuruhnya untuk duduk dan menunggu di sebuah tenda yang sudah di sediakan, tapi Deema menolak karena takut. Dari film yang pernah ia tonton, ada seorang perempuan yang diam sendiri di dalam tenda ketika yang lain sedang sibuk di luar, dan yang terjadi pada perempuan itu ia terbunuh dan di culik oleh orang. Dan Deema tidak bisa membayangkan jika itu terjadi pada dirinya.  "Mas ..." Rengek Deema yang kakinya sudah sangat-sangat pegal kali ini. Deema tidak tahu kapan kunjungan ini akan berakhir, karena ia sudah melihat matahari sebentar lagi akan terbenam.  Aiden menyelesaikan obrolannya, dan memperhatikan Deema yang sedang ada di sampingnya. "Capek?" Tanya Aiden, ia melihat wajah Deema yang sudah bt dan tidak bersemangat.  "Mau tidur di mobil?" Tanya Aiden.  Deema menggeleng. Ia tidak ingin sendiri di tempat seperti ini, apalagi tempat ini adalah hutan dan belum berpenghuni.  "Kapan selesai, Mas?" Tanya Deema yang ingin sekali memejamkan matanya karena kekurangan tidur.  "Sebentar lagi, ayo duduk saja." Aiden mengajak Deema untuk duduk di sebuah tenda yang terbuka, di sana ada beberapa kursi dan meja, juga beberapa makanan yang tersedia.  "Duduk di sini, saya masih ada obrolan yang harus di bicarakan," kata Aiden.  Mau tak mau Deema pun duduk. Untung saja tenda ini terbuka, jika ada sesuatu hal yang terjadi ia bisa langsung berlari dan teriak, dan dari sini pun ia bisa melihat Aiden dari jauh.  "Kamu jangan jauh-jauh ..." Kata Deema yang sekarang menyandarkan tubuhnya di kursi.  Aiden mengangguk. "Sebentar ya ...." Aiden kembali pergi dari hadapan Deema, dan ke tempat tadi untuk membicarakan sesuatu dengan anak buahnya.  Deema menempelkan tangannya di meja yang sedang menyangga kepalanya. Dari sini, ia bisa melihat punggung tegap Aiden yang sangat berwibawa itu. Deema tidak berbohong jika Aiden sangat tampan dan berwibawa ketika berbicara dengan anak buahnya. Dan ternyata, Aiden pun bukan tipe bos yang sukanya menyuruh-nyuruh, ia sesekali ikut bercampur tangan ketika sedang di lapangan. Aiden juga ramah dengan semua pekerjanya, tidak pernah membentak ataupun menindas.  Rasa kantuk datang menghampiri Deema yang tengah melamun memperhatikan Aiden itu. Ia menaruh kepalanya di tangan yang sudah ia luruskan di meja, Deema pun tidak kuat menahan kantuknya, lebih baik ia menutup matanya sebentar, dan lagipun ia akan terbangun ketika mendengar suara Aiden yang memanggilnya nanti. .... Aiden tengah melihat sebuah peta yang di dalamnya ada keterangan pembuatan jalan. Jalan ini akan di buat lebih dari 35 kilo meter. Itu bisa membutuhkan waktu yang cukup lama. Dan ini pertama kalinya Aiden memegang sebuah proyek besar. Kemarin-kemarin ia belum berani, dan masih mengandalkan ayahnya, dan sekarang ia bertanggung jawab atas semuanya. Aiden harap proyek yang sudah ia susun tahun lalu ini dapat berjalan dengan lancar.  "Beberapa lampu jalan juga bisa di pasang setiap empat atau enam meter sekali. Lampu dan tiang jalan sudah saya pesan, dan itu akan datang tiga bulan mendatang." "Baik, Pak. Itu semua sudah masuk ke dalam list." "Pemasangan listrik sudah berjalan. Mengambil tenaga di gardu jalan depan ini, Pak." Aiden mengangguk, mengerti dengan penjelasan para pegawainya, sampai ada satu pegawai yang memberitahu Aiden jika Deema sedang tertidur dengan posisi yang tidak nyaman.  "Maaf, Pak. Ibu tertidur di kursi," ucap seorang anak muda yang mengabari Aiden.  Sontak Aiden dan beberapa pegawainya yang tengah mengobrol tadi pun menengok ke belakang, di mana Deema berada.  Ternyata benar, Deema menutup matanya dan menyimpan kepalanya di atas meja. "Sepertinya ibu kecapean, Pak." Aiden tersenyum dan mengangguk. "Sebentar, bisa bawa mobil saya lebih dekat?" Aiden sambil memberikan kunci mobilnya kepada seorang pegawai.  Ia pun berjalan menghampiri Deema, dan memastikan jika Deema benar-benar tidur.  "Deema?" Panggil Aiden, namun tidak ada sahutan di sana.  Ia mengecek suhu tubuh Deema dengan tangannya, dan melihat wajah Deema yang baik-baik saja. Aiden takut jika Deema pingsan seperti kemarin, tapi sepertinya kali ini Deema tertidur, karena tidak ada tanda-tanda jika Deema sakit.  "Deema? Kamu tidur?" Deema kembali tidak menjawab. Ia pun tidak tega mengganggu tidur Deema yang terlelap pulas itu. Lebih baik ia memindahkan Deema kedalam mobil agar tidurnya lebih nyaman.  Mobil Aiden sudah datang, pegawai itu membukakan pintu samping, tahu jika Aiden akan memindahkan calon istrinya itu. Pegawai itu tidak salah bicara, karena Aiden sendiri yang memberitahu mereka semua jika perempuan itu adalah calon istrinya.  Sebelum mengangkat tubuh Deema, Aiden memastikan jok mobil yang akan Deema tempati sudah nyaman dan benar. Ia sedikit mengubah posisi jok mobil agar bisa di tiduri dengan nyaman.  Selesai, dengan mudahnya Aiden mengangkat tubuh Deema yang sangat kecil itu. Ia pun menyimpan tubuh Deema dengan hati-hati, tak lupa memakaikan sabuk pengaman agar Deema tidak terjatuh.  "Hmmm ...." "Syut ... Tidur lagi saja ... Saya buka kaca mobilnya agar ada udara," kata Aiden yang berbicara kepada Deema yang akan terbangun itu. Karena rasa kantuknya yang lebih kuat, Deema pun memilih untuk menutup kembali matanya dan tertidur. Aiden sebentar mengusap lengan Deema, menutup pintu mobil dan kembali mengobrol.  Selesai mengobrolkan tentang proyek jalan ini, Aiden akan langsung pulang dan mengantarkan Deema karena hari pun sudah menjelang malam. Beberapa puluh menit kemudian, tak terasa waktu sudah semakin gelap. Aiden memutuskan untuk berpamitan dengan para pegawainya, lebih baik ia pulang karena hari sudah malam.  Sebelum pulang, Aiden memutuskan untuk sholat Maghrib terlebih dahulu di dalam tenda. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 18:30.  Aiden mengambil wudhu di sumber air yang sudah di sediakan, ia pun masuk ke dalam tenda untuk bersembahyang, agar di perjalanannya tenang dan selamat.  Hanya butuh waktu 10 menit, Aiden sudah menyelesaikan sholatnya. Ia pun memakai sepatunya dan keluar, berjalan menuju mobilnya yang lampunya sudah menyala, ia bisa melihat jika Deema masih tertidur. Untung saja Deema memakai baju lengan panjang, jadi ia tidak terlalu kedinginan.  Aiden masuk ke dalam mobilnya untuk memulai perjalanan pulang mereka. Ketukan di kaca mobil terdengar. "Pak, hati-hati ... Perkiraan cuaca hari ini ada hujan besar." Aiden mengangguk. "Terimakasih informasinya." Aiden menutup kembali kaca mobilnya, ia menyalakan mesin mobil dan mulai melajukan mobilnya untuk perjalanan menuju pulang.  Ketika melihat ke arah Deema, ia sangat kasihan karena sepertinya Deema sangat kelelahan.  "Deema ..." Panggil Aiden untuk membangunkan Deema dari tidurnya.  Ia tahu jika Deema belum minum air sejak siang dan belum mengisi perutnya juga. "Deema ..." Panggil Aiden kembali. Ia butuh teman agar tidak takut berjalan di tengah hutan seperti ini.  "Deema?" "Hmm?" Perlahan mata Deema terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.  Satu hal yang pertama kali Deema lihat adalah tubuh Aiden yang sedang mengendarai mobil.  "Mas ... Dimana ini?" Tanya Deema sambil membenarkan posisi duduknya. Tubuhnya terasa sakit dan pegal karena tidur dengan posisi yang tidak nyaman.  "Kita baru mau pulang." "Oh ya? Perasaan aku tidur di kursi deh tadi ... Kok ada di sini ... Kamu yang pindahin, Mas?" Tanya Deema sedikit terkejut.  Dengan santainya Aiden mengangguk. "Se--serius ... Kamu yang gendong?" Tanya Deema.  Sudah Aiden duga, jika ada Deema suasana hatinya pasti terbangun. "Iya. Terus siapa lagi yang gendong. Badan kamu ringan banget. Saya kaya bawa sehelai benang." "Ih ... Biarin tau. Nyebelin." Kesal Deema, bangun tidur malah menjadi kesal.  Deema baru tersadar jika dirinya sedang berada di tengah hutan belantara ini, Deema pun membelalakkan matanya terkejut. "Mas! Kita di tengah hutan?" Tanya Deema.  Aiden mengangguk. "Ya ampun ... Kenapa harus malem-malem gini sih ... Kalau ada harimau yang jegat kita gimana? Kalau ada perampok gimana ...." "Kebanyakan nonton film." "Bener tau, Mas ... Mana gak ada kendaraan lain selain kita." "Makanya saya bangunin kamu. Biar kalau ada apa-apa, aku kasih kamu duluan." Deema menatap tajam ke arah Aiden. "Mas! Bener-bener ya ...." Aiden pun tertawa. Deema bisa menghilangkan sedikit kekhawatiran di dalam dirinya.  "Mas ... Gimana dong? Aku takut nih ...." "Jangan takut, saya yang bawa mobilnya." Deema memegang sabuk pengaman dengan erat, Aiden yang melihat itu kembali tertawa, Deema sudah seperti seseorang yang akan bermain terjun payung.  "Jangan takut, Deema ..." Ucapnya lagi.  Tik ... Tik ... Tik ... Rintik gerimis terdengar nyaring di dalam mobil. Deema yang mendengar akan hal itu, mencengkram erat kameja yang dipakai oleh Aiden. "Mas ... Mas ..." Deema menatap takut ke arah luar.  Ini, adegan pertama di dalam film jika terjadi sesuatu yang berbahaya. Pikiran Deema sudah terbang jauh kemana-mana ... Ia melihat wajah Aiden yang tenang-tenang saja.  Ia pun mencengkram lebih erat kameja yang di kenakan oleh Aiden. "Mas ... Takut ..." Rengek Deema yang saat ini ia benar-benar takut.  "Sebentar ya ... Sebentar lagi kita keluar dari jalan ini." Deema menutup matanya. Ia bisa mendengar suara hujan, tapi ia malah ketakutan karena posisinya saat ini ia sedang berada di tengah hutan.  Tangannya tak lepas dari kameja yang Aiden pakai. Di dalam hati Aiden, ia pun sedikit panik karena perkiraan cuaca itu benar adanya. Saat ini hujan deras menggurui jalanan yang sedang mereka lewati, dan sepertinya angin berhembus sangat kencang.  "Mas ... Ini gimana?" "Sebentar ... Bisa ambil ponsel saya?" Tanya Aiden.  Deema pun memberanikan diri untuk mengambil ponsel Aiden memakai tangan kirinya, dan tangan kanannya masih ia gunakan untuk memegang kameja Aiden.  "Ini ..." Belum sempat Aiden menerima ponselnya, ada sebuah telpon masuk yang berasal dari asistennya di kantor.  "Angkat saja. Pakai mode speaker." Deema mengangguk, dan mengangkat telpon itu.  "Selamat malam, Pak ...." "Malam. Saya masih ada di jalan perjalanan pulang." "Untungnya saya cepat-cepat menelpon, Bapak." "Ada apa?" Tanya Aiden.  "Jalanan untuk menuju TOL di tutup karena longsor yang terjadi. Sebaiknya Bapak menginap dulu di hotel karena cuaca memang sangat-sangat buruk." Suara laki-laki itu bisa terdengar oleh Aiden dan Deema. Deema yang mendengar itu sedikit panik. "Ada hotel di sekitar sini?" "Ada, Pak. Akan saya pesankan." "Tolong pesankan satu kamar yang paling besar." "Baik, Pak. Saya pesankan. Saya kirimkan sebentar nama hotelnya." "Selamat malam, Pak." Panggilan itu pun terputus. Deema menatap Aiden, pikirannya belum bisa menangkap apa yang terjadi sebenarnya. Hotel? Longsor? Jadi ... Bagaimana dirinya saat ini? Aiden yang tahu tatapan itu pun memberitahu Deema. "Jalanan longsor Deema, asisten saya bilang kalau lebih baik kita diam di hotel karena cuaca pun sangatlah buruk." "Pesenya duakan?" "Satu saja. Uang saya sudah banyak keluar karena proyek itu." "Loh ... Kok bisa, Mas?" Aiden hanya mengangguk. "Terus aku tidur dimana? Di mobil? Di kamar mandi? Aku gak mau deh kalau tidur sama kamu." "Pilih saja maunya di mana." Deema menatap kesal ke arah Aiden yang selalu saja memaksa kehendaknya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN